Oleh: Alifia Putri Yudanti dan Ristiana D. Putri
KOMPAS.com - Seni adalah sesuatu yang tak lekang oleh waktu. Bahkan, karya seni yang sudah dibuat beratus-ratus tahun lalu masih memiliki nilai dan eksis di masa sekarang. Setiap orang pun mempunyai preferensinya saat berhadapan dengan karya seni.
Namun, menurut Oei Hong Djien, Pendiri dan Kurator OHD Museum, dalam siniar Beginu episode “Oei Hong Djien, Pedoman Seni dan Rasa” dengan tautan akses dik.si/BeginuOHD1, karya seni harus memiliki satu karakter utama, yaitu mampu menggugah rasa atau emosi penikmatnya.
Mengutip situs OHD Museum, Oei Hong Djien merupakan kurator seni rupa yang lahir pada 1939 di Magelang. Meski kini berprofesi sebagai kurator, Oei ternyata adalah lulusan kedokteran Universitas Indonesia pada 1964.
Namun, ia memiliki minat yang lebih tinggi terhadap karya seni. Setelah lulus, Oei senang membeli lukisan dan mengoleksinya. Koleksinya terdiri dari seni Indonesia modern dan kontemporer. Hal inilah yang membuat Oei mendirikan OHD Museum dan terbuka untuk umum.
Baca juga: HOS Cokroaminoto, Pemimpin SI yang Tegas Terhadap Penjajah
Tak hanya itu, Oei juga telah menulis banyak esai tentang seni rupa Indonesia dan telah memberikan kuliah di dalam serta luar negeri. Bahkan, ia pernah ditunjuk sebagai Penasihat National Art Gallery of Singapore untuk seni rupa Indonesia dan Museum H. Widayat.
Saat berbincang dengan Wisnu, pria tersebut menganggap Oei, yang merupakan lulusan kedokteran, seharusnya lebih banyak menggunakan rasio daripada rasa. Namun, Oei justru menyangkal hal ini.
“Karena dokter itu perasa toh karena ngomong sama orang. Kalau insinyur, ya, sama benda, ya, rasio tok. Kalau dokter tuh gak bisa karena rasa sesama manusia,” jelasnya.
Besarnya perasaan dan emosi inilah yang akhirnya membuat Oei tertarik pada karya seni. Menurutnya, karya seni yang memiliki nilai tinggi harus mampu menyedot audiensnya.
Selain itu, karya tersebut juga harus memiliki koneksi. Artinya, saat dilihat berulang-ulang kali, perasaan yang ditimbulkan masih serupa saat melihatnya untuk pertama kali.
Oei juga mengungkapkan karya seni harus berasal dari jiwa senimannya. Setinggi apa pun kemampuan yang dimiliki tapi karya tersebut terlihat ‘kosong’, maka karyanya tak bisa dirasakan oleh para penikmatnya.
Itu sebabnya, Oei menekankan kepada para seniman untuk menikmati setiap proses pembuatannya dan jangan berpaku pada hasil semata. Menurutnya, “Kita dalam hidup menghadapi berbagai macam proses, tapi kan selalu selesai, toh?”
Pria itu juga memberikan tiga ilmu penting agar mampu memproduksi karya seni yang baik. Pertama adalah kemampuan bersosialisasi yang mampu memberikan dampak positif terhadap suasana kita.
Kedua adalah bahagia yang merupakan hasil dari sosialisasi positif. Saat berinteraksi dengan orang-orang yang membuat kita nyaman, kita cenderung akan bahagia. Tanpa disadari, kualitas hidup pun jadi meningkat.
Baca juga: Merenungi Kembali Ekosistem Digital di Indonesia
Ketiga adalah berhenti jika merasa lelah. Artinya, kita harus mengetahui kapasitas diri dan jangan terlalu memforsir kemampuan. Pria ini menjelaskan, “Orang kadang gak ngukur kadang-kadang (malah) kolaps di lapangan.”
Lantas, bagaimana pandangan lain Oei Hong Djien, sang spesialis kolektor, terhadap seni? Temukan jawabannya melalui perbincangan dengan Wisnu Nugroho dalam siniar Beginu bertajuk “Oei Hong Djien, Pedoman Seni dan Rasa” di Spotify.
Di sana, ada banyak kisah dari para tokoh inspiratif yang mampu memberikan perspektif baru untuk hidupmu.
Tunggu apalagi? Yuk, ikuti siniar Beginu dan akses playlist-nya di YouTube Medio by KG Media agar kalian tak tertinggal tiap ada episode terbarunya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.