Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penerbangan Internasional Dibatasi Hanya di Dua Bandara, Ini Alasannya

Kompas.com - 20/09/2021, 16:02 WIB
Rosy Dewi Arianti Saptoyo,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Pemerintah melalui Kementerian Perhubungan (Kemenhub) membatasi penerbangan internasional hanya di dua bandara untuk mengantisipasi masuknya virus corona varian B.1.621 atau varian Mu.

Dua bandara yang melayani penerbangan internasional yakni Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, dan Sam Ratulangi, Manado.

Keputusan ini tertuang dalam Surat Edaran Kemenhub Nomor 74 tahun 2021 tentang Petunjuk Pelaksanaan Perjalanan Orang dari Luar Negeri dengan Transportasi Udara.

Kebijakan ini mulai berlaku efektif sejak 17 September 2021 dan dapat diperpanjang sesuai kebutuhan dan perkembangan situasi pandemi Covid-19.

"Secara umum pengaturan syarat perjalanan internasional baik di darat, laut, dan udara sama seperti aturan sebelumnya. Untuk syarat kesehatan merujuki pada SE Satgas Nomor 18 Tahun 2021 dan untuk kategori orang asing yang dapat masuk ke Indonesia merujuk pada Permenkumham Nomor 27 Tahun 2021,” kata Juru Bicara Kementerian Perhubungan Adita Irawati, dari keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Senin (20/9/2021).

Baca juga: Vaksin Jadi Syarat Perjalanan KA, Bagaimana Nasib Mereka yang Tidak Bisa Vaksin?

 
 
 
Lihat postingan ini di Instagram
 
 
 

Sebuah kiriman dibagikan oleh Kementerian Perhubungan RI (@kemenhub151)

Prosedur dan syarat kedatangan penumpang

Selain pelaku perjalanan berstatus warga negara asing (WNA), aturan perjalanan internasional juga berlaku bagi para pekerja migran asal Indonesia, warga negara Indonesia (WNI), awak pesawat penumpang maupun kargo, dan personel penerbangan yang akan masuk ke Indonesia.

Berikut prosedur dan syarat kedatangan penumbang internasional di bandara:

  • Setiap pelaku perjalanan internasional wajib menggunakan aplikasi PeduliLindungi sebagai syarat melakukan perjalanan internasional masuk ke wilayah Indonesia.

  • Setiap operator moda transportasi di titik pintu masuk (entry point) perjalanan internasional diwajibkan menggunakan aplikasi PeduliLindungi.

  • Penumpang WNI dan WNA dari luar negeri harus menunjukkan hasil negatif melalui tes Reverse-Transcriptase Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) dari negara asal keberangkatan yang pengambilan sampelnya dilakukan dalam kurun waktu maksimal 3 x 24 jam sebelum keberangkatan dan dilampirkan pada saat pemeriksaan kesehatan serta mengisi e-HAC Internasional Indonesia melalui aplikasi PeduliLindungi atau secara manual pada negara asal keberangkatan.

  • Khusus bagi penumpang WNA juga diwajibkan menunjukkan bukti kepemilikan asuransi kesehatan/asuransi perjalanan yang mencakup pembiayaan kesehatan dalam melakukan karantina maupun perawatan Covid-19 selama di Indonesia.

Baca juga: Jadi Syarat Perjalanan, Begini Cara Cek Sertifikat Vaksin di Aplikasi PeduliLindungi

Wajib karantina

Bagi penumpang yang melakukan perjalanan internasional, maka diwajibkan untuk menjalani masa karantina sesuai ketentuan yang ditetapkan pemerintah.

Ketentuan karantina bagi pelaku perjalanan internasional yang masuk ke Indonesia:

  • Pada saat kedatangan, dilakukan tes ulang RT-PCR bagi penumpang WNI dan WNA dari luar negeri dan diwajibkan menjalani karantina selama 8x24 jam. Bagi WNI yang merupakan pekerja migran, pelajar/mahasiswa, atau pegawai pemerintah yang kembali dari perjalanan dinas luar negeri, biaya karantina/perawatan ditanggung pemerintah.

    Sementara, bagi penumpang WNI di luar kriteria tersebut, dan bagi WNA termasuk diplomat asing, di luar kepala perwakilan asing dan keluarga kepala perwakilan asing, menjalani karantina/perawatan dengan biaya seluruhnya ditanggung mandiri.

  • Penumpang WNI dan WNA melakukan tes ulang RT-PCR pada hari ke-7 karantina. Dalam hal hasil tes ulang RT-PCR tersebut menunjukkan hasil negatif, maka setelah dilakukan karantina selama 8x24 jam, penumpang WNI dan WNA dapat dinyatakan selesai menjalani karantina.

    Setelah itu, diperkenankan untuk melanjutkan perjalanan, dan diimbau untuk melakukan karantina mandiri selama 14 hari serta menerapkan protokol kesehatan. Jika menunjukkan hasil positif, maka dilakukan perawatan di rumah sakit bagi penumpang WNI dengan biaya ditanggung oleh pemerintah, dan bagi penumpang WNA biaya seluruhnya ditanggung mandiri.

  • Jika penumpang WNA tidak dapat membiayai karantina mandiri dan/atau perawatannya di rumah sakit, maka pihak sponsor, seperti Kementerian/Lembaga/BUMN yang memberikan pertimbangan izin masuk bagi penumpang WNA tersebut bisa dimintai pertanggungjawaban biaya.

  • Kewajiban karantina dikecualikan terhadap penumpang WNA pemegang visa diplomatik dan visa dinas yang terkait dengan kunjungan resmi/kenegaraan pejabat asing setingkat menteri ke atas, serta penumpang WNA yang masuk ke Indonesia melalui skema Travel Corridor Arrangement, sesuai prinsip resiprositas dengan tetap menerapkan protokol kesehatan secara ketat.

Sebaran varian Mu

Pada 30 Agustus 2021, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menambahkan varian virus corona B.1.621 atau varian Mu ke dalam variant of Interest (VoI).

Varian ini pertama kali terdeteksi di Kolombia pada Januari 2021, dan telah terdeteksi di 39 negara lainnya.

Melansir The Guardian, Rabu (2/9/2021), varian ini dikhawatirkan kebal terhadap orang yang sebelumnya sudah divaksinasi.

Sebanyak 32 kasus Covid-19 dengan varian Mu telah terdeteksi di Inggris. Dalam laporan PHE pada Juli, sebagian besar kasus varian Mu yang ditemukan di London terjadi pada mereka yang berusia 20-an.

Beberapa dari mereka yang dites positif Mu telah menerima satu atau dua dosis vaksin Covid-19.

Sejauh ini, kasus Covid-19 akibat varian Mu juga terdeteksi di beberapa wilayah, seperti Amerika Selatan, Inggris, Eropa, AS, dan Hong Kong.

Meski demikian, belum ada larangan khusus untuk kedatangan perjalanan internasional dari negara-negara tersebut.

"Untuk pelarangan penerbangan dari negata tertentu tidak diatur dalam SE Kemenhub," kata staf Humas Kemenhub Ridho Dwi Laksono kepada Kompas.com, Senin (20/9/2021).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Terkini Lainnya

5 Kasus Pembunuhan Mutilasi yang Jadi Sorotan Dunia

5 Kasus Pembunuhan Mutilasi yang Jadi Sorotan Dunia

Tren
Daftar Terbaru Kereta Ekonomi New Generation dan Stainless Steel New Generation, Terbaru KA Lodaya

Daftar Terbaru Kereta Ekonomi New Generation dan Stainless Steel New Generation, Terbaru KA Lodaya

Tren
Daftar Sekolah Kedinasan yang Buka Pendaftaran pada Mei 2024, Lulus Bisa Jadi PNS

Daftar Sekolah Kedinasan yang Buka Pendaftaran pada Mei 2024, Lulus Bisa Jadi PNS

Tren
Sering Dikira Sama, Apa Perbedaan Psikolog dan Psikiater?

Sering Dikira Sama, Apa Perbedaan Psikolog dan Psikiater?

Tren
Benarkah Kucing Lebih Menyukai Manusia yang Tidak Menyukai Mereka?

Benarkah Kucing Lebih Menyukai Manusia yang Tidak Menyukai Mereka?

Tren
Banjir di Sulawesi Selatan, 14 Orang Meninggal dan Ribuan Korban Mengungsi

Banjir di Sulawesi Selatan, 14 Orang Meninggal dan Ribuan Korban Mengungsi

Tren
Buah-buahan yang Aman Dikonsumsi Anjing Peliharaan, Apa Saja?

Buah-buahan yang Aman Dikonsumsi Anjing Peliharaan, Apa Saja?

Tren
BPOM Rilis Daftar Suplemen dan Obat Tradisional Mengandung Bahan Berbahaya, Ini Rinciannya

BPOM Rilis Daftar Suplemen dan Obat Tradisional Mengandung Bahan Berbahaya, Ini Rinciannya

Tren
Arkeolog Temukan Vila Kaisar Pertama Romawi, Terkubur di Bawah Abu Vulkanik Vesuvius

Arkeolog Temukan Vila Kaisar Pertama Romawi, Terkubur di Bawah Abu Vulkanik Vesuvius

Tren
Kapan Seseorang Perlu ke Psikiater? Kenali Tanda-tandanya Berikut Ini

Kapan Seseorang Perlu ke Psikiater? Kenali Tanda-tandanya Berikut Ini

Tren
Suhu Panas Melanda Indonesia, 20 Wilayah Ini Masih Berpotensi Diguyur Hujan Sedang-Lebat

Suhu Panas Melanda Indonesia, 20 Wilayah Ini Masih Berpotensi Diguyur Hujan Sedang-Lebat

Tren
Apa Beda KIP Kuliah dengan Beasiswa pada Umumnya?

Apa Beda KIP Kuliah dengan Beasiswa pada Umumnya?

Tren
Kisah Bocah 6 Tahun Meninggal Usai Dipaksa Ayahnya Berlari di Treadmill karena Terlalu Gemuk

Kisah Bocah 6 Tahun Meninggal Usai Dipaksa Ayahnya Berlari di Treadmill karena Terlalu Gemuk

Tren
ASN Bisa Ikut Pelatihan Prakerja untuk Tingkatkan Kemampuan, Ini Caranya

ASN Bisa Ikut Pelatihan Prakerja untuk Tingkatkan Kemampuan, Ini Caranya

Tren
Arkeolog Temukan Kota Hilang Berusia 8.000 Tahun, Terendam di Dasar Selat Inggris

Arkeolog Temukan Kota Hilang Berusia 8.000 Tahun, Terendam di Dasar Selat Inggris

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com