KOMPAS.com - Terapi plasma darah konvalesen kini tengah menjadi perbincangan sebagai salah cara untuk membantu mereka yang tengah berjuang melawan Covid-19.
Awalnya, topik ini muncul dari unggahan Twitter Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengenai imbauan dari rekannya kepada masyarakat untuk mengampanyekan sedekah darah untuk terapi plasma konvalesen.
Menurut dia, ada testimoni penyintas Covid-19 yang mengalami perubahan kondisi tubuh yang semakin membaik setelah melakukan terapi tersebut.
Kini, di media sosial dan aplikasi percakapan pun banyak permintaan donor terapi plasma konvalesen dengan sejumlah syarat yang harus dipenuhi.
Apa saja yang perlu diketahui terkait plasma konvalesen.
Diberitakan Kompas.com, 5 Januari 2021, Juru Bicara Satgas Covid-19 RS UNS, dr Tonang Dwi Ardyanto, mengungkapkan, plasma konvalesen sudah dikenal sejak lama sebagai sebuah metode terapi.
Menurut dia, terapi ini berpijak pada pemahaman bahwa seorang penyintas infeksi akan membentuk antibodi di tubuhnya setelah sembuh.
Baca juga: RS Penuh, Jokowi Batasi Jawa-Bali
Kemudian, antibodi itu akan disimpan dalam plasma darah orang tersebut.
Dari kondisi itu, para tenaga kesehatan (nakes) berusaha membantu, jika ada orang yang terinfeksi, sementara orang tersebut belum memiliki antibodi.
Kendati demikian, para nakes akan membantu dengan cara memberikan plasma dari orang yang sudah sembuh dari suatu infeksi.
Sementara, untuk Covid-19, Tonang menjelaskan, acuannya adalah penyintas penyakit tersebut diharapkan sudah membentuk antibodi.
Plasma penyintas Covid-19 itu kemudian diberikan kepada orang lain yang sedang menghadapi infeksi virus corona, dengan harapan antibodi tersebut mampu melawan infeksi yang sedang berjalan.
Secara sederhana, terapi plasma konvalesen dapat dipahami sebagai transfer antibodi antara penyintas suatu infeksi kepada orang yang tengah mengalami infeksi.
Baca juga: Gerakan Donor Konvalesen, Plasma Pasien Covid-19 yang Sembuh di Yogya
Kemudian, antibodi tersebut ditransfusikan kepada pasien yang membutuhkan.