Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jaya Suprana
Pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan

Penulis adalah pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan.

Reruntuhan My Son sebagai Monumen Anti-perang

Kompas.com - 17/03/2022, 14:36 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Hanya yang belum pernah mengalaminya yang senang perang. (Desiderius Erasmus)

PADA bulan Mei 2020 tersiar berita yang sebenarnya cukup penting bagi para pemerhati warisan kebudayaan dunia, namun sayang ditenggelamkan oleh gelombang berita kemaharajalelaan pagebluk Corona.

Berita tersebut adalah tentang para arkeolog India dan Vietnam berhasil menemukan sebuah prasasti monolitik terbuat dari batu pasir yang diduga berusia sekitar 1100 tahun, berarti dibuat pada sekitar abad X di kawasan kelompok candi My Son di tengah rimba belantara dekat kota Hoi An, Vietnam masa kini.

Kondisi candi-candi My Son ketika saya berkunjung ke sana pada awal abad XXI sungguh sangat memprihatinkan.

Mayoritas para candi My Son dalam kondisi hancur lebur berantakan sebagai sekadar cerai-berai reruntuhan puing-puing akibat dibombardir bom napalm oleh pesawat tempur Amerika Serikat yang ingin menaklukkan kaum Vietcong bergerilya di hutan belantara kawasan My Son.

Candi-candi My Son yang diduga mulai dibangun secara bertahap dengan susah-payah sejak sekitar abad IV sebenarnya memiliki makna sejarah kebudayaan setara candi-candi Dieng, Gedung Songo dan Prambanan di pulau Jawa.

Namun akibat perang Vietnam dan Amerika Serikat selama dua daswarsa sejak 1955 sampai dengan 1975, maka kondisi para candi Hindu di Vietnam mengalami kerusakan jauh lebih parah ketimbang candi-candi Hindu di Indonesia.

Candi-candi legendaris di kawasan My Son didirikan oleh suku Champa yang beragama Hindu, sama halnya para pendiri candi Dieng, Gedung Songo dan Prambanan.

Akibat hancur dibumihanguskan bom Amerika Serikat, maka untuk sementara ini popularitas mau pun mutu estetikal sebagai destinasi wisata-budaya yang sudah diakui UNESCO sebagai warisan kebudayaan dunia, My Son jauh tertinggal dibanding dengan Angkor Wat dan Borobudur.

My Son merupakan fakta sejarah yang membuktikan agama Hindu merupakan penghubung peradaban antara negara-negara Asia Selatan dengan negara-negara Asia Tenggara sejak dahulu kala.

Reruntuhan My Son merupakan fakta tak terbantahkan bahwa angkara murka perang di samping ganas membinasakan manusia juga merusak alam sambil memusnahkan situs-situs warisan peradaban yang seharusnya bisa dihindarkan.

Apabila mereka yang dianggap sebagai para pemumpin bangsa tidak memaksa sesama manusia saling membunuh sesama manusia termasuk anak-anak yang sama sekali tidak berdosa kecuali dilahirkan di bumi yang dilanda malapetaka perang atas kehendak para pemimpin bangsa.

Reruntuhan candi-candi My Son merupakan monumen peradaban demi mengingatkan umat manusia jangan sampai mengulang angkara murka kebiadaban masa lalu di masa depan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

5 Kasus Pembunuhan Mutilasi yang Jadi Sorotan Dunia

5 Kasus Pembunuhan Mutilasi yang Jadi Sorotan Dunia

Tren
Daftar Terbaru Kereta Ekonomi New Generation dan Stainless Steel New Generation, Terbaru KA Lodaya

Daftar Terbaru Kereta Ekonomi New Generation dan Stainless Steel New Generation, Terbaru KA Lodaya

Tren
Daftar Sekolah Kedinasan yang Buka Pendaftaran pada Mei 2024, Lulus Bisa Jadi PNS

Daftar Sekolah Kedinasan yang Buka Pendaftaran pada Mei 2024, Lulus Bisa Jadi PNS

Tren
Sering Dikira Sama, Apa Perbedaan Psikolog dan Psikiater?

Sering Dikira Sama, Apa Perbedaan Psikolog dan Psikiater?

Tren
Benarkah Kucing Lebih Menyukai Manusia yang Tidak Menyukai Mereka?

Benarkah Kucing Lebih Menyukai Manusia yang Tidak Menyukai Mereka?

Tren
Banjir di Sulawesi Selatan, 14 Orang Meninggal dan Ribuan Korban Mengungsi

Banjir di Sulawesi Selatan, 14 Orang Meninggal dan Ribuan Korban Mengungsi

Tren
Buah-buahan yang Aman Dikonsumsi Anjing Peliharaan, Apa Saja?

Buah-buahan yang Aman Dikonsumsi Anjing Peliharaan, Apa Saja?

Tren
BPOM Rilis Daftar Suplemen dan Obat Tradisional Mengandung Bahan Berbahaya, Ini Rinciannya

BPOM Rilis Daftar Suplemen dan Obat Tradisional Mengandung Bahan Berbahaya, Ini Rinciannya

Tren
Arkeolog Temukan Vila Kaisar Pertama Romawi, Terkubur di Bawah Abu Vulkanik Vesuvius

Arkeolog Temukan Vila Kaisar Pertama Romawi, Terkubur di Bawah Abu Vulkanik Vesuvius

Tren
Kapan Seseorang Perlu ke Psikiater? Kenali Tanda-tandanya Berikut Ini

Kapan Seseorang Perlu ke Psikiater? Kenali Tanda-tandanya Berikut Ini

Tren
Suhu Panas Melanda Indonesia, 20 Wilayah Ini Masih Berpotensi Diguyur Hujan Sedang-Lebat

Suhu Panas Melanda Indonesia, 20 Wilayah Ini Masih Berpotensi Diguyur Hujan Sedang-Lebat

Tren
Apa Beda KIP Kuliah dengan Beasiswa pada Umumnya?

Apa Beda KIP Kuliah dengan Beasiswa pada Umumnya?

Tren
Kisah Bocah 6 Tahun Meninggal Usai Dipaksa Ayahnya Berlari di Treadmill karena Terlalu Gemuk

Kisah Bocah 6 Tahun Meninggal Usai Dipaksa Ayahnya Berlari di Treadmill karena Terlalu Gemuk

Tren
ASN Bisa Ikut Pelatihan Prakerja untuk Tingkatkan Kemampuan, Ini Caranya

ASN Bisa Ikut Pelatihan Prakerja untuk Tingkatkan Kemampuan, Ini Caranya

Tren
Arkeolog Temukan Kota Hilang Berusia 8.000 Tahun, Terendam di Dasar Selat Inggris

Arkeolog Temukan Kota Hilang Berusia 8.000 Tahun, Terendam di Dasar Selat Inggris

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com