Ade mengatakan, semua pemeriksaan pada saat postmortem adalah untuk mencari penanda identifikasi.
Penanda identifikasi terdiri dari dua hal, yaitu penanda identifikasi primer, dan penanda identifikasi sekunder.
Ade menyebutkan, penanda identifikasi primer, terdiri dari DNA, sidik jari, dan rekam gigi
"Disebut primer, karena kespesifikan dari sisi penanda ini mengakibatkan tidak mungkin ada dua orang memiliki penanda identifikasi yang sama," kata Ade.
DNA, rekam gigi, ataupun sidik jari adalah penanda spesifik yang antara satu orang dengan orang lainnya tidak mungkin sama.
Sementara itu, penanda identifikasi sekunder, terdiri dari properti, mulai dari baju, perhiasan, termasuk juga KTP.
"Tapi, memang itu (penanda sekunder) tidak spesifik. Kenapa? Misalnya KTP saya lagi saya titipin ke istri. Seumpama begitu kan, KTP bukan berarti menentukan orang tersebut kan? Sekalipun jelas-jelas ada KTP-nya di situ," kata Ade.
Oleh karena itu, ia menyebutkan, properti seperti KTP dikategorikan sebagai penanda identifikasi sekunder.
Selain properti, penanda identifikasi sekunder lainnya adalah data medis, misalnya bekas operasi, atau jaringan parut.
"Misalnya perempuan ini pernah operasi sesar. Tentu kita melihat di daerah perut bawahnya itu kan ada jaringan parutnya ya, bekas operasi sesar," ujar Ade.
"Atau orang ini pernah operasi patah tulang. Hal-hal seperti itu termasuk data medis, seperti juga tinggi bada, warna kulit, warna rambut, dan bentuk rambut," imbuhnya.
Ade mengatakan, data medis dikategorikan sebagai penanda identifikasi sekunder karena sifatnya yang juga bisa dimiliki orang lain.
"Golongan darah si jenazah ini A, kan banyak orang dengan golongan darah A. Laki-laki dengan rentang usia 20-30 tahun dengan golongan darah A, juga masih banyak, kan begitu," kata Ade.
Akan tetapi, lanjut dia, terkadang data medis memiliki kespesifikan tersendiri. Misalnya pada seseorang yang pernah memasang implan pacemaker (pacu jantung).
"Pacemaker itu ada nomor serinya. Jadi nomor seri tersebut dipasang pada orang ini. Berarti kalau kita ketemu jenazah yang di jantungnya terpasang pacemaker, dengan nomor seri tersebut, sudah pasti orang tersebut," kata Ade.
"Sekalipun sama-sama data medis, tapi kespesifikannya itu tadi membuatnya jadi penanda identifikasi yang lebih tepat," ujar dia.
Baca juga: Tim SAR Evakuasi 1 Lagi Kantong Jenazah Korban Sriwijaya Air SJ 182, Kini Totalnya 19 Kantong
Ade mengatakan, pengambilan data antemortem, sebetulnya mengumpulkan data-data penanda identifikasi yang sama seperti postmortem.
"Semua yang kita ingin cari di jenazah itu, itulah yang juga ditanyakan ke keluarga di antemortem," kata Ade.
Misalnya, meminta foto yang dimiliki keluarga, yang menampilkan saat korban tersenyum dan menampakkan giginya, sehingga dapat diketahui susunan gigi milik korban.