Meskipun jumlah kasus yang dilaporkan tidak sebanyak kasus GGAPA, tetapi melihat realitas viral dan larisnya jajanan ini harus menjadi perhatian bersama untuk kemudian direspons segera. Sebelum semuanya terlanjur terlambat.
Apalagi jika dikorelasikan dengan kondisi masyarakat sebagaimana yang pernah dirilis tim jurnalisme data Kompas akhir tahun 2022 bahwa 68 persen tidak mampu mengonsumsi makanan bergizi.
Potret anak-anak yang demikian ini persis seperti pepatah ‘sudah jatuh tertimpa tangga pula.’ Organ-organ pencernaannya tidak hanya disusupi senyawa-senyawa berbahaya, ketahanan tubuh dan aktivasi otaknya bisa bertambah rapuh ketika asupan yang diberikan jauh dari standar gizi harian.
Padahal, di saat yang sama kita sedang berkoar membangun cita-cita besar. Melahirkan generasi emas, generasi cerdas dan berkarakter.
Oleh karena itu, dua hal ini harus segera disejalankan. Upaya untuk menciptakan anak-anak Indonesia agar terbebaskan dari asupan makanan yang berbahaya juga harus diiringi dengan usaha mencukupi gizi pangannya.
Selanjutnya, edukasi yang diberi harus disejalankan dengan pengawasan teratur. Himbauan saja tidak cukup, apalagi ketika kondisinya sudah darurat.
Perlu langkah-langkah taktis yang simultan dan berkelanjutan. Bukan hanya menunggu kasusnya datang.
Bayangkan saja, ketika ada perusahaan besar yang notabene karyawannya adalah orang-orang berpendidikan, tapi tetap saja kita masih kecolongan atas beredarnya obat-obatan yang tercemar zat berbahaya.
Nah, bagaimana dengan para penjual jajanan anak yang di antaranya memiliki pengetahuan terbatas tentang kandungan isi makanan yang dijualnya?
Begitu juga halnya dengan jajanan di sekolah. Jika di sekolah saja jajanan di kantin-kantin itu masih belum terverifikasi aman, bagaimana kita berharap jajanan yang terpajang di pinggir-pinggir jalan bisa menyehatkan?
Agaknya, pemerintah dengan segala kementerian atau lembaga terkaitnya sedang memiliki berjibun agenda kerja. Belum lagi ditambah kondisi tahun politik yang kadang banyak pesan-pesan politis harus ditunaikan.
Hingga, persoalan keamanan, kenyamanan, dan masa depan anak agak sedikit tersisihkan. Tertutupi oleh isu dan persoalan lain yang dianggap lebih prioritas dan prestisius.
Maka, di tengah kondisi yang demikian, sebenarnya kita masih memiliki harapan pada dua entitas yang sangat erat hubungannya dengan kehidupan anak. Keluarga dan sekolah.
Selain terus berikhtiar untuk menyiapkan makanan bergizi di rumah, sudah saatnya para orangtua menjadi role model bagi anak-anaknya untuk tidak terjebak dengan gaya hidup yang di antaranya berwujud pada menu-menu makanan.
Mengikuti atraksi-atraksi dalam melahap makanan kekinian. Tidak peduli santapannya itu miskin gizi dan membawa bibit penyakit.