KOMPAS.com - Konflik dan ketegangan antara Israel dan Palestina tak kunjung reda.
Aksi saling serang terus dilancarkan kedua belah pihak.
Kota dan bangunan hancur. Ratusan jiwa meninggal dunia.
Memanasnya suhu konflik Israel-Palestini ini ternyata dipicu berbagai faktor dan alasan.
Dari alasan klaim agama dan sejarah, hukum internasional yang dilanggar, hingga minimnya dukungan bangsa-bangsa Arab.
Baca juga: Mengapa Negara Arab Kini Banyak Diam dalam Konflik Israel-Palestina?
Dosen Hubungan Internasional Universitas Gadjah Mada (UGM) Siti Mutiah Setiawati menilai, ada 3 alasan utama mengapa Israel dan Palestina sulit untuk berdamai.
Mutiah menuturkan, sejumlah pendapat mengatakan bahwa bangsa Yahudi berhak atas tanah Palestina karena mereka pernah tinggal di sana.
"Kemudian diusir di zaman Romawi dan tersebar di Eropa, Amerika, dan sebagian Asia. Mereka sudah ribuan tahun terusir," kata Mutiah saat dihubungi Kompas.com, Minggu (16/5/2021).
Pada 1897, bangsa Yahudi ingin kembali ke wilayah Palestina. Alasannya, tanah itu telah dijanjikan oleh Tuhan mereka.
Klaim agama itu kemudian didukung Inggris melalui Deklarasi Balfour pada 1917 dengan mengizinkan wilayah Palestina menjadi national home bagi bangsa Yahudi.
"Jadi kalau ada orang bilang konflik ini tidak ada kaitannya dengan agama, saya tidak setuju. Karena orang Yahudi klaimnya atas dasar agama bahwa Palestina itu wilayah yang dijanjikan untuk mereka," jelas dia.
Ia menjelaskan, penduduk asli Palestina dulunya adalah bangsa Falistin yang berasal dari wilayah dekat Yunani dan telah mendiami wilayah itu selama ribuan tahun.
Ketika Islam disebarkan ke wilayah itu, kemudian terjadi proses arabisasi dan islamisasi, sehingga dinamakan Arab Palestina.
"Jadi selama ribuan tahun bangsa Falistin ini mendiami wilayah Palestina. Namanya saja Palestina, dulunya Kan'an, kemudian berubah menjadi wilayah Palestina," katanya lagi.
Baca juga: Dewan Keamanan PBB Belum Ambil Tindakan Terkait Konflik Palestina-Israel