KOMPAS.com - Banding adalah salah satu upaya hukum untuk menyelesaikan perkara pidana.
Pasal 1 angka 12 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menjelaskan, upaya hukum adalah hak terdakwa atau penuntut umum untuk tidak menerima putusan pengadilan.
Penolakan putusan pengadilan tersebut berupa perlawanan, yakni banding, kasasi, atau permohonan peninjauan kembali bagi terpidana.
Menjadi salah satu upaya hukum, lantas, apa itu banding?
Baca juga: Apa Bedanya Terlapor, Tersangka, Terdakwa, dan Terpidana?
Banding dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah pertimbangan pemeriksaan ulang terhadap putusan pengadilan oleh pengadilan yang lebih tinggi atas permintaan terdakwa atau jaksa naik apel.
Sementara itu, M Yahya Harahap dalam Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP: Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali (2009), juga mendefinisikan apa itu banding.
Menurut Yahya, pemeriksaan banding adalah upaya yang dapat diminta oleh pihak yang berkepentingan.
Tujuannya, agar putusan pengadilan tingkat pertama atau Pengadilan Negeri diperiksa lagi dalam pengadilan tingkat banding yaitu Pengadilan Tinggi.
Hal tersebut sesuai Pasal 87 KUHAP, Pengadilan Tinggi berwenang mengadili perkara yang diputus oleh Pengadilan Negeri dalam daerah hukumnya yang dimintakan banding.
Banding menjadi salah satu upaya hukum bagi pihak yang tidak puas dengan putusan pengadilan pada tingkat pertama.
Pasal 67 KUHAP menjelaskan, pihak yang berhak mengajukan banding adalah terdakwa atau penuntut umum.
Upaya banding ke Pengadilan Tinggi juga dapat diajukan oleh orang yang diberi kuasa terdakwa atau kuasa hukum.
Baca juga: Perbedaan Penyelidikan dan Penyidikan, Apa Saja?
Meski hak dari pihak yang tidak puas, tetapi tidak semua putusan pengadilan dapat diajukan banding ke Pengadilan Tinggi.
Masih dari Pasal 67 KUHAP, terdakwa atau penuntut umum tidak dapat mengajukan banding terhadap: