Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Garin Nugroho

Lebih dari 65 penghargaan film diraihnya dari berbagai festival international dan Indonesia. Karyanya meluas dari film, teater, dance hingga instalasi Art .

Garin mendapatkan penghargaan peran budaya tertinggi dari berbagai negara: pemerintah Perancis (Ordre des Arts et des Lettres), Italia (Stella D'Italia Cavaliere) hingga Presiden Indonesia dan Honorary Award Singapura International Film Festival, Life Achievement Award dari Bangkok International Festival, walikota kota Roma hingga Vaseoul - Perancis hingga kota Yogyakarta.

Tercatat sebagai pelopor generasi film pasca 1990. Selain berkarya, ia menumbuhkan beragam festival seni, menulis buku, kolom Kompas dan Tempo maupun menumbuhkan NGO untuk demokrasi.

Ia pengajar S2 dan S3 di ISI Solo dan Yogyakarta.

Jurus Politikus di Era Dunia Maya

Kompas.com - 23/07/2021, 08:46 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

KATA politik dalam perspektif kepemimpinan senantiasa diartikan banyak makna. Saya selalu teringat kata-kata Warren Bannis terkait kepemimpinan politik:

“Kepemimpinan adalah kapasitas untuk menerjemahkan pandangan menjadi kenyataan."

Celakanya, terkait kapasitas pemimpin untuk mewujudkan hal tersebut, George Orwell menggugat dengan pernyataan:

“Bahasa politik dirancang untuk membuat kebohongan terasa jujur dan pembunuhan dihormati.“

Harap mahfum

Setiap periode zaman, terdapat kecenderungan para politikus mengolah jurus-jurus komunikasi politik agar bisa membuat kebohongan terasa jujur, terlebih ketika kapasitas mewujudkan cita-cita politik menjadi kenyataan tidak cukup ataupun tidak tercapai, atau memerlukan periode panjang dipenuhi masalah dan kritik yang menurunkan citra dan kepopuleran.

Di era digital atau dunia maya jurus serba maya alias cita-cita politik hanya hidup di media bukan di kenyataan terasa tumbuh subur.

Saya mencoba menuliskan jurus-jurus para politikus untuk menjaga kekuasan dan kepopuleran meski tanpa kapasitas mewujudkan kenyataan.

Jurus opera sabun

Jurus pertama adalah opera sabun. Dengan jurus ini politikus piawai membangun konflik alias pameran perhatian penuh konflik drama yang menjadi pusat perhatian warga agar teralihkan perhatiannya dari persoalan penting bangsa yang tidak terpecahkan atau pun dipecahkan lewat cara kebohongan.

Konflik konflik yang menjadi pengalih perhatian tersebut layaknya opera sabun, dibuat dalam
siklus berputar, hadir tiba-tiba, vulgar dengan tokoh-tokoh pelaku yang stereotip mampu membangun pameran perhatian.

Semua itu ditampilkan di media sosial dengam efektif didukung buzzer serta jurus hoaks.

Jurus superhero

Jurus kedua adalah superhero.  Ini adalah juru mengelola warga sebagai penggemar alias kultur fans lewat media sosial.  Pemimpin politk semacam ini membangun komunikasi dengan menjadikan dirinya sebagai "superhero" dalam beragam kemasan.

Misalnya, kemasan dekat dengan rakyat. Secara berkala politikus memajang di akun media sosialnya momen-momen kerakyatan seperti minum kopi di warung atau kemasan dekat kaum milenial dengan memakai baju ikon milenial.

Atau juga gambar-gambar yang mengesankan ia adalah pekerja yang tekun dengan memakai helm kerja mengawasi sebuah kerja di fasilitas umum.

Simak juga kemasan superhero beragam kepahlawan politik modern.  Sebutlah kepahlawanan minoritas, misalnya.

Model politikus semacam ini akan membangun citra kepemimpinan politik sebagai diva alias kultur penggemar fanatik. Apapun yang dilakukan Sang Diva akan selalu dicintai dan tidak pernah salah. 

Jurus political quotes

Jurus ketiga adalah political quotes. Era media sosial dewasa ini menjadikan ana- anak muda begitu menggemari quotes alias kata bijak pendek yang memberi inspirasi. Lihatlah film Dilan. Kalimat dalam film tersebut menjadi quote yang populer: "Jangan rindu berat. Kamu gak akan kuat. Biar aku saja."

Alhasil, banyak pemimpin yang hidup dan menghidupi diri lewat kata-kata heroik dan inspiratif meski abai pada perwujudtannya secara nyata di masyarakat.

Pada gikirannya, warga sebagai pendukung fanatik hidup dalam quotes tanpa mampu melihat realitas dalam masyarakat. Dengan demikian, warga hidup dalam dunia maya media sosial .

Jurus interkonektivitas

Jurus keempat adalah interkonektivitas. Inilah era digital yang serba terintegrasi lewat intermet. Komputer, telepons selular, hingga televisi berada dalam sebuah jaringan yang menghubungkan setiap manusia. 

Era semacam ini menjadikan politikus juga melakukan kerja komunikasi yang serba terhubung. Maka, jurus politik opera sabun hingga superhero senantiasa terintegrasi melalui dukungan para buzzer dan influencer dalam interkonektivitas yang sangat kuat di media sosial.

Buzzer dan influencer berperan sekaligus sebagai juru propaganda dan pembunuh lawan - lawan politik lewat kepiawain media sosial seperti menutup akses hingga menggunakan hacker atau hoaks dan pembunuhan karakter lawan politik.

Serba maya

Catatan di atas mengisyaratkan, ada para politikus era media sosial yang sebenarnya tidak memiliki kapasitas yang cukup untuk mewujudkan cita-cita politik tapi ingin selalu bercitra populer guna menjaga kekuasaan dengan menghalalkan segala cara.

Bisa diduga, alih-alih berperan membantu mewujudkan cita-cita politik menjadi kenyataan serta menumbuhkan demokrasi dan partisipasi berkualiatas, media sosial dipastikan malah berperan sebaliknya.

Media sosial menjadikan politik hanya hidup dalam dunia maya, jauh dari kenyataan. Politik sebagai bahasa kebohongan tumbuh menjadi ciri elite politk era digital.

Demikian juga, alih-alih menjadi tempat tumbuhnya partisipasi demokrasi berkulitas, media sosial malah menjadikan demokrasi tak lebih sebagai panggung penggemar alias kultur fans. Akibatnya, warga tidak lagi menjadi warga negara tetapi warga penggemar yang fanatik .

Media sosial juga tidak melahirkan persatuan karena para elite hanya menjadi superhero pemggemarnya alias pendukungnya dengan jargon membius dan hitam putih melahirkan pro dan kontra, sebuah politik pecah belah .

Sementara kerja pemerintah yang di era sebelumnya sering digambarkan dengan simbol gunting pita kini cukup ditampilkan di media sosial dengan kemasan virtual masa kini.

Segalanya menjadi maya. Para staf di pemerintahan, baik teknokrat hingga humaniora yang menjaga marwah bangsa, tergantikan peranan oleh ahli media sosial termasuk buzzer hingga influencer.

Pada gilirannya, jurus politik serba maya berhadapan dengan politik media yang muncul dari masyarakat baik sebagai hoaks, gosip, komentar sebebasnya, katarsis dengan banyak meme sekaligus perlawanan lewat beragam diskusi dan data serta fakta.

Inilah era ketika media sosial tidak digunakan sebagai tempat pencerahan, sebuah atmosfer khaos berbangsa yang kehilangan kepercayaan panduan politik.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Jadwal Timnas Indonesia di Semifinal Piala Asia U23: Senin 29 April 2024 Pukul 21.00 WIB

Jadwal Timnas Indonesia di Semifinal Piala Asia U23: Senin 29 April 2024 Pukul 21.00 WIB

Tren
Duduk Perkara Kemenkop-UKM Imbau Warung Madura Tak Buka 24 Jam

Duduk Perkara Kemenkop-UKM Imbau Warung Madura Tak Buka 24 Jam

Tren
Benarkah Pengobatan Gigitan Ular Peliharaan Tak Ditanggung BPJS Kesehatan?

Benarkah Pengobatan Gigitan Ular Peliharaan Tak Ditanggung BPJS Kesehatan?

Tren
Arkeolog Temukan Buah Ceri yang Tersimpan Utuh Dalam Botol Kaca Selama 250 Tahun

Arkeolog Temukan Buah Ceri yang Tersimpan Utuh Dalam Botol Kaca Selama 250 Tahun

Tren
Beroperasi Mulai 1 Mei 2024, KA Lodaya Gunakan Rangkaian Ekonomi New Generation Stainless Steel

Beroperasi Mulai 1 Mei 2024, KA Lodaya Gunakan Rangkaian Ekonomi New Generation Stainless Steel

Tren
Pindah Haluan, Surya Paloh Buka-bukaan Alasan Dukung Prabowo-Gibran

Pindah Haluan, Surya Paloh Buka-bukaan Alasan Dukung Prabowo-Gibran

Tren
3 Skenario Timnas Indonesia U23 Bisa Lolos ke Olimpiade Paris

3 Skenario Timnas Indonesia U23 Bisa Lolos ke Olimpiade Paris

Tren
Hak Angket Masih Disuarakan Usai Putusan MK, Apa Dampaknya untuk Hasil Pilpres?

Hak Angket Masih Disuarakan Usai Putusan MK, Apa Dampaknya untuk Hasil Pilpres?

Tren
Daftar Cagub DKI Jakarta yang Berpotensi Diusung PDI-P, Ada Ahok dan Tri Rismaharini

Daftar Cagub DKI Jakarta yang Berpotensi Diusung PDI-P, Ada Ahok dan Tri Rismaharini

Tren
'Saya Bisa Bawa Kalian ke Final, Jadi Percayalah dan Ikuti Saya... '

"Saya Bisa Bawa Kalian ke Final, Jadi Percayalah dan Ikuti Saya... "

Tren
Thailand Alami Gelombang Panas, Akankah Terjadi di Indonesia?

Thailand Alami Gelombang Panas, Akankah Terjadi di Indonesia?

Tren
Sehari 100 Kali Telepon Pacarnya, Remaja Ini Didiagnosis “Love Brain'

Sehari 100 Kali Telepon Pacarnya, Remaja Ini Didiagnosis “Love Brain"

Tren
Warganet Sebut Ramadhan Tahun 2030 Bisa Terjadi 2 Kali, Ini Kata BRIN

Warganet Sebut Ramadhan Tahun 2030 Bisa Terjadi 2 Kali, Ini Kata BRIN

Tren
Lampung Dicap Tak Aman karena Rawan Begal, Polda: Aman Terkendali

Lampung Dicap Tak Aman karena Rawan Begal, Polda: Aman Terkendali

Tren
Diskon Tiket KAI Khusus 15 Kampus, Bisakah untuk Mahasiswa Aktif?

Diskon Tiket KAI Khusus 15 Kampus, Bisakah untuk Mahasiswa Aktif?

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com