Akar gerakan kepramukaan di Indonesia sudah ada jauh sebelum Indonesia meredeka, yaitu ketika dua orang tokoh organisasi kepanduan Belanda (NPO) P.Y. Smits dan Majoor de Yager mendirikan cabang di Jakarta pada 1912.
Dua tahun kemudian, nama NPO diubah menjadi Nederlands Indische Padvinders Vereniging (NIPV). Para remaja pun mulai banyak bergabung gerakan kepanduan ini.
Selanjutnya, berdiri organisasi kepanduan nasional pertama di Indonesia dengan nama Javaanse Padvinders Organisatie (JPO) yang diprakarsai oleh Mangkunegara VII di Surakarta pada 1916.
Berdirinya JPO ini diikuti oleh organisasi-organisasi kepanduan lain dari berbagai organisasi kebangsaan dan keagamaan, dikutip dari Kompaspedia.
Pada 1926, NIPV dan organisasi kepanduan yang berasaskan prokemerdekaan mengadakan pertemuan di Yogyakarta. Hasilnya, terbentuklah Nationale Padvinders Organisatie (NPO).
Namun, beberapa anggota NPO memisahkan diri dan membentuk Jong Indonesisch Padvinders Organisatie (JIPO).
Pada 1928, NPO dan JIPO bergabung menjadi Indonesisch Nationale Pavinders Organisatie (INPO). Organisasi ini pun mendapat tantangan dari Belanda karena berjuang demi kemerdekaan Indonesia.
Belanda bahkan melarang penggunaan kata padvinder dan pandvinderij. Untuk menyiasatinya, Haji Agus Salim kemudian mengusulkan nama pandu dan kepanduan untuk menggantikan dua kata itu.
Di tahun yang sama, terbentuklah Persaudaraan Antar Pandu-pandu Indonesia (PAPI) yang beranggotakan INPO, SIAP, NATIPIJ, dan PPS.
Wacana peleburan semua organisasi kepanduan Indonesia muncul pada akhir 1929, tetapi tak tak kunjung terealisasi karena perbedaan asas.
Pada September 1929, sejumlah organsisi setuju melebur menjadi satu dan melahirkan Kepanduan Bangsa Indonesia (KBI).
KBI dirintis oleh beberapa tokoh seperti dr Moewardi, Soratno, Soegandi, dan Soemardjo Tirtoosoepeno.
Pada 1938, PAPI dan KBI menggelar pertemuan di Surakarta, Jawa Tengah, yang kemudian melatarbelakangi terbentuknya Badan Pusat Persaudaraan Kepanduan Indonesia (BPPKI).
Tiga tahun kemudian, Perkemahan Kepandoean Indonesia Oemoem (Perkino) I berhasil diselenggarakan di Yogyakarta pada 19-23 Juli 1941.
Penyelenggaraan Perkino I kemudian diikuti Perkino II di Jakarta pada 6 Februari 1943, meskipun dilarang oleh pemerintah kolonial Jepang.
Baca juga: 5 Tokoh Pramuka Indonesia