Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Yogyakarta Catat Rekor Kasus Covid-19 Empat Hari Berturut-turut, Ini Saran Epidemiolog

Kompas.com - 21/06/2021, 12:05 WIB
Ahmad Naufal Dzulfaroh,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Selama empat hari berturut-turut, Provinsi DI Yogyakarta mencatatkan rekor kasus Covid-19.

Rekor kasus tertinggi tercatat pada Minggu (20/6/2021) dengan 665 kasus, sehingga total kasus menjadi 52.641 dengan 1.367 kematian.

Karena lonjakan itu, Gubernur DIY Sri Sultan HB X pun sempat mewacanakan untuk melakukan lockdown total.

"Kontrol di RT RW, kalau gagal, arep ngopo meneh (mau apa lagi). Kita belum tentu bisa cari jalan keluar, satu-satunya cara ya lockdown, totally. Kita pemerintah juga sulit kalau masyarakat tidak mengapresiasi diri sendiri untuk bisa disiplin," kata Sri Sultan, Jumat (18/6/2021).

Baca juga: 9 Rumah Sakit di Yogyakarta yang Layani Vaksinasi Covid-19 Gratis

Namun, sampai saat ini belum ada keputusan apakah DIY akan melakukan lockdown.

Di media sosial, salah satu warganet membagikan suasana kawasan Malioboro yang masih dipadati pengunjung.

Harus PSBB ketat

Epidemiolog dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Riris Andono mengatakan, seharusnya Jogja melakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) ketat.

"Mungkin atau tidak mungkin itu masalah kemauan. Orang kan selalu membenturkan ini dengan ekonomi," kata Riris saat dihubungi Kompas.com, Senin (21/6/2021).

"Kita tidak bisa memilih enak semua, karena virusnya tidak bisa kompromi," lanjut dia.

Ia menjelaskan, penularan virus corona terjadi ketika adanya interaksi. Jika kekebalan tubuh rendah, maka seseorang akan mudah terinfeksi Covid-19.

Oleh karena itu, pembatasan mobilitas harus dilakukan untuk mencegah interaksi manusia yang berpotensi menularkan virus.

"Virus akan mudah ketemu orang yang tidak punya kekebalan kalau mobilitasnya tinggi. Jadi ya gimana kita mau berkompromi untuk musuh yang tidak mengenal kompromi," jelas dia.

Baca juga: Cara Daftar Vaksin Covid-19 Gratis di Jakarta, Bandung, Surabaya, Semarang, dan Yogyakarta

Mengenai varian Delta, sejauh ini Riris belum mendapatkan informasi lebih lanjut soal ini.

Namun, berdasarkan asumsi bahwa varian itu sudah ada di Kudus dan Solo serta tingginya mobilitas antar-daerah, maka bukan tidak mungkin jika varian Delta ada di Jogja.

"Kita memang tidak punya evidence, tapi kita juga tidak bisa bilang ada atau tidak ada. Kita cuma punya asumsi bahwa sudah ada di sana (Kudus dan Solo) dan mobilitasnya tinggi, suatu yang masuk akal jika Delta sudah ada," ujar Riris Andono.

Ia mengingatkan, penerapan protokol kesehatan 3M di kalangan masyarakat tidak selamanya bisa diandalkan.

Riris pun mengibaratkannya dengan helm pada pengendara motor. Ada helm atau tidak, risiko kecelakaan akan tetap ada ketika lalu lintas padat.

"Jadi protokol kesehatan pun ada syaratnya. Siapa yang bisa mencuci tangan dari pagi sampai tidur, juga menjaga jarak. Itu yang harus menjadi kesadaran," kata Riris.

Oleh karena itu, pemerintah harus benar-benar memiliki tujuan jelas untuk mengendalikan pandemi virus corona, yaitu membatasi mobilitas, meski berdampak pada ekonomi.

"Jangan kemudian mengendorse wisata dan sebagainya, begitu kasusnya tinggi masyarakatnya teriak-teriak baru bingung sendiri. Kan sudah jelas kalau mobilitas meningkat, kasus akan meningkat," kata dia.

Baca juga: Soal Wacana Yogyakarta “Lockdown”, Ditentukan Beberapa Hal Ini

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com