Lalu, Kitab Undang-undang Hukum Perdata kita menegaskan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah mengikat semua pihak (pemberi janji dan yang diberi janji), sama dengan undang-undang.
Masih kata undang-undang lagi, sahnya sebuah perjanjian, antara lain, adalah kesepakatan, semua pihak cakap untuk berbuat, perjanjian tersebut mengenai suatu hal.
Semua persyaratan ini terpenuhi karena, baik pemberi janji maupun rakyat, dua-duanya sepakat, cakap, dan mereka sepakat tentang adanya uang.
Karena itu semua, manakala janji tidak dipenuhi, pihak yang diberi janji boleh menuntut adanya ganti rugi plus bunga.
Dari perspektif pidana, juga sangat jelas. Setiap orang yang menyebarkan berita bohong dan menimbulkan kehebohan itu bisa dipidana.
Berjanji tanpa mewujudkannya bisa dianggap menyebarkan berita bohong. Bila janji tidak dipenuhi, perlu memberi penjelasan kepada pihak yang diberi janji.
Persoalan yuridis dalam hal berjanji adalah satu hal, persoalan etis dan moral dalam hal berjanji ke rakyat dan tidak dipenuhi adalah persoalan lain.
Apalagi, bila rakyat sedang ditindas oleh masalah. Menjanjikan mereka tanpa ada ikhtiar memenuhinya sama dengan mencederai dan mengolok-olok rakyat.
Hukuman pidana boleh dihitung dengan jumlah tahun yang dijalani. Hukuman perdata dapat ditaksir dengan jumlah uang yang harus dilunasi.
Namun, hukuman sosial tidak ada tepiannya, baik segi ukuran waktu maupun ukuran nominal.
Malah, dalam banyak hal, anak turunan pun yang tidak ada kaitannya dengan kesalahan orangtua ikut menanggung kesalahan orangtua mereka.
Hukuman sosial bisa saja dalam bentuk boikot sosial, tidak mau menggunakan apa pun yang berikaitan dengan orang yang dibenci masyarakat.
Bisa juga dalam bentuk membelakangi dan menyisihkan orang tersebut, dan sebagainya.
Lantaran Covid-19, saya banyak tinggal di rumah, menonton berbagai film silat Mandarin.
Dari film tersebut, saya menemukan filsafat China: “Satu kata yang keluar dari mulut, sama nilainya dengan 1.000 ons emas. Bila kata sudah terucap, alat dengan kecepatan apa pun, tak ada yang bisa mengejarnya.”
Lalu, ajaran Kong Hu Chu menegaskan, “Mengukur seseorang, lihatlah dari apa yang dilakukannya, budi yang ditanamkannya, dan kata-kata yang diucapkannya.”
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.