Zijlstra mengatakan, inti panas membuat selubung yang terlontar bersinar terang selama sekitar 10.000 tahun, periode singkat dalam astronomi. Inilah yang membuat nebula planet dapat terlihat.
Baca juga: Waspada, Prediksi Peneliti Badai Matahari Picu Kiamat Internet, Fenomena Apa Itu?
Model data yang dibuat tim peneliti sebenarnya memprediksi siklus hidup berbagai jenis bintang di alam semesta. Hal itu berfungsi untuk mengetahui kecerahan nebula planet yang terkait dengan massa bintang yang berbeda.
Nebula planet relatif umum di seluruh alam semesta yang dapat diamati. Beberapa nebula yang terkenal yakni Nebula Helix, Nebula Mata Kucing (Cat's Eye), Nebula Cincin (Ring Nebula), dan Nebula Gelembung (Bubble Nebula).
Nebula-nebula itu dinamai nebula planet bukan karena memiliki hubungan dengan planet, tetapi karena saat pertama kali ditemukan oleh William Hershel pada akhir abad ke-18, nebula itu mirip planet saat diamati dari teleskop.
Hampir 30 tahun yang lalu, para astronom memperhatikan sesuatu yang aneh. Nebula planet paling terang di galaksi lain semuanya memiliki tingkat kecerahan yang hampir sama.
Artinya secara teoritis, dengan melihat nebula planet di galaksi lain, para astronom dapat menghitung seberapa jauh nebula itu.
Baca juga: Ahli Peringatkan Kiamat Internet Bisa Terjadi Akibat Badai Matahari Mendatang
Akan tetapi, masih ada pertentangan mengenai hal tersebut yang belum terpecahkan hingga saat ini.
"Bintang tua bermassa rendah seharusnya membuat nebula planet jauh lebih redup daripada bintang muda yang lebih masif. Ini telah menjadi sumber konflik selama 25 tahun terakhir," ujar Zijlstra
Penelitian tahun 2018 telah memecahkan masalah ini dengan menunjukkan bahwa Matahari berada di sekitar batas bawah massa untuk sebuah bintang yang dapat menghasilkan nebula yang terlihat.
"Kami sekarang tidak hanya memiliki cara untuk mengukur keberadaan bintang-bintang berusia beberapa miliar tahun di galaksi yang jauh, yang merupakan kisaran yang sangat sulit diukur, kami bahkan telah menemukan apa yang akan terjadi dengan Matahari ketika mati," kata Zijlstra.
(Penulis: Holy Kartika Nurwigati Sumartiningtyas)
Sumber: KOMPAS.com
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.