Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Irwan Suhanda
Editor dan Penulis

Editor dan Penulis

Remy Sylado dan Mesin Tik

Kompas.com - 13/12/2022, 06:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SASTRAWAN Remy Sylado meninggal dunia pada 12 Desember 2022. Kita kehilangan seorang sastrawan besar, seorang maestro multi-talenta, seniman serbabisa. 

Remy Sylado atau dalam not angka ditulis 23671 bernama asli Yapi Tambayong. Dalam dunia sastra, drama, perfilman, musik, bahasa, Remy Sylado adalah nama yang besar.

Dalam dunia perbukuan, sudah banyak buku yang diterbitkannya, baik dengan nama Remy Sylado maupun dengan nama samaran, di antaranya Alif Danya Munsyi, Dova Zila, Juliana C. Panda.

Baca juga: Sastrawan Remy Sylado Meninggal Dunia

Saya beberapa kali bertemu dengan Remy Sylado, khususnya berkaitan dengan dunia perbukuan. Suatu hari Remy Sylado datang ke kantor Penerbit Buku Kompas. Seperti kebiasaannya, Remy yang menyukai warna putih, siang itu tampil necis. Baju dan celana panjang warna putih, topi putih, sepatu warna putih, tas koper yang dibawa warna putih, bahkan rambut dan cambang pun putih. Unik.

Lebih unik lagi, di setiap jari kanan dan kirinya melingkar batu akik, nyentrik. Hari itu Remy tampil beda, walaupun hal ini menjadi ciri khasnya selama ini.

Waktu bertemu, Remy kemudian menyodorkan naskah novel berjudul Malaikat Lereng Tidar. Novel setebal 500-an halaman ini kemudian diterbitkan Penerbit Buku Kompas tahun 2014.

Kami kemudian mengobrol ngalor-ngidul dari siang sampai sore. Sore itu kami suguhi nasi goreng. Remy senang bercerita dari soal lagu-lagu karya Ismail Marzuki, Sampokong sampai Columbus, Tiongkok, sampai soal peribahasa.

Seingat saya, salah satu cerita Remy saat itu adalah tentang dirinya yang membuat catatan kaki pada sebuah novel. Padahal pada masa itu, terasa aneh novel diberi catatan kaki. Sangat tidak lazim, lain halnya pada karya nonfiksi. Berbagai kritik pun bermunculan. Tetapi lucunya, model ini kemudian ditiru penulis lain.

Beberapa waktu kemudian saya (bersama Patricius Cahanar) beberapa kali mampir ke rumah Remy Sylado di Jakarta. Rumahnya tampak eksotik, etnik, penuh warna hitam putih. Lukisan karya Remy Sylado bertebaran di dinding dan plafon rumahnya.

Remy memang dikenal pandai melukis, pandai bermain musik, menguasai beberapa bahasa asing, di antaranya bahasa Ibrani, bahasa Yunani, dan bahasa Mandarin. Remy mengatakan bahwa bahasa Mandarin dipelajarinya hanya dalam waktu satu tahun saja, termasuk tulisan kanjinya.

Ketika pakai mesin tik

Kedatangan kami ke rumahnya untuk mengambil naskah yang akan kami terbitkan. Saat itu Remy menyodorkan hardcopy naskah. Saya perhatikan, ini hasil tik manual mesin tik, bukan printout komputer. Sedangkan zaman sekarang sudah serba komputerisasi.

Kemudian kami bertanya,”Ada soft copy-nya, Pak?”

Remy menggeleng.

Ternyata, hingga tahun 2000-an kebiasaan Remy dalam menulis naskah selalu memakai mesin tik. Baginya, mengetik naskah memakai mesin tik, memiliki kebahagiaan tersendiri, kepuasan batin. Walaupun pada masa itu komputer PC atau laptop sudah umum dipakai atau dimiliki orang.

Baca juga: Riwayat Penyakit Hernia Remy Sylado Sebelum Meninggal Dunia

Mengenai mesin tik ini saya jadi teringat dengan mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Daoed Joesoef  (almarhum). Pak Daoed yang rajin menulis sampai akhir hayatnya pun memiliki kebiasaan menulis naskah memakai mesin tik. Beliau tak tergoda memakai komputer. Bisa jadi Remy pun sependapat dengan Daoed Joesoef.

Di lain kesempatan, Remy bercerita, bahwa dia tengah menulis tiga novel dalam waktu bersamaan. Hari ini tulis novel ini, besok novel itu, begitu seterusnya. Bergantian.

Saya katakan apakah tidak bakal keliru nantinya pada saat menulis? Remy katakan tidak, sebab ketiga novel itu alurnya sudah dihafal.

Kalau tidak salah yang sedang ditulisnya waktu itu cerita novel Sampokong yang menjadi cerita bersambung pada koran ibu kota (sudah diterbitkan menjadi buku), Mata Hari (sudah diterbitkan menjadi buku), dan novel satu lagi entah apa judulnya.

Kebiasaan Remy dalam membuat novel adalah dia selalu melalui riset, kemudian membuat outline, setelah itu mengembangkan sesuai imajinasi ketika mulai menulis. Ia mengakui hal itu sanggup dilakukan secara bersamaan, dan ditulis pakai mesin tik!

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Alasan Semua Kereta Harus Berhenti di Stasiun Cipeundeuy, Bukan untuk Menaikturunkan Penumpang

Alasan Semua Kereta Harus Berhenti di Stasiun Cipeundeuy, Bukan untuk Menaikturunkan Penumpang

Tren
Indonesia Vs Guinea, Berikut Perjalanan Kedua Tim hingga Bertemu di Babak Playoff Olimpiade Paris 2024

Indonesia Vs Guinea, Berikut Perjalanan Kedua Tim hingga Bertemu di Babak Playoff Olimpiade Paris 2024

Tren
Pelatih Guinea soal Laga Lawan Indonesia: Harus Menang Bagaimanapun Caranya

Pelatih Guinea soal Laga Lawan Indonesia: Harus Menang Bagaimanapun Caranya

Tren
8 Pencetak Gol Terbaik di Piala Asia U23 2024, Ada Dua dari Indonesia

8 Pencetak Gol Terbaik di Piala Asia U23 2024, Ada Dua dari Indonesia

Tren
WHO Temukan 3 Kasus di Riyadh, Ketahui Penyebab dan Pencegahan MERS- CoV Selama Ibadah Haji

WHO Temukan 3 Kasus di Riyadh, Ketahui Penyebab dan Pencegahan MERS- CoV Selama Ibadah Haji

Tren
Pertandingan Indonesia Vs Guinea Malam Ini, Pukul Berapa?

Pertandingan Indonesia Vs Guinea Malam Ini, Pukul Berapa?

Tren
Benarkah Antidepresan Bisa Memicu Hilang Ingatan? Ini Penjelasan Ahli

Benarkah Antidepresan Bisa Memicu Hilang Ingatan? Ini Penjelasan Ahli

Tren
WHO Peringatkan Potensi Wabah MERS-CoV di Arab Saudi Saat Musim Haji

WHO Peringatkan Potensi Wabah MERS-CoV di Arab Saudi Saat Musim Haji

Tren
Mengapa Lumba-lumba Berenang Depan Perahu? Ini Alasannya Menurut Sains

Mengapa Lumba-lumba Berenang Depan Perahu? Ini Alasannya Menurut Sains

Tren
Cara Cek NIK KTP Jakarta yang Non-Aktif dan Reaktivasinya

Cara Cek NIK KTP Jakarta yang Non-Aktif dan Reaktivasinya

Tren
Berkaca dari Kasus Mutilasi di Ciamis, Mengapa Orang dengan Gangguan Mental Bisa Bertindak di Luar Nalar?

Berkaca dari Kasus Mutilasi di Ciamis, Mengapa Orang dengan Gangguan Mental Bisa Bertindak di Luar Nalar?

Tren
3 Bek Absen Melawan Guinea, Ini Kata Pelatih Indonesia Shin Tae-yong

3 Bek Absen Melawan Guinea, Ini Kata Pelatih Indonesia Shin Tae-yong

Tren
Alasan Israel Tolak Proposal Gencatan Senjata yang Disetujui Hamas

Alasan Israel Tolak Proposal Gencatan Senjata yang Disetujui Hamas

Tren
Pendaftaran Komcad 2024, Jadwal, Syaratnya, dan Gajinya

Pendaftaran Komcad 2024, Jadwal, Syaratnya, dan Gajinya

Tren
Studi Baru Ungkap Penyebab Letusan Dahsyat Gunung Tonga pada 2022

Studi Baru Ungkap Penyebab Letusan Dahsyat Gunung Tonga pada 2022

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com