Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Mencari Keteladanan di Masa Pandemi Covid-19

SUATU ketika ada seorang ibu tengah merebus air di rumah gubuknya, sementara anak-anaknya menangis keras karena kelaparan.

Sebagai penguasa negeri, Khalifah Umar bin Khattab yang tengah “sidak” merasa curiga dengan suara tangisan di tengah malam itu.

Ketika ditemuinya, ibu tersebut menjelaskan dia harus menenangkan rasa lapar anak-anaknya dengan merebus air. Umar yang ingin tahu bertanya, rebusan apa yang tengah dimasak ibu tersebut.

Sang Ibu menjawab, dia sengaja memasak batu dengan harapan anak-anaknya akan kecapekan menunggu rebusan batu itu menjadi matang.

Umar bin Khattab yang tahu kondisi keluarga yang lapar ini, segera memerintahkan para stafnya untuk menyalurkan bahan makanan kepada ibu pemasak rebusan batu itu.

Ternyata, keluarga Ibu tersebut sudah tiga hari menahan lapar karena daerahnya tengah dilanda kemarau hebat.

Kisah yang dinukilkan dalam buku “The Khalifah” karya Abdul Latif Talib ini menjadi fenomenal karena kepedulian dari seorang pemimpin terhadap rakyatnya yang tengah kesusahan.

Solidaritas

Di masa pandemi Covid-19 sekarang ini, nun di Cianjur, Jawa Barat sana ada sosok Wisnu Sopian, seorang mahasiswa yang rela bersusah payah menempuh jarak perjalanan jauh mengendarai sepeda motornya untuk memberi bantuan bagi warga yang tengah isolasi mandiri di rumah (Kompas.com, 21/07/2021).

Wisnu bukan dari keluarga “tajir melintir” tetapi mempunyai hati yang mulia. Banyak warga Cianjur yang tengah isolasi mandiri berasal dari kalangan tidak berpunya.

Di tengah himpitan kesulitan hidup, masih ada Wisnu Sopian yang ringan tangan membantu makanan dan kebutuhan hidup yang lain.

Menurut data Dinas Kesehatan Pemkab Cianjur, ada 7 warga yang meregang nyawa saat isolasi mandiri di rumah di masa Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat.

Keterbatasan fasilitas rumah sakit karena jumlah pasien yang melebihi daya tampung rumah sakit menjadi salah satu penyebabnya.

Masa pandemi covid-19 yang semakin menghebat karena penularan varian delta semakin mudah terjadi, selalu menghadirkan berita-berita duka sepanjang waktu.

Entah berapa banyak kerabat, sahabat, tokoh negeri, pesohor hingga rakyat jelata meninggal dunia. Kematian bukanlah sekadar angka, tetapi menjadi duka lara yang terus menjadi kisah tragis.

Kisah bocah Vino (10) dai Kutai Barat, Kalimantan Timur yang tengah isolasi mandiri di rumah seorang diri karena ayah ibunya wafat direngut covid menjadi penanda betapa pandemi meninggalkan derita yang tiada tara (Kompas.com, 22 Juli 2021).

Vino yang sudah yatim piatu sekarang sudah tidak sendiri lagi. Masih ada kerabat dan tetangga yang mengurusi makan minum serta obat-obatan.

Di berbagai daerah, kesulitan hidup yang diakibatkan pandemi covid melahirkan sosok-sosok Wawan Sopian yang lain.

Seorang pedagang pengisian tabung oksigen di Pasar Pramuka, Jakarta Timur misalnya mengikhlaskan pemberian pengisi tabung oksigen.

Tarif normal isi tabung oksigen kecil Rp 25 ribu, tetapi jika ada pengisi oksigen tengah kesulitan dana maka oleh pedagang berhati mulia ini dibebaskan dari pembayaran.

Pandemi melahirkan solidaritas, tindakan kemanusian yang dilakukan tanpa instruksi.

Tipis toleransi, buta keadaan

Sebaliknya pandemi juga membutakan mata hati dan ketumpulan rasa sosial di sebagian masyarakat. Ironisnya dilakukan oleh wakil rakyat terhormat, yang terpilih menduduki kursi dewan karena pilihan rakyat.

Anggota DPRD Kabupaten Malaka, Nusa Tenggara Timur seakan mempertontonkan “aspirasinya” dengan melepas masker dan berjoget riang serta menggamit gelas berisi minuman keras.

Saat PPKM Darurat menyulitkan rakyat mencari rezeki kehidupan, malah wakil rakyat memperlihatkan ketidakpeduliannya.

Di saat rakyat diminta patuh terhadap aturan prokol kesehatan ketat, masih ada anggota DPR RI yang menolak melakukan karantina seusai melakukan perjalanan dari luar negeri.

Kerap kekuasaan melahirkan sikap arogan dan merasa hebat di atas segalanya. Sementara di ranah kekuasaan lain, seorang kepala daerah “ngebet” meluncurkan lagu baru gubahannya di saat daerahnya bercokol lama dinobatkan sebagai zona merah.

Seakan rasa berkeseniannya bisa melupakan penderitaan warganya yang masih kesulitan mencari tabung oksigen dan mendapatkan kamar perawatan di rumah sakit.

Di tengah gelimang harta yang melimpah, sepasang suami istri dicokok aparat karena penyalahgunaan narkoba.

Nama besar kakeknya yang diabadikan menjadi sebuah nama tempat peribadatan seakan terlupakan karena ulah dungunya.

Biaya yang dikeluarkan pesohor itu untuk mengkonsumsi obat-obatan terlarang andai disalurkan untuk membantu aksi sosial Wisnu Sopian misalnya, tentu akan banyak warga yang tertolong.

Jangankan kepada para pemilik harta, para pemegang kekuasaan yang berwenang menggunakan kebijakan penggunaan anggaran masih ada yang berpikiran asosial.

Ada suatu provinsi yang memiliki anggaran kehumasan mencapai angka Rp 55 miliar rupiah, padahal daerahnya masih menduduki tiga besar angka kasus positf covid tertinggi, tingkat keterisian kamar rumah sakit (BOR) yang maksimal serta angka kematian yang besar.

Andai saja dana kehumasan di-refocusing untuk penanganan covid, niscaya pamor dan pencitraan gubernur masih tetap moncer mengilat. Toh dia dianggap sebagai kepala daerah yang sukses menangani pandemi covid di daerahnya.

Di daerah lain, ada kepala daerah yang keukeh bin ngotot menyelenggaran lomba balapan mobil listrik. Penyelenggaraan berbiaya puluhan milar rupiah itu sepertinya dianggap sangat maha penting. Jauh lebih penting ketimbang penyiapan lahan pemakaman cadangan untuk jenazah Covid-19 atau penyediaan krematorium jenazah yang sedang kritis.

Syahwat kekuasaan

Seiring dengan masih besarnya angka kematian harian, ketersedian lahan-lahan pemakaman umum dan fasiltas krematorium yang sudah over capacity butuh penanganan segera.

Pengalaman penulis yang pernah terlibat menyisir penggunaan anggaran dalam APBD 2021 suatu provinsi, masih menyisahkan titipan syahwat kekuasaan dari pejabat berupa penggunaan anggaran untuk kepentingan pribadi kepala daerah yang dikemas dalam pos-pos belanja kedinasan.

Jika kepala daerah bisa bertindak semaunya, tentu anak buah di dinas-dinas juga mengikuti dan menterjemahkan kebijakan pemimpinnya.

Paradigma perjalanan dinas yang mendominasi pos anggaran dinas mampu mengalahkan pos anggaran yang langsung menyentuh kepentingan rakyat.

Ada suatu pos kegiatan dinas bernilai Rp 250 juta rupiah, Rp 200 juta diantaranya sudah “habis” untuk membiayai perjalan dinas dan studi banding.

Sisanya yang Rp 50 juta masih dikurangi lagi dengan biaya pembaca doa dan pemandu acara kegiatan (MC). Betapa miris!

Jangan heran jika hingga hari ini Kementerian Keuangan masih menemukan lambatnya pemerintah daerah dalam menyalurkaan bantuan langsung tunai desa (Kompas.com, 22 Juli 2021).

Ada anggaran Rp 28,8 triliun atau 30 persen dari Dana Desa yang total berjumlah Rp 72 triliun yang disalurkan pemerintah pusat untuk bantuan masyarakat.

Dengan angggaran sebesar itu, harusnya warga bisa menerima bantuan Rp 300 ribu per bulan selama setahun penuh.

Masih ada pola pikir kepala daerah yang cuek dengan kondisi daerah. Yang dipikirkan adalah keberlangsungan jabatannya di periode selanjutnya.

Sementara para bawahannya masih ber-mindset harus ada tambahan penghasilan dari setiap program yang dikerjakan.

Tidak ada rasa syukur dengan gaji setiap bulannya yang didapat sementara warga di daerahnya berjibaku dengan dampak pemberlakukan PPKM Darurat.

Mencari keteladanan di masa pandemi, bukanlah seperti mencari oase di tengah padan gurun yang luas.

Di setiap daerah, ada pahlawan-pahlawan kemanusian yang masih peduli dengan kesusahan warga yang lain. Menjadi teladan tidak perlu harus menunggu waktu.

Apa yang bisa kita lakukan sesuai dengan kemampuan masing-masing, sangat berharga di masa sekarang ini.

Salah satu aturan protokol kesehatan adalah menjaga jarak fisik untuk mengurangi potensi penularan. Namun tidak seharusnya kita meajaga jarak dengan kemanusian untuk membantu sesama.

Khusus untuk para pemegang kekuasaan, sepenggal kalimat ini mungkin berguna untuk menggugah komitmen: “Politik bukan teknik untuk berkuasa semata, melainkan etika untuk mengabdi”.

https://www.kompas.com/tren/read/2021/07/23/112612065/mencari-keteladanan-di-masa-pandemi-covid-19

Terkini Lainnya

Perjalanan Sashya Subono, Animator Indonesia di Balik Film Avatar, She-Hulk, dan Hawkeye

Perjalanan Sashya Subono, Animator Indonesia di Balik Film Avatar, She-Hulk, dan Hawkeye

Tren
Ramai soal Mobil Diadang Debt Collector di Yogyakarta padahal Beli 'Cash', Ini Faktanya

Ramai soal Mobil Diadang Debt Collector di Yogyakarta padahal Beli "Cash", Ini Faktanya

Tren
Pria di India Ini Memiliki Tumor Seberat 17,5 Kg, Awalnya Mengeluh Sakit Perut

Pria di India Ini Memiliki Tumor Seberat 17,5 Kg, Awalnya Mengeluh Sakit Perut

Tren
Daftar 10 Ponsel Terlaris di Dunia pada Awal 2024

Daftar 10 Ponsel Terlaris di Dunia pada Awal 2024

Tren
Ramai soal Pejabat Ajak Youtuber Korsel Mampir ke Hotel, Ini Kata Kemenhub

Ramai soal Pejabat Ajak Youtuber Korsel Mampir ke Hotel, Ini Kata Kemenhub

Tren
Beredar Penampakan Diklaim Ular Jengger Bersuara Mirip Ayam, Benarkah Ada?

Beredar Penampakan Diklaim Ular Jengger Bersuara Mirip Ayam, Benarkah Ada?

Tren
Warganet Sambat ke BI, Betapa Susahnya Bayar Pakai Uang Tunai di Jakarta

Warganet Sambat ke BI, Betapa Susahnya Bayar Pakai Uang Tunai di Jakarta

Tren
Daftar Bansos yang Cair Mei 2024, Ada PKH dan Bantuan Pangan Non-tunai

Daftar Bansos yang Cair Mei 2024, Ada PKH dan Bantuan Pangan Non-tunai

Tren
8 Catatan Prestasi Timnas Indonesia Selama Dilatih Shin Tae-yong

8 Catatan Prestasi Timnas Indonesia Selama Dilatih Shin Tae-yong

Tren
Promo Tiket Ancol Sepanjang Mei 2024, Ada Atlantis dan Sea World

Promo Tiket Ancol Sepanjang Mei 2024, Ada Atlantis dan Sea World

Tren
Viral, Video Drone Diterbangkan di Kawasan Gunung Merbabu, TNGM Buka Suara

Viral, Video Drone Diterbangkan di Kawasan Gunung Merbabu, TNGM Buka Suara

Tren
Daftar 19 Wakil Indonesia dari 9 Cabor yang Sudah Pastikan Tiket ke Olimpiade Paris 2024

Daftar 19 Wakil Indonesia dari 9 Cabor yang Sudah Pastikan Tiket ke Olimpiade Paris 2024

Tren
Warga Bandung “Menjerit” Kepanasan, BMKG Ungkap Penyebabnya

Warga Bandung “Menjerit” Kepanasan, BMKG Ungkap Penyebabnya

Tren
Medan Magnet Bumi Melemah, Picu Kemunculan Makhluk Aneh 500 Juta Tahun Lalu

Medan Magnet Bumi Melemah, Picu Kemunculan Makhluk Aneh 500 Juta Tahun Lalu

Tren
Jadwal Keberangkatan Haji 2024 dari Indonesia, Ini Cara Mengeceknya

Jadwal Keberangkatan Haji 2024 dari Indonesia, Ini Cara Mengeceknya

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke