Pemilu seharusnya dibangun dari diskusi yang bernas untuk kesejahteraan bersama, bukan pemenuhan keinginan secara dangkal melalui microtargeting yang dapat dikonversi menjadi dukungan suara.
Salah satu yang menarik dibahas dari film Irresistible adalah persoalan etika politik. Dalam film ini, politik hanya dianggap sebagai hitung-hitungan matematika. Padahal politik berkaitan dengan manusia, bukan angka.
Dalam salah satu adegan, Zimmer akan melancarkan kampanye negatif terhadap kandidat petahana karena mengetahui adik sang wali kota ketergantungan obat terlarang. Alhasil terjadi debat antara Zimmer dan Hastings serta putrinya.
Puncaknya, Zimmer menegaskan bahwa ia akan tetap melakukan kampanye negatif tersebut. Ia mengatakan, “It’s not politics anymore Diana, It’s math. That’s what an election is. It’s just math. We need what they get plus one (Ini bukan politik lagi, Diana. Ini adalah matematika. Itulah kenyataan pemilu. Hanya sekadar matematika. Kita perlu mendapatkan yang mereka punya ditambah satu).”
Kembali secara implisit, sang sutradara berusaha menyampaikan betapa keruhnya politik bila dilakukan oleh orang yang nafsu berkuasa. Politik seharusnya memanusiakan manusia, bukan menganggap manusia sebagai angka dalam formula matematika demi keuntungan pribadi.
Sebagai penutup, film Irresistible merupakan dua sisi koin. Satu sisi, baik sebagai sarana ‘pemanasan’ bagi publik jelang pemilu 2024. Di sisi lain, film ini bisa jadi sentilan kepada para elite politik dan pengingat bahwa tujuan berpolitik demi kepentingan bersama, bukan pihak tertentu saja, apalagi kepentingan pribadi semata.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.