Kedua, logis dan relevan. Logis terhubung dengan akal sehat dan kaidah-kaidah ilmu pengetahuan. Relevan artinya kesesuaian informasi dengan kondisi saat ini. Banyak terjadi berita, foto atau video kejadian masa lalu dijadikan sumber informasi untuk menjelaskan kejadian saat ini.
Berpikir kritis yang seharusnya menjadi garda depan untuk menghadang mega inflasi informasi, ternyata justru melemah. Banyak masyarakat justru membangun tembok-tembok penggalang berpikir kritis.
Dua paling menonjol adalah egosentrisme dan pikiran terseleksi. Egosentrisme ini berbasis pada SARA. Kebinekaan berusaha diubah menjadi keikaan. Egosentrisme ini melahirkan pikiran terseleksi.
Artinya masyarakat mencari sumber berita bukan untuk mencari kebenaran, namun untuk menemukan pembenaran.
Sebagai contoh, pada pemilu presiden dengan dua calon. Jika seseorang mendukung calon presiden A, ia akan mencari sumber berita yang berisi puja-puji tentang presiden A.
Pada sisi lain dia akan mengkoret-koret berita tentang keburukan presiden B. Sumber berita yang dicari dari mana saja. Tidak peduli berita itu hoaks dan tipu muslihat.
Dalam konteks ini pendengung mendapat lahan nan subur. Pendengung semacam nabi baru di jagad maya.
Cuitannya menjadi sabda yang mendengung kemana-mana karena diamplifikasi oleh pengikutnya yang memang mencari sumber berita untuk dijadikan pembenaran.
Pada sepenggal massa yang lumayan panjang, Indonesia mengalami kejadian seperti ini ketika terjadi rivalitas antara Joko Widodo dan Prabowo. Pada dua kubu, muncul para pendengung yang memiliki daya tahan tinggi untuk terus memproduksi dengungan.
Pendengung tumbuh subur karena lahan persemaiannya adalah masyarakat yang terbelah dalam dua kubu yang militan. Berpikir kritis menguap, berganti menjadi egosentrisme dan pikiran terseleksi.
Kabar baik terjadi ketika Prabowo bergabung pada pemerintahan Jokowi. Ditambah menyusulnya Sandiaga Uno menjadi menteri. Dunia pendengung relatif berkurang jauh.
Khalayak sejenak rehat dari perang antar pendengung. Sampai akhirnya Jokowi melontarkan harapan agar masyarakat lebih aktif menyampaikan kritik terhadap kinerja pemerintah.
Yang terjadi kemudian seperti dialami Kwik Kian Gie. Bermaksud memberi kritikan justru yang didapat umpan balik berupa caci-maki pendengung. Mengapa bisa terjadi?
Kompas TV menayangkan acara bertajuk Influencer dan Pemerintahan Jokowi pada 4 September 2020. Salah satu narasumbernya Yose Rizal, pendiri Mediawave.
Rizal menayangkan data tentang trend perbandingan jumlah tagar dukungan vs serangan terhadap Presiden Jokowi. Data diambil dari 1 Januari 2018 hingga 31 Mei 2020. Hasilnya, tersua 3,35 juta tagar dukungan kepada Jokowi.