Berdasarkan verifikasi Kompas.com sejauh ini, ada yang perlu diluruskan terkait informasi ini.
KOMPAS.com - Beredar unggahan di media sosial berisi foto dokumen berkop Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika (LPPOM) Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Dalam unggahan itu, disebutkan bahwa proses pembuatan vaksin Covid-19 AstraZeneca menggunakan zat babi.
Dari penelusuran Tim Cek Fakta Kompas.com, diketahui bahwa informasi tersebut membutuhkan penjelasan lebih lanjut karena ada konteks yang dihilangkan, sehingga berpotensi salah tafsir.
LPPOM MUI memang menyatakan bahwa vaksin Covid-19 AstraZeneca dalam prosesnya mengandung bahan babi, tetapi MUI memperbolehkan penggunaan penggunaan vaksin tersebut.
Salah satu alasannya adalah memenuhi kondisi darurat syari.
Adalah akun Aisha Maharani yang mengunggah informasi itu pada 6 April 2021 di media sosial Facebook.
Berikut isi unggahan selengkapnya:
Penggunaan zat babi dalam prosesnya
Vaksin Astrazeneca
Potongan dokumen yang diunggah di Facebook itu memang benar bagian dari surat penjelasan MUI terkait penggunaan tripsun asal babi pada proses pembuatan vaksin AstraZeneca.
Dalam surat itu, dijelaskan penggunaan bahan asal babi pada tahap penyiapan inang virus dan penyiapan bibit vaksin rekombinan.
Dengan catatan tersebut, MUI pun menyatakan vaksin Covid-19 AstraZeneca haram, tetapi boleh digunakan.
"Ketentuan hukumnya yang pertama vaksin Covid-19 AstraZeneca ini hukumnya haram karena dalam tahapan produksi memanfaatkan tripsin yang berasal dari babi," kata Ketua MUI Bidang Fatwa Asrorun Niam, dikutip dari pemberitaan Kompas.com.
"Walau demikian, yang kedua, penggunaan vaksin Covid-19 produk AstraZeneca pada saat ini hukumnya dibolehkan," sambungnya.
Alasan pembolehan
MUI menjelaskan, ada lima alasan yang mendasari vaksin itu boleh digunakan.