Oleh: Inge Shafa Sekarningrum dan Ikko Anata
KOMPAS.com - Bagaimana reaksi kamu saat mendengar kata "anak tongkrongan"? Sebagian orang menganggap nongkrong adalah kegiatan membuang-buang waktu, bahkan cenderung mengarah ke stigma negatif seperti pulang larut malam, main kartu, dan lain sebagainya.
Padahal, nongkrong tidak selalu buruk, loh. Nyatanya, nongkrong juga dapat membantu seseorang mengurangi stres. Karena berkumpul bersama teman-teman di warung kopi dan bercanda tentang banyak hal, sangat cukup untuk menghibur seseorang.
Seperti Banni dan Anya dalam siniar Kosan HAI episode “Ngomongin Anak Tongkrongan! Lu Anak Tongkrongan yang gimana?” yang menceritakan betapa serunya nongkrong dengan teman, keseruan cerita dapat mereka diakses melalui dik.si/KosanHAIE10.
Banni dan Anya bercerita, nongkrong bersama teman sangat seru untuk dilakukan. Bahkan obrolan di tongkrongan tidak akan pernah habis. Ada saja topik obrolan yang dibahas.
Tapi tentunya, obrolan laki-laki dan perempuan memiliki perbedaan. Yang terlihat sama adalah tipe anak tongkrongan, ibu atau bapak geng (julukan untuk seseorang yang paling aktif dalam geng), dan yang paling trouble maker.
Baca juga: Berkarier sebagai Fotografer, Apakah Menjanjikan?
Menurut artikel Kompasiana yang ditulis oleh I Gede Ngurah Eka, anak tongkrongan tidak hanya mengarah pada stigma negatif. Hal tersebut ia tuliskan untuk membuktikan tentang definisi anak tongkrongan yang sebenarnya.
Kita pasti pernah mendengar sebutan yang melekat untuk anak-anak yang hobinya nongkrong. Yaitu pemalas. Mereka disebut pemalas karena hobinya hanya duduk dan bersenda gurau.
Nyatanya, meski disebut pemalas yang tidak ingin segala sesuatunya rumit, anak tongkrongan adalah pemalas yang cerdas. Mereka mampu menyelesaikan masalah secara rasional dan menerima ilmu dengan cara mempraktekannya.
Di tongkrongan, terutama warung kopi, anak tongkrongan biasanya akan bertemu banyak sekali orang dari berbagai generasi. Mulai dari seseorang yang mereka bisa sebut om, bapak-bapak, hingga kakek. Mulai dari sesama angkatan, hingga beda angkatan.
Hal itu akan menumbuhkan jiwa sosial mereka dan biasanya anak tongkrongan lebih ramah dari mereka yang lebih sering ada di rumah.
Saat nongkrong, mereka tidak akan pernah habis topik obrolan. Obrolan serius hingga saling lempar candaan bisa mereka lakukan saat nongkrong. Termasuk juga pengetahuan.
Mungkin stigma negatif anak tongkrongan tidak suka membaca bisa saja betul, tetapi bukan berarti mereka tidak menerima ilmu. Mereka menerima pengetahuan baru melalui obrolan-obrolan bersama orang lain yang berbeda generasi, angkatan, dan juga pengalaman.
Hal tersebut menjadikan anak tongkrongan tetap mengetahui dunia.
Perbedaan generasi, hobi, passion, dan pengetahuan membuat anak tongkrongan memiliki permasalahan hidup yang berbeda juga.
Maka dari itu, tak heran jika mereka suka bercerita apa kehidupan pribadi mereka dan menghiasi setiap obrolan di tongkrongan.
Baca juga: Rumah Sakit Simpang, Dulu Dielukan Kini Tinggal Kenangan
Permasalahan hidup yang berbeda bisa menjadikan seseorang belajar dan memiliki pandangan yang berbeda untuk menyikapi permasalahan dari berbagai sisi.
Dengarkan obrolan menarik lainnya seputar anak tongkrongan di Kosan HAI episode “Ngomongin Anak Tongkrongan! Lu Anak Tongkrongan yang Mana?” di Spotify!
Kamu juga bisa mengikuti siniarnya agar tidak tertinggal obrolan seru dan menarik lainnya dari Banni dan Anya dengan mengakses tautan berikut dik.si/KosanHAIE10.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.