Pada 1 Desember 2021 di Jakarta, Presiden RI Joko Widodo membuka Presidensi G20 dengan agenda: (1) arsitektur kesehatan global yang inklusif dan tanggap krisis; (2) transformasi sosial-ekonomi berbasis digital; dan (3) transisi menuju sistem energi bersih berkelanjutan.
Maka kini tiba saatnya, Presidensi G20 Bali tahun 2020 dapat menelurkan program Pusat Big Data dan E-Health PPR G20 guna mencegah pandemi, wabah menular, atau epidemi di masa-masa datang.
Kita lihat, tahun 1980-2013, lebih dari 12.000 wabah menular telah melanda umat
manusia pada 219 negara (Smith et al., 2014), antara lain Zika, Ebola, Cholera, MERS, dan H1N1 yang berdampak dan/atau berisiko pandemik global (World Bank, 2008). Epidemik telah menelan kerugian miliar dollar AS.
Epidemik SARS memicu risiko anjlok PDB Tiongkok sekitar 0,5 persen (World Bank, 2008),
dan PDB global anjlok 40 miliar dollar AS (Lee J-W, et al., 2004). Wabah Ebola memicu kerugian sekitar 53 miliar dollar AS di Afrika Barat, akibat korban jiwa dan dampak ekonomi (Fan VY, et al., 2015; Huber, et al., 2018); begitu pula, wabah H1N1 memicu kerugian global sekitar 45-55 miliar dollar AS (Olga Jonas, 2018).
Namun, perlindungan privasi, hak-hak warga-negara, keamanan dan surveilens menjadi isu penting dalam tata-kelola Big Data dan E-Health setiap Negara. Karena koleksi data melalui Big Data berisiko menerabas privasi dan hak-hak warga-negara (McQuillan, 2015). Misalnya, data-base skala besar warga-negara berisiko dicuri dan amalgamasi data warga-negara secara online juga berisiko terhadap keamanan masyarakat.
Apalagi data-data pribadi mudah dikenal dari data visual, audio, hingga gambar sebagai data biometrik warga negara (Gates, 2011). Bagaimana data ini dapat diakses dan disalahgunakan kini menjadi isu penting Big Data (R. T. Ford, 2000).
Karena sistem surveilens berbasis teknologi algoritma Big Data dapat mengenali dan mengelompokan masyarakat yang berisiko terhadap privasi, keamanan masyarakat, dan negara.
Di sisi lain, program Big Data PPR dapat menjadi bagian dari pembangunan kota-kota cerdas (smart cities) yang dilengkapi dengan teknologi sensor lingkungan dari Big Data (Howard, 2015; O’Reilly, 2013). Kehidupan dan lingkungan perkotaan dapat tetap terpantau melalui teknologi Big Data.
Teknologi mobile dan media sosial menghasilkan banyak data berbasis lokasi di suatu negara. Sebagian besar data ini dapat dihasilkan dan dianalisis real-time; data spasial dan waktu masyarakat kota dan lingkungannya menyediakan surveilens. IoT berisi sistem kontrol iklim, cepis-cepis fisik, dan otomobile yang dapat tersambung ke jaringan Internet yang menghasilkan banyak data (Bessis & Dobre, 2014; Greengard, 2015).
Karena itu, Presidensi G20 Bali dapat menelurkan Big Data dan E-Health PPR dengan sistem quintuple helix nexus yang melibatkan unsur-unsur inti dari suatu negara yakni rakyat (kedaulatan rakyat) dan alam (tanah, air, pohon atau hutan, dan gas). Model pembiayaannya bukan hanya pemerintah dan swasta, tetapi juga melibatkan partisipasi publik lebih luas.
Big Data dan E-Health PPR lebih memudahkan deteksi, koordinasi, dan operasi emergensi siap-siaga dan tanggap pandemik, dan lebih hemat biaya (costeffective) pada level nasional, kawasan, dan internasional.
Big Data dan E-Health PPR G20 perlu menerapkan prinsip atau nilai keadilan sosial, melindungi hak kemerdekaan tiap bangsa (kedaulatan), perikemanusiaan, dan perdamaian sesuai piagam PBB atau konstitusi WHO (1946) guna melahirkan suatu ketertiban dunia berupa sehat-lestari manusia (human-well being) dan sehat-lestari lingkungan (ecosystem well-being) pada tiap negara.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.