Sejak saat itu, model ELT yang lebih canggih telah dikembangkan, yakni TSO-C126ELT dengan frekuensi 406 MHz.
Model terbaru ini mengaktifkan 81-83 persen waktu dan mengirimkan sinyal darurat yang lebih akurat dan hampir seketika dengan memanfaatkan teknologi digital.
ELT 406 MHz digital ini juga memungkinkan personel pencarian dan penyelamatan memiliki informasi penting khusus tentang posisi pesawat.
ELT dipasang di belakang pesawat, dan dirancang untuk dipicu saat benturan atau dapat diaktifkan secara manual menggunakan sakelar jarak jauh dan indikator panel kontrol di kokpit.
Aktivasi ELT memicu peringatan audio, dan ELT 406-MHz mengirimkan posisi GPS untuk pencarian dan penyelamatan.
ELT pada awalnya ditujukan untuk digunakan pada frekuensi 121,5 MHz untuk mengingatkan kontrol lalu lintas udara dan pesawat yang memantau frekuensi.
Baca juga: 5 Pemberitaan Media Asing mengenai Jatuhnya Sriwijaya Air SJ 182
Pada 1982, sistem pemantauan berbasis satelit diimplementasikan, Cospas-Sarsat, untuk memberikan cara yang lebih baik untuk mendeteksi sinyal marabahaya ini.
Cospas-Sarsat merupakan sistem search and Rescue berbasis satelit internasional yang pertama kali digagas oleh empat negara yaitu Perancis, Kanada, Amerika Serikat dan Rusia pada 1979.
Pada 2009, sistem satelit Cospas-Sarsat menghentikan pemantauan berbasis satelit pada frekuensi 121,5/243 MHz, sebagian karena banyaknya sinyal palsu yang dikaitkan dengan frekuensi ini.
Pemantauan satelit saat ini hanya menggunakan frekuensi 406 MHz.
Baca juga: Mengenal Pulau Laki, Tempat Latihan Tempur TNI AL yang Diduga Jadi Lokasi Jatuhnya Sriwijaya Air
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.