Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jaya Suprana
Pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan

Penulis adalah pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan.

Bangsa Indonesia Bukan Bangsa Rasis

Kompas.com - 18/05/2022, 05:45 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

TAK terasa waktu telah berlalu sejak 13 Mei 1998 bangsa Indonesia mengalami musibah nahas yang disebut sebagai Tragedi Mei 1998.

Kebetulan saya berada di Jakarta pada saat malapetaka itu terjadi.

Saya menjadi saksi hidup yang secara lahir dan batin serta jiwa dan raga langsung menderita kecemasan dan ketakutan pada masa para huruharawan membakar Jakarta sehingga menjadi lautan api.

Saya sungguh prihatin maka ikut berduka atas derita para sesama warga Indonesia dengan sanak keluarga jatuh sebagai korban Tragedi Mei 1998 yang sempat melumpuhkan segenap sendi kehidupan ibu kota Indonesia.

Jelas bahwa kekerasan yang dilakukan oleh sesama manusia terhadap sesama manusia tidak dapat dibenarkan dengan alasan apa pun.

Namun sungguh disayangkan bahwa Tragedi Mei 1998 dimanfaatkan oleh pers asing untuk berkarya mashab bad news is good news dengan pemberitaan yang keji menstigmasisasi bangsa Indonesia sebagai bangsa rasis.

Sebagai seorang insan warga Indonesia yang kebetulan kerap disebut sebagai non-pribumi, kerap digolongkan sebagai minoritas ras dan agama di Indonesia, saya tegas menolak stigmasisasi bangsa Indonesia sebagai bangsa rasis.

Fakta bahwa saya selamat dari angkara murka Mei 1998 justru akibat diselamatkan oleh para warga yang beda etnis dari diri saya, merupakan bukti utama bahwa bangsa Indonesia bukan
bangsa rasis.

Saya berhasil menyelamatkan dua keponakan perempuan saya ke bandara Soekarno-Hatta untuk mengejar pesawat terbang terakhir dari Jakarta ke Semarang juga berkat pertolongan teman-teman yang digolongkan sebagai pribumi.

Pasca-tragedi Mei 1998, saya diungsikan dengan mobil dari Jakarta ke Semarang juga oleh dua teman saya yang Jawa dan Batak.

Mustahil para warga yang disebut pribumi berbaik hati berkenan menyelamatkan saya dan dua keponakan saya yang disebut non-pribumi dari malapetaka Mei 1998 jika bangsa Indonesia adalah bangsa rasis.

Cucu seorang teman yang kebetulan juga non-pribumi diselamatkan oleh dua karyawati penjaga ruko yang kebetulan pribumi sebelum toko milik teman tersebut dijarah lalu dibakar oleh para huruharawan.

Pada saat mengerikan itulah kedua karyawati ruko tewas sebab gagal menyelamatkan diri dari kobaran api yang menghanguskan ruko setelah kedua almarhumah berhasil menyelamatkan cucu pemilik ruko nahas tersebut.

Kisah pengorbanan serta kepahlawan nyata dua karyawati ruko tersebut merupakan fakta tak terbantahkan yang membuktikan bahwa bangsa Indonesia bukan bangsa rasis.

Memang tragedi Mei 1998 layak senantiasa dikenang sebagai suatu peristiwa yang tercatat dengan tinta air mata dan darah pada lembaran hitam sejarah bangsa Indonesia agar jangan sampai tragedi yang sama kembali menimpa bangsa Indonesia.

Namun sebaiknya kita mengenang Tragedi Mei 1998 bukan dengan tuduhan bahwa bangsa Indonesia bangsa rasis yang jelas mudarat memecah-belah bangsa secara SARA.

Sebaiknya kita mengenang tragedi Mei 1998 dengan semangat Bhinneka Tunggal Ika demi mempersatukan bangsa Indonesia tanpa diskriminasi SARA sesuai makna adiluhur yang terkandung pada sila ke tiga sebagai poros Pancasila, yaitu Persatuan Indonesia. MERDEKA!

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Jadwal Timnas Indonesia di Semifinal Piala Asia U23: Senin 29 April 2024 Pukul 21.00 WIB

Jadwal Timnas Indonesia di Semifinal Piala Asia U23: Senin 29 April 2024 Pukul 21.00 WIB

Tren
Duduk Perkara Kemenkop-UKM Imbau Warung Madura Tak Buka 24 Jam

Duduk Perkara Kemenkop-UKM Imbau Warung Madura Tak Buka 24 Jam

Tren
Benarkah Pengobatan Gigitan Ular Peliharaan Tak Ditanggung BPJS Kesehatan?

Benarkah Pengobatan Gigitan Ular Peliharaan Tak Ditanggung BPJS Kesehatan?

Tren
Arkeolog Temukan Buah Ceri yang Tersimpan Utuh Dalam Botol Kaca Selama 250 Tahun

Arkeolog Temukan Buah Ceri yang Tersimpan Utuh Dalam Botol Kaca Selama 250 Tahun

Tren
Beroperasi Mulai 1 Mei 2024, KA Lodaya Gunakan Rangkaian Ekonomi New Generation Stainless Steel

Beroperasi Mulai 1 Mei 2024, KA Lodaya Gunakan Rangkaian Ekonomi New Generation Stainless Steel

Tren
Pindah Haluan, Surya Paloh Buka-bukaan Alasan Dukung Prabowo-Gibran

Pindah Haluan, Surya Paloh Buka-bukaan Alasan Dukung Prabowo-Gibran

Tren
3 Skenario Timnas Indonesia U23 Bisa Lolos ke Olimpiade Paris

3 Skenario Timnas Indonesia U23 Bisa Lolos ke Olimpiade Paris

Tren
Hak Angket Masih Disuarakan Usai Putusan MK, Apa Dampaknya untuk Hasil Pilpres?

Hak Angket Masih Disuarakan Usai Putusan MK, Apa Dampaknya untuk Hasil Pilpres?

Tren
Daftar Cagub DKI Jakarta yang Berpotensi Diusung PDI-P, Ada Ahok dan Tri Rismaharini

Daftar Cagub DKI Jakarta yang Berpotensi Diusung PDI-P, Ada Ahok dan Tri Rismaharini

Tren
'Saya Bisa Bawa Kalian ke Final, Jadi Percayalah dan Ikuti Saya... '

"Saya Bisa Bawa Kalian ke Final, Jadi Percayalah dan Ikuti Saya... "

Tren
Thailand Alami Gelombang Panas, Akankah Terjadi di Indonesia?

Thailand Alami Gelombang Panas, Akankah Terjadi di Indonesia?

Tren
Sehari 100 Kali Telepon Pacarnya, Remaja Ini Didiagnosis “Love Brain'

Sehari 100 Kali Telepon Pacarnya, Remaja Ini Didiagnosis “Love Brain"

Tren
Warganet Sebut Ramadhan Tahun 2030 Bisa Terjadi 2 Kali, Ini Kata BRIN

Warganet Sebut Ramadhan Tahun 2030 Bisa Terjadi 2 Kali, Ini Kata BRIN

Tren
Lampung Dicap Tak Aman karena Rawan Begal, Polda: Aman Terkendali

Lampung Dicap Tak Aman karena Rawan Begal, Polda: Aman Terkendali

Tren
Diskon Tiket KAI Khusus 15 Kampus, Bisakah untuk Mahasiswa Aktif?

Diskon Tiket KAI Khusus 15 Kampus, Bisakah untuk Mahasiswa Aktif?

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com