Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

[KLARIFIKASI] Kemenkes Rugi Rp 20,9 T Beli Vaksin Sinovac Tak Bersertifikat WHO

Kompas.com - 16/04/2021, 15:30 WIB
Tim Cek Fakta

Penulis

klarifikasi

klarifikasi!

Berdasarkan verifikasi Kompas.com sejauh ini, ada yang perlu diluruskan terkait informasi ini.

KOMPAS.com - Sebuah unggahan di media sosial Facebook menyebutkan bahwa Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengalami rugi akibat pengadaan vaksin Sinovac.

Dalam narasi yang beredar, Kemenkes diklaim telah mengeluarkan dana sebesar Rp 20,9 Triliun untuk membeli vaksin Sinovac dari perusahaan farmasi China.

Narasi itu menyebutkan kerugian karena vaksin buatan Sinovac adalah vaksin ilegal yang tidak memiliki sertifikat dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Dari hasil penelusuran dan konfirmasi tim Cek Fakta Kompas.com, ada yang perlu diluruskan dari narasi yang beredar itu.

Narasi yang beredar

Narasi tersebut diunggah di media sosial Facebook oleh akun Navya Qaila Putri pada Minggu (11/4/2021).

Berikut narasi selengkapnya:

"Entah memang Dungu, atau memang G*bl** Kementrian Kesehatan akhirnya Menelan kerugian yang lumayan besar
Setelah Menggelontorkan Dana sebesar 20,9 Triliun untuk membayar Vacsin Sinovac buatan China, Ternyata Vacsin Sinovac tersebut Ilegal karena tidak Bersertifikat WHO,"

Narasi tersebut juga menyertakan tangkapan layar judul berita dari CNN Indonesia dan Kompas.com.

Berita dari CNN Indonesia tertanggal 14 Januari 2021 berjudul Menkes Ajukan Anggaran Rp 20,9 T untuk Bayar Vaksin Sinovac.

Sedangkan berita dari Kompas.com tertanggal Sabtu (10/4/2021) berjudul Sinovac Tak Bersertifikat WHO, Jemaah yang Divaksin Pakai Itu Dilarang Umrah?

Tangkapan layar narasi Kemenkes rugi Rp 20,9 T karena beli vaksin SinovacScreenshot Facebook: Navya Qaila Putri Tangkapan layar narasi Kemenkes rugi Rp 20,9 T karena beli vaksin Sinovac

Penelusuran Kompas.com

Untuk mengetahui kebenaran narasi yang beredar itu, tim Cek Fakta Kompas.com menelusuri isi berita yang judulnya disertakan dalam narasi tersebut.

1. Klaim anggaran Rp 20,9 T habis untuk vaksin Sinovac

Dalam pemberitaan CNN Indonesia, 14 Januari 2021, Menkes Budi Gunadi Sadikin mengaku telah mengajukan anggaran pengadaan vaksin Covid-19 buatan perusahaan farmasi asal China, Sinovac.

Total anggaran yang diusulkan kepada Kementerian Keuangan sebanyak Rp 20,9 triliun.

Potongan berita tersebut kemudian digunakan untuk membangun klaim bahwa Kemenkes telah menghabiskan dana Rp 20,9 triliun untuk membeli vaksin buatan Sinovac.

Anggaran Rp 20,9 triliun merupakan usulan anggaran dari Menkes Budi Gunadi Sadikin ke Kementerian Keuangan untuk pembelian vaksin Sinovac.

Mengutip Kompas.com, 9 Desember 2020, untuk membeli 3 juta dosis vaksin Sinovac pada tahun 2020, pemerintah membelanjakan anggaran sebesar Rp 637,3 miliar.

Sebanyak 3 juta dosis vaksin tersebut diberikan kepada tenaga kesehatan di 34 provinsi di Indonesia, yang merupakan prioritas pertama dalam program vaksinasi Covid-19 nasional.

2. Klaim vaksin Sinovac ilegal tak bersertifikat WHO

Dalam pemberitaan Kompas.com, Sabtu (10/4/2021) Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas mengatakan, salah satu syarat untuk mengikuti ibadah umrah adalah sudah disuntik vaksin Covid-19 yang bersertifikat WHO.

Namun, vaksin Sinovac belum memiliki sertifikat tersebut. Padahal, seperti diketahui, vaksin ini paling banyak diberikan kepada masyarakat Indonesia.

Sebelumnya, saat rapat kerja dengan Komisi VIII DPR, Jumat (9/4/2021), Yaqut menyebutkan kemungkinan sertifikasi Sinovac masih dalam proses.

"Kalau belum itu bukan berarti tidak, pasti ada proses yang sedang dilakukan agar Sinovac ini bisa teregister oleh WHO," katanya.

Potongan berita tersebut kemudian digunakan untuk membangun klaim bahwa vaksin Covid-19 buatan Sinovac adalah vaksin ilegal karena tidak memiliki sertifikat dari WHO.

Mengenai klaim tersebut, Jubir Vaksinasi Covid-19 dari Kemenkes, Siti Nadia Tarmizi memberikan penjelasan.

Nadia mengatakan, WHO tidak mengeluarkan sertifikat untuk vaksin Covid-19, melainkan Emergency Use Listing (EUL) yang sifatnya sama dengan Emergency Use Authorization (EUA).

"Ini bukan sertifikat WHO. WHO tidak ada sertifikat tapi yang disebut EUL, ini adalah proses izin di dalam WHO kalau sebuah vaksin akan digunakan WHO," kata Nadia saat dihubungi Kompas.com, Selasa (13/4/2021).

"Jadi (EUL) seperti proses EUA dalam negara. Banyak negara juga menggunakan vaksin yang belum mendapatkan EUL karena proses di WHO sendiri yang sampai saat ini baru 2 vaksin yang sudah keluar EUL," kata Nadia melanjutkan.

Sejauh ini, baru ada dua vaksin yang mendapatkan EUL dari WHO, yaitu vaksin Covid-19 yang dikembangkan oleh Pfizer-BioNtech serta AstraZeneca-Oxford.

Nadia mengatakan, banyak negara di dunia menggunakan vaksin yang belum mendapatkan EUL dari WHO.

"Tidak mungkin kalau semua negara menggunakan dua vaksin itu. Karena pasti tidak cukup. Nah, AstraZeneca saja kita ditunda pengirimannya," ujar Nadia.

Kesimpulan

Dari penelusuran dan konfirmasi yang dilakukan tim Cek Fakta Kompas.com, ada yang perlu diluruskan dari narasi tersebut.

Pertama, anggaran sebesar Rp 20,9 triliun itu merupakan usulan anggaran untuk pengadaan vaksin Sinovac yang diajukan oleh Menkes Budi Gunadi Sadikin kepada Kemenkeu.

Sedangkan anggaran yang telah dikeluarkan pemerintah pada tahun 2020 untuk membeli 3 juta dosis vaksin Covid-19 adalah sebesar Rp 637,3 miliar.

Kedua, klaim bahwa vaksin Sinovac ilegal karena tidak memiliki sertifikat dari WHO adalah tidak tepat, karena WHO memang tidak mengeluarkan sertifikat untuk vaksin Covid-19.

WHO menerbitkan Emergency Use Listing (EUL) yang sifatnya sama dengan Emergency Use Authorization (EUA). Sejauh ini, baru ada 2 vaksin yang mendapat EUL.

Kedua vaksin tersebut adalah vaksin Covid-19 yang dikembangkan oleh Pfizer-BioNTech dan AstraZeneca-Oxford.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

5 Kasus Pembunuhan Mutilasi yang Jadi Sorotan Dunia

5 Kasus Pembunuhan Mutilasi yang Jadi Sorotan Dunia

Tren
Daftar Terbaru Kereta Ekonomi New Generation dan Stainless Steel New Generation, Terbaru KA Lodaya

Daftar Terbaru Kereta Ekonomi New Generation dan Stainless Steel New Generation, Terbaru KA Lodaya

Tren
Daftar Sekolah Kedinasan yang Buka Pendaftaran pada Mei 2024, Lulus Bisa Jadi PNS

Daftar Sekolah Kedinasan yang Buka Pendaftaran pada Mei 2024, Lulus Bisa Jadi PNS

Tren
Sering Dikira Sama, Apa Perbedaan Psikolog dan Psikiater?

Sering Dikira Sama, Apa Perbedaan Psikolog dan Psikiater?

Tren
Benarkah Kucing Lebih Menyukai Manusia yang Tidak Menyukai Mereka?

Benarkah Kucing Lebih Menyukai Manusia yang Tidak Menyukai Mereka?

Tren
Banjir di Sulawesi Selatan, 14 Orang Meninggal dan Ribuan Korban Mengungsi

Banjir di Sulawesi Selatan, 14 Orang Meninggal dan Ribuan Korban Mengungsi

Tren
Buah-buahan yang Aman Dikonsumsi Anjing Peliharaan, Apa Saja?

Buah-buahan yang Aman Dikonsumsi Anjing Peliharaan, Apa Saja?

Tren
BPOM Rilis Daftar Suplemen dan Obat Tradisional Mengandung Bahan Berbahaya, Ini Rinciannya

BPOM Rilis Daftar Suplemen dan Obat Tradisional Mengandung Bahan Berbahaya, Ini Rinciannya

Tren
Arkeolog Temukan Vila Kaisar Pertama Romawi, Terkubur di Bawah Abu Vulkanik Vesuvius

Arkeolog Temukan Vila Kaisar Pertama Romawi, Terkubur di Bawah Abu Vulkanik Vesuvius

Tren
Kapan Seseorang Perlu ke Psikiater? Kenali Tanda-tandanya Berikut Ini

Kapan Seseorang Perlu ke Psikiater? Kenali Tanda-tandanya Berikut Ini

Tren
Suhu Panas Melanda Indonesia, 20 Wilayah Ini Masih Berpotensi Diguyur Hujan Sedang-Lebat

Suhu Panas Melanda Indonesia, 20 Wilayah Ini Masih Berpotensi Diguyur Hujan Sedang-Lebat

Tren
Apa Beda KIP Kuliah dengan Beasiswa pada Umumnya?

Apa Beda KIP Kuliah dengan Beasiswa pada Umumnya?

Tren
Kisah Bocah 6 Tahun Meninggal Usai Dipaksa Ayahnya Berlari di Treadmill karena Terlalu Gemuk

Kisah Bocah 6 Tahun Meninggal Usai Dipaksa Ayahnya Berlari di Treadmill karena Terlalu Gemuk

Tren
ASN Bisa Ikut Pelatihan Prakerja untuk Tingkatkan Kemampuan, Ini Caranya

ASN Bisa Ikut Pelatihan Prakerja untuk Tingkatkan Kemampuan, Ini Caranya

Tren
Arkeolog Temukan Kota Hilang Berusia 8.000 Tahun, Terendam di Dasar Selat Inggris

Arkeolog Temukan Kota Hilang Berusia 8.000 Tahun, Terendam di Dasar Selat Inggris

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com