Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kapan Matahari Mati? Begini Penjelasan Ilmuwan

Kompas.com - 19/09/2021, 21:54 WIB
Muhamad Syahrial

Penulis

KOMPAS.com - Keberadaan matahari sangat penting, terutama bagi kehidupan di Bumi. Jika tak ada matahari, tentu tak perlu menunggu waktu lama, kehidupan di planet kita akan kacau bahkan musnah.

Seperti yang diketahui, Bumi dan planet lainnya di galaksi Bimasakti berputar mengitari matahari.

Diameter Matahari mencapai 109 kali diameter Bumi, yakni 1,4 juta km. Ukuran matahari bahkan lebih besar dibandingkan benda antariksa lainnya di tata surya.

Akan tetapi, belum lama ini ilmuwan telah memprediksi waktu matahari akan redup atau mati dan akhir Tata Surya.

Sebelumnya, para astronom mengira saat matahari mati akan berubah menjadi nebula planet, yakni gelembung gas dan debu yang bercahaya.

Tim astronom internasional menemukan bahwa nebula planet mungkin memang mayat Matahari.

Baca juga: Temuan Terbaru NASA: Planet dengan Suhu Mirip Bumi

Kapan Matahari mati?

Ilmuwan menjelaskan bahwa Matahari berusia sekitar 4,6 miliar tahun. Penghitungan itu berdasarkan usia benda-benda lain di Tata Surya yang terbentuk sekitar waktu yang sama.

Berdasarkan pengamatan pada bintang-bintang lain, para astronom memperkirakan, Matahari akan dalam waktu sekitar 10 miliar tahun lagi.

Dilansir dari Science Alert melalui KOMPAS.com, dalam waktu sekitar 5 miliar tahun lagi, Matahari akan berubah menjadi "raksasa merah".

Inti bintang akan menyusut, tetapi lapisan luarnya akan meluas hingga orbit Mars. Para ilmuwan menjelaskan bahwa kecerahan Matahari terus meningkat sekitar 10 persen setiap satu miliar tahun.

Peningkatan kecerahan Matahari itu tidak banyak, tetapi ternyata itu dapat mengakhiri kehidupan di Bumi. Lautan akan menguap dan permukaannya akan menjadi terlalu panas untuk membentuk air kembali.

Baca juga: Internet Bisa Mati Berbulan-bulan Akibat Badai Matahari, Ini Penjelasan Ilmiahnya

Beberapa penelitian telah menemukan, agar nebula planet yang terang dapat terbentuk, bintang awal harus berukuran dua kali lebih besar dari Matahari.

Menurut sebuah studi yang dilakukan pada tahun 2018 dengan menggunakan pemodelan komputer, seperti 90 persen bintang lainnya, Matahari kemungkinan besar akan menyusut dari raksasa merah hingga berakhir menjadi nebula.

Astrofisikawan dari University of Manchester di Inggris, Albert Zijlstra mengatakan, ketika sebuah bintang mati, dia mengeluarkan massa gas dan debu selubungnya ke luar angkasa.

"Selubung itu bisa mencapai setengah massa bintang. Ini mengungkapkan bahwa kehidupan bintang sedang berjalan kemudian kehabisan bahan bakar hingga akhirnya mati," kata Zijlstra.

Zijlstra mengatakan, inti panas membuat selubung yang terlontar bersinar terang selama sekitar 10.000 tahun, periode singkat dalam astronomi. Inilah yang membuat nebula planet dapat terlihat.

Baca juga: Waspada, Prediksi Peneliti Badai Matahari Picu Kiamat Internet, Fenomena Apa Itu?

Model data yang dibuat tim peneliti sebenarnya memprediksi siklus hidup berbagai jenis bintang di alam semesta. Hal itu berfungsi untuk mengetahui kecerahan nebula planet yang terkait dengan massa bintang yang berbeda.

Nebula planet relatif umum di seluruh alam semesta yang dapat diamati. Beberapa nebula yang terkenal yakni Nebula Helix, Nebula Mata Kucing (Cat's Eye), Nebula Cincin (Ring Nebula), dan Nebula Gelembung (Bubble Nebula).

Nebula-nebula itu dinamai nebula planet bukan karena memiliki hubungan dengan planet, tetapi karena saat pertama kali ditemukan oleh William Hershel pada akhir abad ke-18, nebula itu mirip planet saat diamati dari teleskop.

Hampir 30 tahun yang lalu, para astronom memperhatikan sesuatu yang aneh. Nebula planet paling terang di galaksi lain semuanya memiliki tingkat kecerahan yang hampir sama.

Artinya secara teoritis, dengan melihat nebula planet di galaksi lain, para astronom dapat menghitung seberapa jauh nebula itu.

Baca juga: Ahli Peringatkan Kiamat Internet Bisa Terjadi Akibat Badai Matahari Mendatang

Akan tetapi, masih ada pertentangan mengenai hal tersebut yang belum terpecahkan hingga saat ini.

"Bintang tua bermassa rendah seharusnya membuat nebula planet jauh lebih redup daripada bintang muda yang lebih masif. Ini telah menjadi sumber konflik selama 25 tahun terakhir," ujar Zijlstra

Penelitian tahun 2018 telah memecahkan masalah ini dengan menunjukkan bahwa Matahari berada di sekitar batas bawah massa untuk sebuah bintang yang dapat menghasilkan nebula yang terlihat.

"Kami sekarang tidak hanya memiliki cara untuk mengukur keberadaan bintang-bintang berusia beberapa miliar tahun di galaksi yang jauh, yang merupakan kisaran yang sangat sulit diukur, kami bahkan telah menemukan apa yang akan terjadi dengan Matahari ketika mati," kata Zijlstra.

(Penulis: Holy Kartika Nurwigati Sumartiningtyas)

Sumber: KOMPAS.com

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com