Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Martinus Ariya Seta
Dosen Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

Hobi membaca dan jalan-jalan. Saat ini sedang menempuh studi doktoral dalam bidang Pendidikan Agama di Julius Maximilians Universität Würzburg

Menggemakan Narasi Reparatif dari Korban Terorisme

Kompas.com - 05/07/2022, 06:12 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

KORBAN biasanya menjadi sasaran empati. Akan tetapi, ada juga para korban yang justru berempati kepada pelaku. Penulis sangat yakin tidak sedikit korban dengan kualifikasi semacam ini dan salah satunya adalah Karl Edmund Prier. Orang-orang memanggilnya Romo Prier. Dia adalah rohaniwan Katolik kelahiran Jerman yang memutuskan untuk menjadi warga negara Indonesia.

Romo Prier merupalan salah satu korban pada peristiwa penyerangan Gereja Santa Lidwina Bedog Sleman, Yogyakarta. Peristiwa ini terjadi pada 11 Februari 2018. Ketika itu, Romo Prier sedang memimpin perayaan ekaristi. Tiba-tiba, seorang pemuda masuk ke dalam gereja dan mengamuk sambil mengayunkan pedang.

Baca juga: Romo Prier, Korban Penyerangan Gereja Santa Lidwina Memaafkan Pelaku

Ketika banyak umat berlari berhamburan meninggalkan gereja, Romo Prier tetap berdiri di dekat meja altar.

"Saya tidak melarikan diri… Seorang gembala yang baik tidak akan meninggalkan dombanya,“ kata Romo Prier.

Dia tidak melarikan diri agar si pelaku mendekati dirinya sehingga umatnya tidak menjadi sasaran amukan. Pastor tua ini bernyali luar biasa.

Romor Prier sudah memafkan pelaku. Dia mengatakan, "Pelaku hanya korban dari sebuah ideologi yang keliru.“

Apakah sang pelaku menyesali perbuatannya? Inilah yang belum diketahui. Memaafkan tidak mensyaratkan sebuah penyesalan. Memaafkan adalah sebuah hadiah cuma-cuma, bukan hadiah bersyarat.

Sebagai komitmen pribadi, Romo Prier menolak menerima pemberian ganti rugi dari pemerintah terhadap dirinya sebagai korban aksi terorisme.

"Saya sudah memaafkan pelaku. Jadi, saya tidak mau menerima uang ganti rugi dari pemerintah,“ kata dia.

Humor sang korban

Karena terluka di kepala dan punggung, Romo Prier segera dilarikan ke rumah sakit dan menjalani operasi. Malam hari setelah kejadian, Sri Sultan Hamengkubuwono X mengunjungi Romo Prier di rumah sakit.

"Saya mohon maaf, terlambat mengamankan, meskipun sudah ada aparat kita,” kata Sri Sultan.

Permohonan maaf ini dibalas dengan ucapan yang tidak terduga. “Ini adalah kesalahan saya karena saya tidak melarikan diri,” ucap Romo Prier.

Inilah humor dari korban yang menertawakan dirinya sendiri. Menertawakan kemalangan korban adalah sebuah kekurangajaran. Akan tetapi, ketika korban menertawakan dirinya sendiri, ini adalah humor kelas premium.

Sampai sekarang, ada satu hal yang membuat Romo Prier penasaran. Dia berharap untuk bertemu dengan pelaku dan bertanya.

"Saya hanya ingin bertanya apa yang dia pikirkan sesaat sebelum melukai saya,“ ucap Romo Prier. Dia masih mengingat sorot mata pelaku yang memancarkan keragu-raguan. Inilah yang menimbulkan rasa penasaran sampai sekarang.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com