Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ari Junaedi
Akademisi dan konsultan komunikasi

Doktor komunikasi politik & Direktur Lembaga Kajian Politik Nusakom Pratama.

Mencari Keteladanan di Masa Pandemi Covid-19

Kompas.com - 23/07/2021, 11:26 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Ada suatu provinsi yang memiliki anggaran kehumasan mencapai angka Rp 55 miliar rupiah, padahal daerahnya masih menduduki tiga besar angka kasus positf covid tertinggi, tingkat keterisian kamar rumah sakit (BOR) yang maksimal serta angka kematian yang besar.

Andai saja dana kehumasan di-refocusing untuk penanganan covid, niscaya pamor dan pencitraan gubernur masih tetap moncer mengilat. Toh dia dianggap sebagai kepala daerah yang sukses menangani pandemi covid di daerahnya.

Di daerah lain, ada kepala daerah yang keukeh bin ngotot menyelenggaran lomba balapan mobil listrik. Penyelenggaraan berbiaya puluhan milar rupiah itu sepertinya dianggap sangat maha penting. Jauh lebih penting ketimbang penyiapan lahan pemakaman cadangan untuk jenazah Covid-19 atau penyediaan krematorium jenazah yang sedang kritis.

Syahwat kekuasaan

 

Seiring dengan masih besarnya angka kematian harian, ketersedian lahan-lahan pemakaman umum dan fasiltas krematorium yang sudah over capacity butuh penanganan segera.

Pengalaman penulis yang pernah terlibat menyisir penggunaan anggaran dalam APBD 2021 suatu provinsi, masih menyisahkan titipan syahwat kekuasaan dari pejabat berupa penggunaan anggaran untuk kepentingan pribadi kepala daerah yang dikemas dalam pos-pos belanja kedinasan.

Jika kepala daerah bisa bertindak semaunya, tentu anak buah di dinas-dinas juga mengikuti dan menterjemahkan kebijakan pemimpinnya.

Paradigma perjalanan dinas yang mendominasi pos anggaran dinas mampu mengalahkan pos anggaran yang langsung menyentuh kepentingan rakyat.

Ada suatu pos kegiatan dinas bernilai Rp 250 juta rupiah, Rp 200 juta diantaranya sudah “habis” untuk membiayai perjalan dinas dan studi banding.

Sisanya yang Rp 50 juta masih dikurangi lagi dengan biaya pembaca doa dan pemandu acara kegiatan (MC). Betapa miris!

Jangan heran jika hingga hari ini Kementerian Keuangan masih menemukan lambatnya pemerintah daerah dalam menyalurkaan bantuan langsung tunai desa (Kompas.com, 22 Juli 2021).

Baca juga: Sri Mulyani: Bantuan untuk Warga Desa Rp 300.000 Per Bulan Mandek di Pemda

 

Ada anggaran Rp 28,8 triliun atau 30 persen dari Dana Desa yang total berjumlah Rp 72 triliun yang disalurkan pemerintah pusat untuk bantuan masyarakat.

Dengan angggaran sebesar itu, harusnya warga bisa menerima bantuan Rp 300 ribu per bulan selama setahun penuh.

Masih ada pola pikir kepala daerah yang cuek dengan kondisi daerah. Yang dipikirkan adalah keberlangsungan jabatannya di periode selanjutnya.

Sementara para bawahannya masih ber-mindset harus ada tambahan penghasilan dari setiap program yang dikerjakan.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com