Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Epidemiolog: Jangan Terkecoh dengan Dampak Ringan-Sedang Omicron

Kompas.com - 27/12/2021, 16:29 WIB
Jawahir Gustav Rizal,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Epidemiolog dari Griffith University Australia, Dicky Budiman, mengatakan, terus bertambahkan kasus Covid-19 dengan varian Omicron di Indonesia bukan sesuatu yang mengejutkan.

Hal ini disampaikannya merespons penambahan kasus infeksi virus corona varian Omicron di Indonesia.

Pada Minggu (26/12/2021), Kementerian Kesehatan (Kemenkes) kembali melaporkan temuan kasus baru Omicron di Tanah Air.

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kemenkes Siti Nadia Tarmizi menyebutkan, ada 46 kasus varian Omicron di Indonesia.

Kasus-kasus varian Omicron tersebut sebagian besar berasal dari para pelaku perjalanan internasional.  

"Kasus-kasus dari luar itu sebetulnya ada. Bahkan mungkin dari sejak awal November, dan itu artinya juga potensi bahwa itu (Omicron) ada di masyarakat juga relatif besar," kata Dicky saat dihubungi Kompas.com, Senin (27/12/2021).

Baca juga: Ramai Istilah Delmicron Kombinasi Delta dan Omicron, Epidemiolog: Tidak Ada!

Menurut dia, hal itu menunjukkan adanya respons yang sangat bagus di titik-titik pintu masuk perjalanan internasional.

"Itu yang seharusnya efektif kita lakukan sejak awal. Jangan hanya karena ada varian baru saja. Itu yang harus dijaga sampai ancaman itu dianggap sudah mereda," kata Dicky.

Menanggapi anggapan bahwa potensi bahaya Omicron terlalu dibesar-besarkan, menurut Dicky, kasus-kasus Omicron dapat dikatakan "belum terlihat" karena jumlah orang yang memiliki imunitas jauh lebih tinggi dibanding ketika varian Delta pertama kali muncul.

"Baik itu karena vaksinasi maupun terinfeksi," ujar dia.

Dicky mengatakan, kondisi ini cukup mengkhawatirkan karena dapat menimbulkan surveillance bias atau bias pengawasan.

"Seperti tidak terlihat, padahal kita kan masih dalam level community transmission. Artinya kemampuan kita mendeteksi kasus di masyarakat ini belum membaik sebetulnya," kata Dicky.

Ia menyebutkan, terus bertambahnya kasus-kasus Omicron ini harus direspons dengan peningkatan surveillance atau deteksi dini di masyarakat, terutama pada kelompok rawan.

Dampak bisa timbul di kemudian hari

Menurut Dicky, alasan kemunculan varian Omicron seolah tidak menimbulkan dampak signifikan karena hal tersebut membutuhkan waktu, seperti pada kejadian Delta.

Saat ini, kelompok yang paling banyak terinfeksi Omicron adalah kalangan muda dan belum menyentuh kelompok rawan.

"Itu sebagaimana Delta awal-awal. Delta itu kan perlu waktu untuk akhirnya mencapai, merambah, menginfeksi kelompok rawan yang belum tervaksinasi, belum terinfeksi," ujar Dicky.

Dicky mengatakan, saat ini sebagian besar populasi dunia telah memperoleh imunitas berkat vaksinasi atau karena menjadi penyintas Covid-19.

"Tapi dia (Omicron) masih bisa menyebar. Masih bisa menginfeksi," kata dia.

Omicron, lanjut Dicky, sudah seharusnya diwaspadai karena varian tersebut memiliki kemampuan menginfeksi yang lebih besar daripada Delta.

"Dia ini memiliki kemampuan yang lebih besar, setidaknya tiga kali daripada Delta dalam menginfeksi orang-orang yang sudah terinfeksi. Termasuk, dibandingkan Delta, dia masih bisa menginfeksi orang yang sudah divaksinasi," kata Dicky.

Baca juga: UPDATE Omicron di Indonesia: 19 Kasus, Gejala Ringan, dan Belum Ada Transmisi Lokal

Jangan terkecoh dengan gejala ringan-sedang

Dicky mengatakan, dampak dari Covid-19 tidak bisa dipandang hanya dari angka rawat inap rumah sakit maupun jumlah korban meninggal.

Menurut Dicky, ada dampak jangka panjang pada para penyintas infeksi virus corona yang tidak boleh disepelekan, seperti Long Covid-19.

Selain itu, penurunan kualitas kesehatan akibat terjadinya kerusakan organ tubuh, misalnya otak, ginjal, paru-paru, dan sebagainya.

Dampak jangka panjang itu dapat dialami oleh mereka yang bahkan hanya mengalami gejala mild atau gejala yang ringan-sedang.

Dicky mengatakan, dampak yang ditimbulkan Long Covid-19 dapat menjadi sesuatu yang sangat fatal dan bahkan bisa menyebabkan kematian.

Ia menyebutkan, gejala ringan-sedang Covid-19 pada lansia menyebabkan 10 persen kematian pada kelompok tersebut.

Selain itu, menurut Dicky, gejala ringan-sedang Covid-19 juga dapat mengakibatkan kerusakan pembuluh darah pada anak. 

"Jangan sampai kita terkecoh, terdistraksi dengan pengertian 'mild'. Mild ini, ringan-sedang, semua varian begitu. Tapi kalau bicara ringan-sedangnya Covid, itu sangat-sangat berbeda dengan flu atau dengan penyakit-penyakit, katakanlah, masuk angin," ujar Dicky.

Baca juga: Apa Saja Gejala Varian Omicron, dan Apa Bedanya dengan Varian Lain?

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo INgfografik: 10 Gejala Varian Virus Corona Omicron

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Bolehkah Memakai 'Pimple Patch' Lebih dari Sekali?

Bolehkah Memakai "Pimple Patch" Lebih dari Sekali?

Tren
Polisi dan Istri Brigadir RAT Beda Keterangan soal Keberadaan Korban Sebelum Tewas

Polisi dan Istri Brigadir RAT Beda Keterangan soal Keberadaan Korban Sebelum Tewas

Tren
Viral, Video Wisatawan di Curug Ciburial Bogor Kena Pungli, Pelaku Sudah Diamankan

Viral, Video Wisatawan di Curug Ciburial Bogor Kena Pungli, Pelaku Sudah Diamankan

Tren
Alasan Kapolri Buka Peluang Pengungkapan Kasus Meninggalnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

Alasan Kapolri Buka Peluang Pengungkapan Kasus Meninggalnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

Tren
Kasus KIP Kuliah, Undip: Mahasiswi Rela Mundur untuk Digantikan yang Lebih Butuh

Kasus KIP Kuliah, Undip: Mahasiswi Rela Mundur untuk Digantikan yang Lebih Butuh

Tren
2 Cara Indonesia Lolos Olimpiade 2024 Paris

2 Cara Indonesia Lolos Olimpiade 2024 Paris

Tren
Pertandingan Timnas Indonesia Vs Irak Malam Ini, Pukul Berapa?

Pertandingan Timnas Indonesia Vs Irak Malam Ini, Pukul Berapa?

Tren
Penjelasan Wakil Wali Kota Medan soal Paman Bobby Jadi Plh Sekda

Penjelasan Wakil Wali Kota Medan soal Paman Bobby Jadi Plh Sekda

Tren
Daftar Juara Piala Thomas dan Uber dari Masa ke Masa, Indonesia dan China Mendominasi

Daftar Juara Piala Thomas dan Uber dari Masa ke Masa, Indonesia dan China Mendominasi

Tren
Video Viral Pria Ditusuk hingga Meninggal karena Berebut Lahan Parkir, Ini Kata Polisi

Video Viral Pria Ditusuk hingga Meninggal karena Berebut Lahan Parkir, Ini Kata Polisi

Tren
Ramai soal Penerima KIP Kuliah Bergaya Hidup Mewah, Ini Alasan KIPK Bisa Dicabut

Ramai soal Penerima KIP Kuliah Bergaya Hidup Mewah, Ini Alasan KIPK Bisa Dicabut

Tren
Ramai Dibicarakan, Apa Itu KIP Kuliah? Berikut Syarat, Keunggulan, dan Jangka Waktunya

Ramai Dibicarakan, Apa Itu KIP Kuliah? Berikut Syarat, Keunggulan, dan Jangka Waktunya

Tren
Terungkap, Begini Kronologi Pembunuhan Wanita dalam Koper di Cikarang

Terungkap, Begini Kronologi Pembunuhan Wanita dalam Koper di Cikarang

Tren
Buku-buku Kuno Memiliki Racun dan Berbahaya jika Disentuh, Kok Bisa?

Buku-buku Kuno Memiliki Racun dan Berbahaya jika Disentuh, Kok Bisa?

Tren
Kronologi Kericuhan yang Diduga Libatkan Suporter Sepak Bola di Stasiun Manggarai

Kronologi Kericuhan yang Diduga Libatkan Suporter Sepak Bola di Stasiun Manggarai

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com