Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terdakwa Korupsi Senilai Rp 27 Miliar Divonis Lepas, Bagaimana Bisa?

Kompas.com - 27/03/2022, 14:00 WIB
Nur Fitriatus Shalihah,
Inten Esti Pratiwi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Baru-baru ini ramai tentang terdakwa kasus korupsi yang divonis lepas.

Diberitakan Kompas.tv, 24 Maret 2022, salah seorang terdakwa kasus korupsi pengadaan benih jagung varietas hibrida III senilai Rp 27 miliar dilepaskan dari segala tuntutan hukum (Ontslag Van Rechtsvervolging).

"Melepaskan terdakwa Aryanto Prametu dari segala tuntutan hukum," demikian disebutkan dalam amar putusan banding Direktur PT Sinta Agro Mandiri (SAM) Aryanto Prametu.

Hakim dalam putusan lepas tersebut mempertimbangkan bahwa terdakwa Aryanto Prametu terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan perbuatan sebagaimana dalam dakwaan primair, tetapi tidak dapat dijatuhi pidana karena perbuatan tersebut termasuk pelanggaran administrasi.

Tak hanya itu, bahkan terdakwa Aryanto Prametu berhak mendapat pemulihan, baik dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya.

Bagaimana tanggapan pengamat?

Baca juga: Saat Seorang Ibu di Bengkulu Menangis Terharu Usai Dengar Vonis Bebas Anaknya...

Tanggapan pakar politik

Pakar politik sekaligus pendiri Lingkar Madani Ray Rangkuti menanggapi sejak revisi Undang-Undang KPK, upaya pemberantasan korupsi menuju pelemahan. Termasuk kasus yang terjadi pada terdakwa Aryanto Prametu.

Dimulai dengan tuntutan yang minimal, putusan yang biasa saja lalu kandas atau diringankan di tingkat banding.

"Tak perlu banyak argumen filosofis dan rasional untuk membebaskan atau meringankan hukuman para koruptor. Cari saja yang seadanya, hal itu bisa jadi dasar meringankan hukuman. Dari masih punya tanggungan, berprestasi di masa menjabat dan sebagainya. Banyak argumen baru yang tidak membutuhkan akal kita mencernanya selain membuat kita tertawa," ujar Ray pada Kompas.com, Minggu (27/3/2022).

Lanjutnya, pemberantasan korupsi bukanlah soal aturan semata. Tapi juga soal semangat, soal keinginan, dan soal kesadaran betapa penting mengelola pemerintahan yang bersih.

Menurut Ray, Indonesia telah kehilangan hal tersebut. Aturan dinilai lembek dan institusi pemberantasan korupsi terkekang.

"Eksekutif kehilangan semangat dan kehendak untuk terus memompa pemerintahan yang bersih. Sementara yudikatif kehilangan semangat penjaga moral dan keadilan bangsa. Klop sudah," imbuh Ray.

Baca juga: Berkas Perkara Korupsi Dilimpahkan ke Pengadilan, 2 Eks Pejabat Bea Cukai Bandara Soetta Segera Diadili

Efeknya, kata Ray, boleh jadi penangkapan koruptor terus berlangsung, tapi mereka punya potensi bebas atau mendapat hukuman ringan.

Dia mengamati pada periode kedua pemerintahan Presiden Jokowi, belum pernah ada pidato soal pemerintahan bersih, kecuali pada acara-acara seremonial yang menghajatkan dia pidato soal korupsi.

Di lembaga yudikatif juga demikian. Menurutnya tidak ada lagi hakim yang punya kepedulian pada pemberantasan korupsi.

Pada saat yang bersamaan, komisi negara pengawasan yudikatif juga kurang optimal dalam hal melakukan pemantauan atas situasi ini.

"Hingga sampai sekarang, kita belum mendengar upaya dan langkah yang jelas dan tegas dari lembaga seperti komisi yudisial atau kejaksaan. Dari berbagai kasus peringanan hukum koruptor, belum jua terdengar ada hakim yang dipanggil oleh komisi yudisial," tutur Ray.

Dia menambahkan, semua berjalan seperti tidak terjadi sesuatu yang mengerikan dalam penegakan hukum dan pemberantasan korupsi.

"Saya kira kita tidak bisa berharap banyak akan ada terobosan pemberantasan korupsi di periode kedua Pak Jokowi ini. Jika perhatian Pak Jokowi semata terpusat pada infrastruktur, maka besar kemungkinan kita akan kehilangan kesempatan untuk meningkatkan kualitas pemberantasan korupsi," kata Ray.

Meski begitu, menurut Ray masih ada satu harapan, yakni saat kampanye pemilu 2024. Menurutnya isu korupsi harus dinaikkan sebagai salah satu isu prinsip bagi calon presiden.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

[POPULER TREN] Kronologi dan Motif Suami Mutilasi Istri di Ciamis | Peluang Indonesia vs Guinea

[POPULER TREN] Kronologi dan Motif Suami Mutilasi Istri di Ciamis | Peluang Indonesia vs Guinea

Tren
5 Kasus Pembunuhan Mutilasi yang Jadi Sorotan Dunia

5 Kasus Pembunuhan Mutilasi yang Jadi Sorotan Dunia

Tren
Daftar Terbaru Kereta Ekonomi New Generation dan Stainless Steel New Generation, Terbaru KA Lodaya

Daftar Terbaru Kereta Ekonomi New Generation dan Stainless Steel New Generation, Terbaru KA Lodaya

Tren
Daftar Sekolah Kedinasan yang Buka Pendaftaran pada Mei 2024, Lulus Bisa Jadi PNS

Daftar Sekolah Kedinasan yang Buka Pendaftaran pada Mei 2024, Lulus Bisa Jadi PNS

Tren
Sering Dikira Sama, Apa Perbedaan Psikolog dan Psikiater?

Sering Dikira Sama, Apa Perbedaan Psikolog dan Psikiater?

Tren
Benarkah Kucing Lebih Menyukai Manusia yang Tidak Menyukai Mereka?

Benarkah Kucing Lebih Menyukai Manusia yang Tidak Menyukai Mereka?

Tren
Banjir di Sulawesi Selatan, 14 Orang Meninggal dan Ribuan Korban Mengungsi

Banjir di Sulawesi Selatan, 14 Orang Meninggal dan Ribuan Korban Mengungsi

Tren
Buah-buahan yang Aman Dikonsumsi Anjing Peliharaan, Apa Saja?

Buah-buahan yang Aman Dikonsumsi Anjing Peliharaan, Apa Saja?

Tren
BPOM Rilis Daftar Suplemen dan Obat Tradisional Mengandung Bahan Berbahaya, Ini Rinciannya

BPOM Rilis Daftar Suplemen dan Obat Tradisional Mengandung Bahan Berbahaya, Ini Rinciannya

Tren
Arkeolog Temukan Vila Kaisar Pertama Romawi, Terkubur di Bawah Abu Vulkanik Vesuvius

Arkeolog Temukan Vila Kaisar Pertama Romawi, Terkubur di Bawah Abu Vulkanik Vesuvius

Tren
Kapan Seseorang Perlu ke Psikiater? Kenali Tanda-tandanya Berikut Ini

Kapan Seseorang Perlu ke Psikiater? Kenali Tanda-tandanya Berikut Ini

Tren
Suhu Panas Melanda Indonesia, 20 Wilayah Ini Masih Berpotensi Diguyur Hujan Sedang-Lebat

Suhu Panas Melanda Indonesia, 20 Wilayah Ini Masih Berpotensi Diguyur Hujan Sedang-Lebat

Tren
Apa Beda KIP Kuliah dengan Beasiswa pada Umumnya?

Apa Beda KIP Kuliah dengan Beasiswa pada Umumnya?

Tren
Kisah Bocah 6 Tahun Meninggal Usai Dipaksa Ayahnya Berlari di Treadmill karena Terlalu Gemuk

Kisah Bocah 6 Tahun Meninggal Usai Dipaksa Ayahnya Berlari di Treadmill karena Terlalu Gemuk

Tren
ASN Bisa Ikut Pelatihan Prakerja untuk Tingkatkan Kemampuan, Ini Caranya

ASN Bisa Ikut Pelatihan Prakerja untuk Tingkatkan Kemampuan, Ini Caranya

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com