Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hadapi Cuaca Ekstrem, Apa yang Bisa Dilakukan Masyarakat?

Kompas.com - 25/11/2020, 15:06 WIB
Nur Fitriatus Shalihah,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyebutkan adanya potensi cuaca ekstrem pada 21-27 November 2020.

Mengutip Kompas.com, 23 November 2020, cuaca ekstrem adalah kondisi cuaca yang tidak biasa dan menimbulkan dampak kerugian baik jiwa maupun harta.

Beberapa hal yang bisa terjadi saat cuaca ekstrem antara lain banjir, longsor, banjir bandang, hujan es, dan sebagainya.

Baca juga: Kapan Musim Kemarau 2020 Berakhir dan Musim Penghujan di Indonesia Dimulai?

Lantas, apa yang bisa dilakukan masyarakat saat cuaca ekstrem terjadi?

Kepala Sub-Bidang Iklim dan Cuaca BMKG Agie Wandala menjelaskan, jika cuaca ekstrem sudah terjadi dan menyebabkan banjir, longsor, atau banjir bandang, maka masyarakat harus bertahan di tempat yang aman.

"Bangunan yang permanen tidak dapat terhempas karena arus air. Harus dipastikan aman buat seluruh anggota keluarga, baik anak-anak atau manula," katanya pada Kompas.com, Rabu (25/11/2020).

Baca juga: Indonesia Disebut Alami Gelombang Panas, Ini Penjelasan BMKG

Tapi jika cuaca ekstrem belum terjadi, maka masyarakat harus mengenali kondisi tempat tinggalnya dan potensi terdampak cuaca ekstrem.

"Masyarakat mulai membiasakan mengetahui apakah sebenarnya tempat/rumah di mana mereka berada itu rawan atau memiliki kerentanan tinggi terhadap bencara banjir/longsor/banjir bandang tidak," kata dia.

Hal itu, menurut Agie bisa dilakukan dengan beberapa cara.

Baca juga: Berikut Analisis Ahli Hidrologi UGM soal Banjir Jakarta di Awal Tahun 2020

Observasi kondisi lingkungan bisa dilakukan dengan bertanya pada sesepuh desa atau orang yang berpengalaman.

"Jika kita mengetahui wilayah kita adalah zona yang rentan, maka diri sendiri dan keluarga harus mengetahui apa yang disebut zona evakuasi, jika terjadi bencana hidrometeorologi tersebut. Bisa dilatih langkah apa yang harus dilakukan," kata Agie.

Lalu, jika masih awam bisa menghubungi BMKG/BPBD/relawan untuk mengetahui bagaimana cara evakuasi yang baik.

"Pointnya adalah harus mulai membangun pemahaman dan kebiasaan sesuai kerentanan di mana kita sering beraktivitas," ungkapnya.

Baca juga: Mengenal Sabo Dam, Solusi Penanggulangan Banjir Lahar Gunung Merapi...

Petir

Ilustrasi badai petir, rahasia alam semesta.SHUTTERSTOCK/John D Sirlin Ilustrasi badai petir, rahasia alam semesta.

Saat musim hujan, badai petir sering terjadi.

Hal ini membuat masyarakat harus menyesuaikan diri dengan tidak berlindung di bawah pohon.

"Kebiasaan masyarakat yang beraktivitas di luar ruangan, seperti di persawahan yang luas, maka justru kita tidak boleh berlindung di bawah pohon. Karena petir cenderung mencari tempat yang tinggi," tuturnya.

Menurutnya masyarakat bisa berlindung di rumah atau bangunan permanen.

Baca juga: Waspada Hujan Disertai Petir di Pulau Jawa, Ini Penjelasan dan Imbauan BMKG...

Hujan lebat

Saat hujan lebat dan masyarakat masih berada di jalan, tidak disarankan untuk berlindung di bawah jembatan.

"Karena akan menganggu lalu lintas dan membayakan jika jembatannya tidak permanen," ujarnya.

Dia mengatakan masyarakat bisa berteduh di rumah atau bangunan permanen.

Baca juga: Ada Potensi Cuaca Ekstrem dalam Sepekan Mendatang, Ini Imbauan BMKG

Banjir lahar dingin

Agie menjelaskan lahar dingin termasuk kategori banjir bandang atau secara spesifik mud flow, karena membawa muatan/partikel keras dan padat.

"Hal ini bahaya karena bisa menimbulkan friksi yang kuat. Sangat berbahaya jika kita berada di jalur aliran lahar dingin," kata dia.

Rumah-rumah yang berada di bantaran sungai maupun jembatan yang pendek rentan terhadap bahaya lahar dingin.

Baca juga: Erupsi Merapi dan Sejarah Letusannya...

Agie menyarankan untuk tidak menyeberang ketika ada banjir lahar dingin atau banjir bandang. Disarankan menunggu di tempat yang aman.

Selain itu, jika lahar dingin terjadi, masyarakat harus mengenal mitigasi bencana.

"Masyarakat yang tinggal di bantaran sungai mungkin secara budaya memang tidak bisa ditinggalkan karena memang tanah/rumah tinggal yang mereka miliki berada di sana. Maka sudut pandanganya adalah mitigasi," kata Agie.

Baca juga: Mengenal Sabo Dam, Solusi Penanggulangan Banjir Lahar Gunung Merapi...

Dia mengatakan, masyarakat harus memanfaatkan informasi peringatan dini ketika hujan lebat terjadi di hulu sungai agar masyarakat di bantaran sungai memiliki critical time untuk menyelamatkan harta benda mereka.

Agie juga mengingatkan, konteks pengungsian juga harus dikelola dengan baik dengan berkomunikasi dengan pemerintah setempat.

"Apalagi ketika kondisi Covid-19, setiap pengungsian sementara harus juga memenuhi protokol kesehatan," imbuh dia.

Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Letusan Hebat Gunung Tambora yang Mengubah Dunia

KOMPAS.com/Dhawam Pambudi Infografik: Cuaca Panas, Waspada "Heat Stroke"

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

5 Kasus Pembunuhan Mutilasi yang Jadi Sorotan Dunia

5 Kasus Pembunuhan Mutilasi yang Jadi Sorotan Dunia

Tren
Daftar Terbaru Kereta Ekonomi New Generation dan Stainless Steel New Generation, Terbaru KA Lodaya

Daftar Terbaru Kereta Ekonomi New Generation dan Stainless Steel New Generation, Terbaru KA Lodaya

Tren
Daftar Sekolah Kedinasan yang Buka Pendaftaran pada Mei 2024, Lulus Bisa Jadi PNS

Daftar Sekolah Kedinasan yang Buka Pendaftaran pada Mei 2024, Lulus Bisa Jadi PNS

Tren
Sering Dikira Sama, Apa Perbedaan Psikolog dan Psikiater?

Sering Dikira Sama, Apa Perbedaan Psikolog dan Psikiater?

Tren
Benarkah Kucing Lebih Menyukai Manusia yang Tidak Menyukai Mereka?

Benarkah Kucing Lebih Menyukai Manusia yang Tidak Menyukai Mereka?

Tren
Banjir di Sulawesi Selatan, 14 Orang Meninggal dan Ribuan Korban Mengungsi

Banjir di Sulawesi Selatan, 14 Orang Meninggal dan Ribuan Korban Mengungsi

Tren
Buah-buahan yang Aman Dikonsumsi Anjing Peliharaan, Apa Saja?

Buah-buahan yang Aman Dikonsumsi Anjing Peliharaan, Apa Saja?

Tren
BPOM Rilis Daftar Suplemen dan Obat Tradisional Mengandung Bahan Berbahaya, Ini Rinciannya

BPOM Rilis Daftar Suplemen dan Obat Tradisional Mengandung Bahan Berbahaya, Ini Rinciannya

Tren
Arkeolog Temukan Vila Kaisar Pertama Romawi, Terkubur di Bawah Abu Vulkanik Vesuvius

Arkeolog Temukan Vila Kaisar Pertama Romawi, Terkubur di Bawah Abu Vulkanik Vesuvius

Tren
Kapan Seseorang Perlu ke Psikiater? Kenali Tanda-tandanya Berikut Ini

Kapan Seseorang Perlu ke Psikiater? Kenali Tanda-tandanya Berikut Ini

Tren
Suhu Panas Melanda Indonesia, 20 Wilayah Ini Masih Berpotensi Diguyur Hujan Sedang-Lebat

Suhu Panas Melanda Indonesia, 20 Wilayah Ini Masih Berpotensi Diguyur Hujan Sedang-Lebat

Tren
Apa Beda KIP Kuliah dengan Beasiswa pada Umumnya?

Apa Beda KIP Kuliah dengan Beasiswa pada Umumnya?

Tren
Kisah Bocah 6 Tahun Meninggal Usai Dipaksa Ayahnya Berlari di Treadmill karena Terlalu Gemuk

Kisah Bocah 6 Tahun Meninggal Usai Dipaksa Ayahnya Berlari di Treadmill karena Terlalu Gemuk

Tren
ASN Bisa Ikut Pelatihan Prakerja untuk Tingkatkan Kemampuan, Ini Caranya

ASN Bisa Ikut Pelatihan Prakerja untuk Tingkatkan Kemampuan, Ini Caranya

Tren
Arkeolog Temukan Kota Hilang Berusia 8.000 Tahun, Terendam di Dasar Selat Inggris

Arkeolog Temukan Kota Hilang Berusia 8.000 Tahun, Terendam di Dasar Selat Inggris

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com