Pada 28 Oktober 1945 sore, sekitar 140.000 pasukan yang berasal dari prajurit TKR dan kelompok pemuda bersenjata bersatu di bawah komando Mustopo untuk menyerang kamp Belanda dan sekutu.
Malam harinya melalui siaran radio, disebarkan semangat kepada semua lapisan masyarakat agar bersatu dan merebut kembali tempat-tempat penting yang diduduki sekutu.
Hal itu disampaikan oleh Bung Tomo, seorang tokoh yang memiliki gaya bicara berapi-api.
Sehingga, semangat revolusi pun terbentuk di benak masyarakat yang ada di penjuru kota.
Melihat kondisi ini, pemimpin Nahdlatul Ulama dan Masyumi pun mendukung dan menyatakan perang mempertahankan Tanah Air sebagai Perang Sabil.
Keesokan harinya, pada 29 Oktober 1945, para pemuda berhasil menguasai kembali obyek-obyek vital yang sebelumnya diduduki sekutu.
Baca juga: Bung Tomo, Pahlawan yang Religius Tapi Tolak Poligami
Mengetahui terjadi serangan dari warga Surabaya, Jenderal Hawntorn meminta Presiden Soekarno menyerukan penghentian pertentangan antara pemuda Surabaya dan sekutu.
Itu dilakukan demi melindungi pasukannya dari amukan masyarakat Surabaya.
Permintaan itu dituruti, kontak senjata dihentikan, dibentuk komite penghubung, dan sekutu mau mengakui kedaulatan.
Namun, tak lama setelah itu, sekutu justru melakukan penyerangan di kampung penduduk. Sontak hal itu menyulut pertikaian.
Baca juga: Mengenang Sosok Bung Hatta, dari Sepatu Bally hingga Tak Mau Dimakamkan di Taman Makam Pahlawan
Buntutnya, pimpinan sekutu yang terdiri dari Jenderal Mallaby, Kapten Smith, Kapten Shaw, dan Letnan Laughland ditahan oleh sekelompok pemuda.
Mayor Venugopall pun melempar granat ke arah pemuda.
Pertikaian hebat pun terjadi, di sana Mallaby terbunuh, entah terkena granat atau ditusuk pemuda menggunakan bambu runcing, ada beberapa versi berbeda yang beredar.
Inggris pun mengecam keras peristiwa tersebut.
Baca juga: Tema dan Link Download Logo Hari Pahlawan 10 November 2022
Kapten Shaw yang juga menjadi tawanan mengancam akan membalas perlakuan yang diterima sekutu dengan mengerahkan seluruh kekuatan Inggris, baik darat, laut, maupun udara.
Mereka pun meminta masyarakat Surabaya menyerah jika tidak ingin dihancurleburkan.
Demi mengantisipasi balasan yang dimaksud, rakyat Surabaya pun dilatih menggunakan senjata dan granat tangan. Pemuda-pemuda dan pasukan TKR mempersiapkan diri untuk terjadinya pertempuran.
Inggris kembali mendatangkan pasukan baru setelah kematian Mallaby, kali ini dipimpin oleh Mayor Jenderal EC Mansergh.
Baca juga: Sejarah Hari Pahlawan 10 November
Pada 8 November, mereka mengirimkan surat kepada Gubernur Soeryo. Surat itu berisi ancama serius sekutu untuk menggempur seluruh Surabaya.