Oleh: Alifia Riski Monika dan Fandhi Gautama
KOMPAS.com - Masih jelas teringat momen ketika Indonesia digemparkan oleh aksi garuda muda pada gelaran Piala AFF 2020. Aksi skuad Timnas Indonesia, dibawah asuhan Shin Tae-yong, begitu ciamik dipertontonkan di depan jutaan pasang mata.
Meski harus menjadi runner up Piala AFF untuk keenam kalinya, pasukan tim merah putih berhasil menunjukkan kemampuan luar biasa dalam setiap pertandingan. Bahkan pelatih klub Thailand, Seksan Siripong memprediksi skuad timnas Indonesia akan menjadi tim yang mengerikan di masa depan.
Namun sepak bola Indonesia masih harus terus berbenah, terlebih dalam peningkatan kualitas liga domestik. Kenyataan pahit tentang masih adanya lingkaran mafia dalam Liga Indonesia, sepertinya sudah tak asing kita dengar.
Aiman Witjaksono dalam siniarnya bertajuk “Kasus Tak Berujung Mafia Bola” mengulik lebih jelas keberadaan mafia bola yang mencederai sepak bola dan menghilangkan pesan sportivitas dalam pertandingan.
Pada 2016, Aiman sudah mendalami kasus ini dan mewawancarai langsung mafia pengatur skor pertandingan Liga 1 Indonesia.
Mafia bola bertugas untuk melakukan pengaturan skor (Match Fixing), dengan tujuan judi. Bandar maupun petaruh di dunia judi akan mengatur hasil pertandingan untuk mendapatkan keuntungan dari sekelompok orang tertentu.
Ketua umum PSSI, Mochammad Iriawan atau akrab disapa Irwan Bule, mengakui jika match fixing benar terjadi dalam liga sepak bola Indonesia.
Aiman dalam investigasinya menemui informan asal Jawa Timur yang mengungkap adanya campur tangan judi Internasional online dalam lingkaran match fixing liga Indonesia.
Baca juga: Teknik Membebaskan Diri dari Lawan dalam Permainan Sepak Bola
Tiongkok, India, Singapura, dan Thailand merupakan deretan negara yang turut campur tangan dalam praktek ini. Menurut sang informan, ada 75 persen tim liga Indonesia yang sudah tercemar akibat aksi haram pengaturan skor tersebut.
Uang yang dihasilkan oleh seorang runner atau pengatur skor sekitar 50 juta rupiah per satu pertandingan. Alurnya, bandar judi terlebih dahulu memberikan uang muka kepada runner.
Bandar judi memberikan 3 miliar rupiah untuk setiap klub yang mau bekerja sama dengannya. Dengan catatan, potensi kemenangan klub tersebut hanya bandar judi tersebut yang tahu.
Rochi Putiray, seorang mantan pesepakbola Timnas Indonesia juga mengakui dahulu dirinya pernah ditawarkan sejumlah uang agar tidak mencetak gol. Tak tanggung-tanggung jumlah uang yang ditawarkan adalah 2 kali lipat dari gaji bulanannya. Dirinya langsung menolak tawaran tersebut dan melaporkannya pada manajemen tim.
Penangkapan Bambang Suryo pada 9 Maret 2022 kemarin menambah rentetan catatan gelap kasus pengaturan skor sepak bola Indonesia. Dirinya ditangkap dan dinyatakan sebagai tersangka atas kasus pengaturan skor Liga 3 Jawa Timur.
Menyadur kompas.tv, dirinya bersama 3 orang lainnya terlibat dalam kasus pengaturan skor di sejumlah pertandingan Liga Jatim. Di antaranya adalah pertandingan Gresik Putra Paranane FC kontra Persema Malang.
Tersangka menjanjikan yang Rp70 juta agar Persema FC mengalah dengan skor 1-0 di babak pertama. Berdasarkan hasil pemeriksaan, tersangka terbukti terlibat kasus suap untuk pengaturan skor dan dijerat Pasal 2 UU Nomor 11 Tahun 1980 tentang Tindak Pidana Suap juncto pasal 55 KUHP.