Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hari Kartini 21 April: Sejarah dan Kumpulan Link Twibbon Hari Kartini

Kompas.com - 21/04/2022, 05:55 WIB
Alinda Hardiantoro,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

 

KOMPAS.com - Tanggal 21 April diperingati sebagai Hari Kartini sesuai dengan tanggal kelahiran Pahlawan Kemerdekaan Indonesia, Raden Ajeng (RA) Kartini.

RA Kartini merupakan perempuan asal Jepara yang lahir pada 21 April 1879. Ia dikenal gigih dalam memperjuangkan emansipasi perempuan melalui surat-surat yang ditulisnya.

Buah pemikirannya itu kian meluas ketika RA Kartini gemar berkirim surat dengan kawannya di berbagai penjuru dunia.

Di kemudian hari, surat-surat itu dikumpulkan dan diberi judul Door Duisternis tot Licht atau Dari Kegelapan menuju Cahaya.

Pada 1922, tulisan RA Kartini diterbitkan menjadi buku kumpulan surat Kartini, Habis Gelap Terbitlah Terang: Boeh Pikiran, oleh Balai Pustaka.

Baca juga: Selain Kartini, Ini 7 Pahlawan Perempuan Indonesia yang Berjuang untuk Kemerdekaan

Sejarah Hari Kartini

Peringatan Hari Kartini berawal dari dikeluarkannya Keputusan Presiden RI No. 108 Tahun 1964 pada 2 Mei 1964.

Kepres di masa Presiden Soekarno itu sekaligus menetapkan RA Kartini sebagai Pahlawan Kemerdekaan Indonesia.

Dikutip oleh Kompas.com, Kartini merupakan putri tertua dari keturunan keluarga ningrat Jawa atau lebih dikenal sebagai bangsawan atau priyayi.

Ayah RA Kartini merupakan Raden Mas Sosriningrat yang saat itu menjabat sebagai Bupati Jepara. Sementara Ibunya yang bernama M.A. Ngasirah merupakan putri dari seorang guru agama di Teluwakur, Jepara.

Keluarga RA Kartini dikenal sebagai keluarga yang cerdas. Kakeknya bernama Pangeran Ario Tjondronegoro IV adalah sosok cerdas yang diangkat menjadi bupati di usia 25 tahun.

Baca juga: Hari Kartini, KAI Bagikan Bunga dan Bingkisan untuk Penumpang Perempuan

Emansipasi perempuan

Dari buah pemikiran RA Kartini inilah, lahir yang namanya emansipasi perempuan. Ia aktif menyuarakan hak-hak perempuan yang saat itu terkungkung oleh norma dan budaya patriarki.

Budaya patriariki menormalisasi seorang perempuan yang hanya berperan pasif dalam kehidupan.

Dikutip dari Kompas.com, Pengamat Sejarah Edy Tegoeh Joelijanto mengatakan, RA Kartini ingin menunjukkan bahwa perempuan tidak hanya 'konco wingking'.

Artinya, perempuan memiliki peran yang lebih dalam hal kehidupan berbangsa dan bernegara, terutama di bidang pendidikan.

"Perempuan juga bisa menentukan pilihan hidup, tak harus atas paksaan orantua dan perempuan juga bisa sekolah setinggi-tingginya," kata Edy.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com