Berdasarkan verifikasi Kompas.com sejauh ini, informasi ini tidak benar.
Narasi serupa sebelumnya sudah pernah beredar pada Juni 2021, dan telah dibantah oleh sejumlah pakar kesehatan.
Diberitakan Kompas.com, 7 Juni 2021, klaim air rebusan nanas dapat membunuh sel-sel kanker dan mengobati penyakit tersebut telah dibantah oleh sejumlah pakar kesehatan.
Dokter spesialis gizi klinik Rumah Sakit Siloam Hospitals Semanggi, dr Inge Permadhi mengatakan, informasi tersebut dapat dipastikan tidak benar.
"Pastilah tidak benar ya," ujar Inge kepada Kompas.com, 6 Juni 2021.
Inge mengatakan, penyakit dan sel kanker tidak bisa sembuh begitu saja karena mengonsumsi nanas, baik buah maupun air rebusannya, atau makanan lainnya.
Hal serupa juga disampaikan oleh Ketua DPP Bidang Ilmiah Persatuan Ahli Gizi Indonesia (Persagi) dr Marudut Sitompul.
Ia menjelaskan, penelitian terkait manfaat nanas untuk menyembuhkan kanker masih membutuhkan penelitian lebih lanjut.
"Ini kan penelitian-penelitian terserak yang perlu dikumpulkan meta analisisnya. Sehingga kita tidak bisa langsung menyimpulkan," kata Marudut kepada Kompas.com, 5 Juni 2021.
Marudut menyebutkan, ada satu penelitian pada 2019 yang menggali kandungan bromelain dalam nanas dan khasiatnya untuk mengatasi kanker.
Penelitian itu berjudul "Bromelain menghambat kemampuan sel kanker kolorektal untuk berkembang biak melalui aktivasi produksi ROS dan autophagy" yang diterbitkan Institut Kesehatan Nasional AS (NIH).
Bromelain merupakan enzim yang memproduksi zat pencegah terjadinya inflamasi atau peradangan.
Namun, penelitian tersebut tidak menyebut penderita kanker atau sel kanker dengan mengkonsumsi nanas maupun air rendamannya.
"Penelitian yang dilakukan tahun 2019 itu, bromelain bisa menyebabkan penghambatan pada sel kanker. Tetapi untuk bisa berfungsi seperti itu pada mereka yang (terkena) kanker itu banyak faktor yang harus diperhatikan," jelas Marudut.
Faktor yang ia maksud, meliputi stadium kanker yang diderita dan status kesehatan pasien.
Misalnya jika antioksidan di dalam hati pasien ada pada level yang sangat rendah, maka kondisi ini bisa masuk ke dalam salah satu faktor.