KOMPAS.com - Beberapa hari setelah kunjungan Presiden Joko Widodo ke Ukraina dan Rusia, kedua negara kembali berperang.
Tepat di hari ke-130 perang, Rusia berhasil menguasai wilayah Luhansk, Ukraina Timur, setelah merebut Kota Lysychansk.
Beberapa pihak pun mempertanyakan keberhasilan misi perdamaian Jokowi pada konflik tersebut. Apakah misi perdamaian Jokowi ke Ukraina dan Rusia gagal?
Baca juga: PDI-P: Menghentikan Perang Rusia-Ukraina, Tak Bisa Hanya Jokowi Sendiri
Dosen Hubungan Internasional Universitas Gadjah Mada (UGM) Muhadi Sugiono mengatakan, terlalu berlebihan untuk menuntut hasil instan pada kunjungan Jokowi.
"Sebuah konflik dengan skala sebesar ini saya kira bukan hal yang sederhana untuk diselesaikan," kata Muhadi kepada Kompas.com, Senin (4/7/2022).
Menurut Muhadi, misi perdamaian Jokowi adalah perspektif baru dalam melihat konflik Rusia-Ukraina.
Dia mengatakan, sejak awal invasi Rusia ke Ukraina tak ada negara yang berkeinginan menghentikan perang. Sebaliknya, negara-negara besar justru memberi dukungan terhadap Ukraina untuk melawan Rusia.
"Ketika semua negara tidak melakukan apa-apa atau bahkan mendorong perang tetap berjalan, Pak Jokowi atau Indonesia memandang tidak terlalu penting untuk melihat siapa yang salah, yang penting adalah menghentikan perang itu," jelas dia.
"Karena konsekuensinya adalah kalau perang ini berkepanjangan, dampaknya juga akan luar biasa besar," kata dia.
Baca juga: Eks Dubes RI untuk Rusia Sebut Kunjungan Jokowi Upaya Perdamaian Dunia
Ia menjelaskan, perundingan perdamaian baru bisa dilakukan dengan baik apabila tuntutan kedua pihak dijadikan sebagai bagian yang dinegosiasikan, bukan sesuatu yang menutut adanya negosiasi.
Dalam hal ini, Muhadi melihat Jokowi mungkin tak bisa memberikan jaminan. Namun, hal itu tidak bisa dianggap gagal. Sebab perlu tindakan lebih lanjut dan tidak bisa selesai dalam sekali pertemuan.
"Kalau kita lihat perjanjian Camp David antara Mesir dan Israel itu kan butuh waktu yang lama. Jadi menurut saya mungkin perlu waktu dan tindaklanjut diplomatic mission," ujarnya.
"Tidak ada perundingan perdamaian itu berjalan dalam waktu sekali tembak selesai. Jadi yang dituntut oleh Ukraina dan Rusia itu harus digodok supaya bisa ketemu," lanjutnya.