KOMPAS.com - Apabila sebelumnya syarat perjalanan darat, laut, dan udara calon penumpang harus mengantongi hasil negatif Covid-19 tes PCR atau rapid tes antigen, kini bisa lebih mudah lagi.
Hal itu setelah Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 menyebutkan bahwa tes GeNose Covid-19 bisa menjadi syarat perjalanan di semua moda transportasi mulai 1 April 2021.
Pelaku perjalanan transportasi darat/laut/udara wajib menunjukkan surat keterangan hasil negatif tes Covid-19.
Namun, selain tes menggunakan RT-PCR dan rapid test antigen, calon penumpang bisa juga cukup menunjukkan hasil negatif tes GeNose C19 di bandara, pelabuhan, atau stasiun sebelum keberangkatan.
Baca juga: Epidemiolog Minta GeNose Tak Jadi Syarat Perjalanan, Ini Alasannya
Hal ini berdasarkan Surat Edaran (SE) Nomor 12 Tahun 2021 tentang Ketentuan Perjalanan Orang Dalam Negeri dalam Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).
GeNose merupakan alat buatan Universitas Gadjah Mada, yang digunakan untuk mendeteksi Covid-19 lewat embusan napas. GeNose akan tersedia di bandara, pelabuhan, dan stasiun sehingga bisa menjadi pilihan yang lebih murah bagi calon penumpang pesawat, kapal laut, dan kereta api.
Menanggapi kebijakan tersebut, epidemiolog Griffith University Australia Dicky Budiman menilai, perlu dijelaskan kembali tujuan penggunaan GeNose dalam tes Covid-19.
Sebab, menurut dia, pemilihan metode tes syarat perjalanan perlu berdasarkan sejumlah hal.
Salah satunya pemilihan metode tes syarat perjalanan harus berdasarkan pertimbangan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
"Yang jelas sejauh ini direkomendasikan baru dua, yakni PCR dan rapid test antigen," ujar Dicky saat dihubungi Kompas.com, Selasa (30/3/2021).
Menurut Dicky, pemilihan strategi screening dan testing harus jelas tujuan dan mekanisme tesnya.
Dicky berharap diadakannya layanan GeNose oleh pemerintah bukan semata karena murah dan mudah.
Baca juga: 4 Bandara yang Sediakan GeNose Per 1 April dan Cara Pesannya
Sebab, menurut Dicky, pemerintah juga perlu mempertimbangkan situasi pandemi secara global maupun secara nasional.
"Kalau situasi pandemi di Indonesia sendiri belum terkendali, Indonesia masih jauh, sehingga potensi orang membawa virus lebih banyak dibandingkan mereka yang terdeteksi selama ini," lanjut Dicky.
Selain itu, pemerintah harus lebih mempertimbangkan risiko adanya strain baru, seperti memperkuat kuantitas dan kualitas tindakan 3T.