Dikutip dari Gramedia.com, berikut ini beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko seseorang bisa mengalami duck syndrome:
Tuntutan akademik bisa menyebabkan duck syndrome karena dianggap memberatkan seseorang. Tereutama jika tidak sesuai kapasitas orang tersebut.
Misalnya jurusan yang tidak sesuai dengan minat dan bakat mahasiswa dan lingkungan belajar yang tidak cocok.
Jika seseorang tidak mampu merespon kesulitan tersebut dengan baik, maka bisa saja mengalami masalah sindrom ini.
Ekspektasi yang tinggi dari orang lain sangat mempengaruhi seseorang mengalami sindrom ini, karena mereka memiliki sifat yang berlebihan dengan pandangan orang lain, bukan kapasitas siri yang mereka alami.
Akhirnya mereka akan berupaya terlihat tenang, dan baik-baik saja sesuai dengan ekspektasi orang lain.
Pola asuh helikopter adalah sebuah istilah lain dari pola asuh orang tua yang terlalu protektif terhadap tindakan dan perilaku anaknya.
Orang tua dengan jenis pola asuh ini cenderung berlebihan saat melindungi dan mengatur anaknya. Pola asuh helikopter ini dapat berdampak buruk terhadap perkembangan emosional anak tersebut.
Salah satu penyebabnya adalah sindrom ini yang membuat seseorang menjadi sulit untuk menyelesaikan masalahnya sendiri dan memanipulasi diri demi orang lain.
Selain itu juga dapat berdampak bagi anak menjadi tidak mampu mengendalikan emosinya dengan baik. Akhirnya membuat anak tersebut berpura-pura untuk tetap tenang dan tampak baik-baik saja.
Media sosial justru dapat memperburuk kondisi mental seseorang, termasuk menjadi penyebab sindrom ini.
Misalnya seseorang yang terbuai dengan ide bahwa kehidupan orang lain lebih sempurna dan bahagia ketika melihat unggahan dari orang tersebut, akhirnya membuat seseorang tidak menjadi jati dirinya sendiri dan hanya memperlihatkan sisi baiknya saja di media sosial.
Sifat perfeksionisme menjadi penyebab sindrom ini karena membuat seseorang ingin selalu terlihat bahagia dan baik-baik saja. Mereka cenderung memberikan standar hidup yang tinggi pada dirinya, sehingga sulit menerima kekurangan atau kegagalan dalam hidupnya.
Peristiwa traumatik memang memiliki pengaruh besar pada kesehatan mental seseorang, termasuk duck syndrome yang membuat seseorang berupaya menutupi masalah atau bebannya.
Seperti pelecehan verbal, fisik, dan seksual, kekerasan dalam rumah tangga, atau kematian orang yang dicintai bisa membuat seseorang sangat terpukul atas hidupnya namun terpaksa harus tetap menjalankan hidupnya.
Peristiwa traumatik tersebut menjadi momok dan beban yang disembunyikan oleh seseorang yang menderita duck syndrome sehingga membuat hidupnya semakin berat.
Penyebab orang yang memiliki sindrom bebek ini adalah memiliki self-esteem yang rendah sehingga membuatnya sulit memahami dirinya sendiri dan lebih memilih memanipulasi dirinya berdasarkan pandangan orang lain.
Baca juga: Pura-pura Bahagia Padahal Tertekan? Pakar Unair Jelaskan Duck Syndrome
Duck syndrome dapat menyebabkan depresi berat atau pikiran untuk bunuh diri. Oleh karena itu, disarankan agar orang dengan sindrom bebek atau berisiko tinggi mengalami masalah psikologis berkonsultasi dengan dokter atau psikolog mereka.
Jika kamu merasa menderita duck syndrome, cari bantuan dan ikuti tips berikut ini untuk tetap sehat secara mental:
Dikutip dari Medicinenet, faktor risiko syndrome ini mencakup banyak aspek, misalnya pengalaman kuliah ketika harus tinggal jauh dari keluarga, peningkatan yang signifikan dalam tuntutan akademik, serta tekanan di lingkungan sosial.
Selain itu, tekanan gelombang media sosial pada orang dewasa muda untuk terlihat mencapai kesempurnaan.
Aspek keluarga juga meningkatkan risiko duck syndrome ini, terutama keluarga yang memiliki kecenderungan untuk menuntut dan sangat kompetitif, menjunjung tinggi kesempurnaan, dan orang tua yang terlalu protektif terhadap anaknya.
Gaya pengasuhan seperti ini biasanya membuat orang tua lebih dominan dalam mengatur kehidupan anak.
Akibatnya, duck syndrome muncul karena tuntutan lingkungan sekitar sehingga memicu depresi dan kecemasan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.