Melansir History, Israel berakar dari gerakan Zionisme, yang lahir pada akhir abad XIX di kalangan Yahudi yang tinggal di wilayah Kekaisaran Rusia.
Pada waktu itu, kaum Yahudi di Kekaisaran Rusia mendambakan berdirinya sebuah negara Yahudi, di mana mereka bisa tinggal dengan damai tanpa persekusi.
Pada 1896, Theodor Herzl, seorang jurnalis Yahudi-Austria merilis pamflet berjudul "Negara Yahudi", yang menyebutkan bahwa berdirinya negara Yahudi adalah satu-satunya cara untuk melindungi kaum Yahudi dari persekusi dan anti-Semitisme.
Herzl kemudian menjadi pemimpin gerakan Zionisme, dan menggelar Kongres Zionis pertama di Swiss pada 1897.
Baca juga: Arkeolog Temukan Toilet Berusia 800 Tahun, Ungkap Orang Yahudi Inggris Tidak Makan Babi
Bagian II: Deklarasi Balfour
Melansir Al Jazeera, pada awalnya Kongres Zionis tidak langsung memilih Palestina sebagai lokasi berdirinya Negara Yahudi.
Sejumlah lokasi sempat dipertimbangkan, seperti Uganda dan Argentina, namun kaum Zionis akhirnya memilih Palestina, berdasarkan keyakinan bahwa tanah tersebut adalah Tanah Suci yang dijanjikan bagi bangsa Yahudi oleh Tuhan.
Pasca-keruntuhan Kesultanan Ottoman (1914), Kerajaan Inggris mengambil alih kekuasaan atas tanah Palestina, sebagai bagian dari perjanjian Sykes-Picot (1916).
Baca juga: Mengenal Kota Sharm el-Sheikh, Bali-nya Mesir
Perjanjian tersebut merupakan kesepakatan antara imperium Inggris dan Perancis, yang sepakat untuk membagi wilayah Timur Tengah berdasarkan kepentingan mereka.
Pada 1917, sebelum dimulainya Mandat Inggris (1920-1947) atas Palestina, Inggris mengeluarkan Deklarasi Balfour.
Melalui deklarasi tersebut, Inggris berjanji akan memberikan sebuah "rumah" bagi kaum Yahudi di tanah Palestina.
Baca juga: Cerita Pemuda Palestina di Gaza yang Kesulitan untuk Menikah...