Harapan penulis buku Identitas Arab itu Ilusi sepertinya tidak mudah. Nostalgia optimis itu wajar. Bukan karena keturuan Arab tidak mau berubah, tetapi identitas kearabanya tidak sepenuhnya bisa dikendalikan di era digital sekarang.
Budaya makian cebong dan kadal gurun tidak mudah disembuhkan. Algoritma medsos telah mengendalikan hampir secara penuh. Masyarakat memiliki sedikit peluang untuk bermain secara fair.
Masyarakat sebenarnya mungkin tidak ingin terbelah, tapi membelah diri secara sukarela, karena keterikatanya pada medsos itu sendiri begitu tinggi.
Politik identitas berjalan dan difasilitasi oleh teknologi digital. Oposisi biner telah memproduksi budaya rasisme dan radikalisme. Kebebasan bergerak manusia dibatasi oleh fasilitas yang tersedia yang begitu ramah dan mengikat (user friendly).
Sebuah sikap pilihan di tengah secara hakiki tidak akan dibiarkan naik panggung. Karena jika dibuka, maka drama konflik menjadi tiada. Tanpa konflik, industri mendsos tidak akan bertahan.
Selanjutnya wacana kearaban, keislaman, keindonesiaan transformasinya berjalan tidak alamiah, karena dalam situasi kebebasan yang terteror dan dikendalikan.
Aspirasi dan kebutuhan ekonomi para pihak yang berkonflik bahkan difasilitasi dan dikendalikan oleh pemilik industri digital.
Bahasa Arab sebagai bahasa objektif, yang berisi konten berbobot yang ditawarkan penulis masih di luar area permainan. Karena permainan medsos hidup dari situasi perkawinan post truth dan politik identitas.
Rasionalitas sejati tidak akan bisa mencari jutaan subscriber dan viewer. Sisi banalitas, kekasaran, rasisme, caci maki bersama dengan rasionalitas, empati, penghormatan memang akan terus diwadahi.
Tapi ingat, budaya post truth akan dimenangkan seolah alami. Truth akan dikalahkan, karena di situlah kekuasaan tersembunyi bersarang (kekuataan industri digital).
Meski demikian tidak boleh pesimis. Lawan dari digital adalah konvensional. Pertemuan-pertemuan antarwarga dengan tatap muka menjadi opsi simpel dan solutif.
Matikan HP sejenak, berkunjunglah kepada sesama para pihak-warga yang terbelah. Bicara dari hati ke hati, mulai membangun bisnis bersama, dan tidak menggantungkan penghidupan dari Twitter war, Youtube war, dan Facebook war.
Barangkali tantangan bagi penulis buku Identitas Arab itu Ilusi tidak hanya berhenti menemukan bahasa Arab sebagai formasi pembentuk utama identitas Arab yang harus terus diupayakan menjadi ilmu yang solid dan empatik.
Tetapi permainan bahasa algoritma, ekspansi Biologi-Kimia yang menjadi ciri industri 4.0 harus direspons dengan penemuan sebuah sistem software yang sistemik dan terstruktur sehingga bisa menundukkan oposisi benar yang dominatif.
Selain itu, tentu baik kadrun dan cebong sebagai korban sisa pemilu, sama-sama perlu mendewasakan dirinya masing-masing, membuat konten diskursus publiknya lebih bermutu, berilmu dan rasional.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.