Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ramai Aliran Hakekok, Kenapa Masih Ada yang Terbujuk Aliran Sesat?

Kompas.com - 13/03/2021, 20:30 WIB
Inten Esti Pratiwi

Penulis

KOMPAS.com - Pimpinan kelompok ajaran Hakekok menyatakan bersalah dan siap untuk dibina.

Hakekok adalah kelompok ajaran spiritual asal Kecamatan Cigeulis, Pandeglang, Banten. Salah satu ritualnya adalah mandi bertelanjang tubuh bersama, yang bertujuan untuk menyucikan diri.

Seperti diberitakan Kompas.com (13/3/2021), 16 anggota kelompok ajaran Hakekok melakukan sebuah perjanjian dengan yang mereka sebut Imam Mahdi. Dalam perjanjian itu mereka dijanjikan akan menjadi kaya raya.

Baca juga: Ditemukan Kondom dan Jimat Usai Kelompok Hakekok Mandi Telanjang Bersama, Ini Kata Polisi

Ajaran Hakekok sendiri dipimpin oleh Arya, warga Kecamatan Cibungbulan, Kabupaten Bogor.

Ketua Majelis Ulama Indonesia Pandeglang, Hamdi Ma'ani, menyatakan bahwa Hakekok adalah ajaran yang menyimpang.

Sebelum kasus Hakekok, ada pula kasus Komunitas Eden atau Salamullah, Gafatar, Kerajaan Ubur-ubur, juga Dimas Kanjeng dan bank gaibnya yang berujung di meja hijau. 

Meski banyak kasus sudah bergulir, namun masih tetap saja ada masyarakat yang mengikuti ajaran-ajaran yang dianggap oleh MUI menyimpang ini. Padahal, beberapa ajaran juga merugikan pengikutnya secara materi.   

Baca juga: Apa Itu Ajaran Hakekok yang Janjikan 16 Pengikutnya Kaya dengan Mandi Telanjang?

Halusinasi visual dan auditori

Ratna Yunita Setiyani Subardjo M.Psi, dosen psikologi Universitas Aisyiyah Yogyakarta, mencermati ini dari dua sisi.

Dari sisi si pendiri aliran, bisa jadi ia mengalami halusinasi sehingga lahir waham atau keyakinan yang salah. 

"Ketidakmampuan seseorang membedakan hal yang nyata dan tidak itulah yang dinamakan halusinasi. Halusinasi ini bukan hanya dalam bentuk visual saja, namun juga muncul secara auditori berupa mendengar bisikan-bisikan tertentu padahal tidak ada yang membisiki," begitu ujarnya kepada Kompas.com, Sabtu (13/03/2021).

Selain kondisi kejiwaan yang memang sedikit terganggu, bisa jadi disertai pula oleh adanya keinginan-keinginan tertentu. Seperti keinginan menjadi terkenal dan dipuja, atau keinginan mendapatkan keuntungan dari orang lain.

Baca juga: Fakta Baru Ajaran Hakekok, 16 Orang Gelar Ritual Mandi Telanjang karena Bosan Pengin Kaya

Tak ada kontrol diri akan mimpi-mimpi

Sedangkan dari sisi para pengikut aliran, faktor intelektualitas justru tak menempati porsi terbanyak. Karena nyatanya dalam kasus Dimas Kanjeng, ada jajaran akademisi yang ikut bergabung di dalamnya.

Ilustrasi aliran kepercayaanPixabay/Pixel2013 Ilustrasi aliran kepercayaan

Pengikut aliran seperti ini lebih banyak didasari akan kontrol diri yang kurang bagus. Bahwa setiap orang memiliki mimpi dan ambisi, namun beberapa orang tak bisa mengendalikan keinginannya sehingga gampang terbujuk tawaran-tawaran yang menurutnya menggiurkan.

"Seperti dijanjikan menjadi kaya, naik jabatan, atau bisa masuk surga," papar Ratna.

Pola asuh keluarga juga menjadi faktor. Anak yang tidak dididik dengan benar untuk berjuang, biasanya akan tumbuh jadi manusia yang cenderung memilih cara-cara instan.

Aliran spritual sendiri dibedakan menjadi dua. Yaitu aliran yang mempunyai dasar ajaran atau keilmuannya cukup jelas dan aliran yang tidak memiliki sumber keilmuan jelas.

Menurut AB Setiadji, pemerhati adat dan budaya spiritual, yang termasuk aliran dengan sumber keilmuan jelas masuk ke dalam Majelis Luhur Kepercayaan Indonesia (MLKI).

"MLKI ini memayungi para penghayat kepercayaan. Dimana aliran kepercayaan ini termasuk dalam kekayaan khasanah budaya nusantara," paparnya kepada Kompas.com

Baca juga: DKI Terima Pembuatan E-KTP bagi Penganut Aliran Kepercayaan

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com