Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Alasan Pemerintah Akan Jadikan Sinovac sebagai Vaksin Booster

Kompas.com - 29/04/2022, 11:30 WIB
Rendika Ferri Kurniawan

Penulis

KOMPAS.com - Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan (Kemenkes) akan menjadikan vaksin Covid-19 Sinovac sebagai salah satu vaksin dosis lanjutan atau booster.

Dasar kebijakan sekaligus alasan menjadikan Sinovac sebagai vaksin dosis ketiga adalah adanya rekomendasi penyediaan vaksin halal dari Putusan Mahkamah Agung (MA).

Hal tersebut sebagaimana disampaikan Juru Bicara Vaksinasi COVID-19 Kemenkes dr. Siti Nadia Tarmizi, M.Epid. pada konferensi pers virtual di Jakarta, Senin (25/4) lalu.

Ia mengatakan, Kemenkes menghormati putusan Mahkamah Agung Nomor 31P/HUM/2022 atas rekomendasi untuk penyediaan vaksin halal dalam program vaksinasi nasional.

''Untuk itu masyarakat yang merasa nyaman untuk menggunakan vaksin Sinovac, kami membuka peluang vaksin tersebut untuk bisa digunakan juga sebagai vaksin booster,'' katanya, dikutip dari laman Kemenkes, Jumat (29/4/2022).

Sementara itu, mekanisme penggunaan vaksin Sinovac sebagai booster sudah mulai diberikan kepada sejumlah masyarakat.

"Sudah dilakukan secara bertahap," kata Nadia, dikutip dari Kompas.com, Rabu (27/4/2022).

Vaksin akan diberikan dalam 1 dosis penyuntikan. Sasarannya adalah masyarakat yang telah mendapat penyuntikan dosis pertama dan kedua dengan jenis yang sama, yakni Sinovac.

"Iya (untuk penyuntikan dosis pertama dan kedua Sinovac), sampai ada rekomendasi lanjut dari ITAGI dan BPOM," pungkas Nadia.

Baca juga: Daftar Vaksin Covid-19 yang Sudah Berlabel Halal MUI

Sebagaimana diketahui sebelumnya, pemerintah telah menyediakan enam regimen vaksin yang telah mendapatkan izin penggunaan darurat dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

Enam regimen tersebut, yakni vaksin Sinovac, AstraZeneca, Pfizer, Moderna, Janssen, dan Sinopharm.

 

Regimen vaksin ini didapatkan melalui berbagai macam skema, baik pembelian langsung, kerja sama bilateral dan multilateral, skema hibah, maupun COVAX Facility.

Pada saat kondisi darurat, Majelis Ulama Indonesia sudah memberikan rekomendasi fatwa halal untuk penggunaan beberapa jenis vaksin.

Begitu pula fatwa halal untuk vaksin Sinovac, yakni melalui fatwa MUI Nomor 2 Tahun 2021.

''Vaksin yang sudah beredar secara luas di Indonesia ini juga merupakan vaksin-vaksin yang banyak digunakan di negara muslim lainnya seperti Uni Emirat Arab, Arab Saudi, Suriah, Pakistan, Malaysia, Bangladesh, Iran, Mesir, Palestina, Kuwait, Maroko, dan Bahrain, dan terbukti juga di negara-negara muslim tersebut kasus COVID- 19 dapat terkendali hingga saat ini,'' ucap Nadia.

Baca juga: Kemenkes Pastikan Vaksin Sinovac Bisa Digunakan untuk Booster

Daftar vaksin yang sudah dinyatakan halal MUI

Sebelumnya, MA memenangkan Yayasan Konsumen Muslim Indonesia (YKMI) atas uji materi Pasal 2 Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 99 Tahun 2020 tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Covid-19.

Putusan MA tersebut memberikan konsekuensi kepada pemerintah untuk menyediakan vaksin Covid-19 yang halal bagi umat muslim.

Pasalnya hingga kini, belum banyak vaksin Covid-19 di Indonesia yang dinyatakan halal oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Ketua Bidang Fatwa MUI Asrorun Niam Sholeh mengatakan, sejauh ini, MUI telah mengeluarkan empat fatwa yang menyatakan kehalalan vaksin Covid-19.

"Fatwa MUI yang berkaitan vaksin Covid-19 yang sudah ditetapkan, Fatwa Nomor 2 Tahun 2021 halal, Fatwa Nomor 53 Tahun 2021 halal, Fatwa Nomor 8 Tahun 2022 halal, Fatwa Nomor 9 Tahun 2022 halal," ujar Asrorun, dikutip dari Kompas.com, Sabtu (23/4/2022).

Empat vaksin yang dinyatakan kehalalannya, yakni Vaksin Sinovac, Zifivax, Merah Putih, dan Vaksin BIBP.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Benarkah Kucing Lebih Menyukai Manusia yang Tidak Menyukai Mereka?

Benarkah Kucing Lebih Menyukai Manusia yang Tidak Menyukai Mereka?

Tren
Banjir di Sulawesi Selatan, 14 Orang Meninggal dan Ribuan Korban Mengungsi

Banjir di Sulawesi Selatan, 14 Orang Meninggal dan Ribuan Korban Mengungsi

Tren
Buah-buahan yang Aman Dikonsumsi Anjing Peliharaan, Apa Saja?

Buah-buahan yang Aman Dikonsumsi Anjing Peliharaan, Apa Saja?

Tren
BPOM Rilis Daftar Suplemen dan Obat Tradisional Mengandung Bahan Berbahaya, Ini Rinciannya

BPOM Rilis Daftar Suplemen dan Obat Tradisional Mengandung Bahan Berbahaya, Ini Rinciannya

Tren
Arkeolog Temukan Vila Kaisar Pertama Romawi, Terkubur di Bawah Abu Vulkanik Vesuvius

Arkeolog Temukan Vila Kaisar Pertama Romawi, Terkubur di Bawah Abu Vulkanik Vesuvius

Tren
Kapan Seseorang Perlu ke Psikiater? Kenali Tanda-tandanya Berikut Ini

Kapan Seseorang Perlu ke Psikiater? Kenali Tanda-tandanya Berikut Ini

Tren
Suhu Panas Melanda Indonesia, 20 Wilayah Ini Masih Berpotensi Diguyur Hujan Sedang-Lebat

Suhu Panas Melanda Indonesia, 20 Wilayah Ini Masih Berpotensi Diguyur Hujan Sedang-Lebat

Tren
Apa Beda KIP Kuliah dengan Beasiswa pada Umumnya?

Apa Beda KIP Kuliah dengan Beasiswa pada Umumnya?

Tren
Kisah Bocah 6 Tahun Meninggal Usai Dipaksa Ayahnya Berlari di Treadmill karena Terlalu Gemuk

Kisah Bocah 6 Tahun Meninggal Usai Dipaksa Ayahnya Berlari di Treadmill karena Terlalu Gemuk

Tren
ASN Bisa Ikut Pelatihan Prakerja untuk Tingkatkan Kemampuan, Ini Caranya

ASN Bisa Ikut Pelatihan Prakerja untuk Tingkatkan Kemampuan, Ini Caranya

Tren
Arkeolog Temukan Kota Hilang Berusia 8.000 Tahun, Terendam di Dasar Selat Inggris

Arkeolog Temukan Kota Hilang Berusia 8.000 Tahun, Terendam di Dasar Selat Inggris

Tren
Daftar Harga Sembako per Awal Mei 2024, Beras Terendah di Jawa Tengah

Daftar Harga Sembako per Awal Mei 2024, Beras Terendah di Jawa Tengah

Tren
Menakar Peluang Timnas Indonesia Vs Guinea Lolos ke Olimpiade Paris

Menakar Peluang Timnas Indonesia Vs Guinea Lolos ke Olimpiade Paris

Tren
Berapa Suhu Tertinggi di Asia Selama Gelombang Panas Terjadi?

Berapa Suhu Tertinggi di Asia Selama Gelombang Panas Terjadi?

Tren
Menyusuri Ekspedisi Arktik 1845 yang Nahas dan Berujung Kanibalisme

Menyusuri Ekspedisi Arktik 1845 yang Nahas dan Berujung Kanibalisme

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com