Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Studi Terbaru Mengonfirmasi Efektivitas Remdesivir sebagai Obat Corona

Kompas.com - 10/10/2020, 13:28 WIB
Nur Fitriatus Shalihah,
Jihad Akbar

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Obat khusus untuk mengatasi virus corona belum ditemukan. Meski begitu, penelitian menunjukkan beberapa obat menunjukkan perkembangan yang baik.

Salah satunya adalah remdesivir. Pada 3 Oktober, dokter yang merawat Presiden AS Donald Trump mengatakan bahwa Trump menerima remdesivir intravena selama lima hari.

Kemudian, sebuah penelitian yang dipublikasikan baru-baru ini memastikan manfaat remdesivir untuk mengobati orang yang dirawat di rumah sakit karena Covid-19.

Dilansir The New York Times, remdesivir adalah obat pertama yang mendapat izin darurat dari Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (FDA) untuk digunakan pada pasien Covid-19. Pembuatnya adalah perusahaan Gilead Sciences.

Remdesivir dapat menghambat replikasi virus baru dengan memasukkannya ke dalam gen virus baru.

Awalnya, obat ini digunakan sebagai antivirus untuk penyakit ebola dan hepatitis C.

Baca juga: Ini Kandidat Obat Covid-19 yang “Menjanjikan”, Salah Satunya Remdesivir

Penelitian terbaru mengenai remdesivir dipublikasikan di New England Journal of Medicine pada 8 Oktober.

Dalam penelitian itu, para peneliti memastikan manfaat remdesivir untuk mengobati orang yang dirawat di rumah sakit karena Covid-19.

Dikutip dari Time, Kamis (8/10/2020), dalam penelitian terbaru, peneliti memberikan data yang lebih rinci tentang bagaimana obat tersebut mempengaruhi metrik termasuk berapa lama orang perlu diberikan oksigen tambahan atau ventilator.

Penelitian dipimpin tim dari National Institute of Allergy and Infectious Diseases. Itu adalah data akhir dari studi yang mereka mulai pertama kali pada bulan Mei.

Sebanyak 1.062 orang terlibat dalam penelitian itu sebagai relawan yang secara acak mendapatkan remdesivir IV (intravena) atau plasebo hingga 10 hari selama di rumah sakit.

Semua peserta menunjukkan bukti infeksi saluran pernapasan, sebagian besar pneumonia, dan 85 pesen dianggap menderita penyakit parah.

Baca juga: 8 Fakta Remdesivir untuk Indonesia, dari Harga hingga Efek Samping

Adapun, yang dimaksud sakit parah adalah mereka yang setidaknya satu dari tiga gejala, yaitu:

  • kadar oksigen darah mereka di bawah 94 persen saat menghirup udara ruangan;
  • mereka membutuhkan oksigen tambahan;
  • mereka membutuhkan ventilator untuk bernapas.

“Data ini memperkuat nilai remdesivir pada pasien yang dirawat di rumah sakit,” kata direktur asosiasi penelitian klinis di divisi mikrobiologi dan penyakit menular di NIAID, Dr. John Beigel.

Penelitian pendahuluan memberikan data kematian setelah 15 hari. Sementara itu, penelitian lengkap mengamati peserta penelitian selama 28 hari.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Bukan karena Cobek dan Ulekan Batu, Ini Penyebab Munculnya Batu Ginjal

Bukan karena Cobek dan Ulekan Batu, Ini Penyebab Munculnya Batu Ginjal

Tren
Kisah Bayi 2 Hari Alami Radang Otak Usai Dicium Pembawa Herpes

Kisah Bayi 2 Hari Alami Radang Otak Usai Dicium Pembawa Herpes

Tren
Cerita Rokiah, Jemaah Haji Difabel Indonesia yang Berangkat Seorang Diri, Kini Bertemu Sahabat Baru

Cerita Rokiah, Jemaah Haji Difabel Indonesia yang Berangkat Seorang Diri, Kini Bertemu Sahabat Baru

Tren
Turis Digigit Monyet Saat Berkunjung ke Monkey Forest Ubud, Mengaku Suntik Antirabies Rp 97 Juta

Turis Digigit Monyet Saat Berkunjung ke Monkey Forest Ubud, Mengaku Suntik Antirabies Rp 97 Juta

Tren
Teka-teki Pemegang Akun Facebook Icha Shakila, Diyakin Jadi Dalang Kasus Ibu Cabuli Anak

Teka-teki Pemegang Akun Facebook Icha Shakila, Diyakin Jadi Dalang Kasus Ibu Cabuli Anak

Tren
Kapan Pengumuman Hasil UTBK SNBT 2024? Ini Jadwal dan Cara Ceknya

Kapan Pengumuman Hasil UTBK SNBT 2024? Ini Jadwal dan Cara Ceknya

Tren
Belajar dari Kasus di Kosambi, di Mana Tempat Meletakkan Tabung Gas LPG yang Benar?

Belajar dari Kasus di Kosambi, di Mana Tempat Meletakkan Tabung Gas LPG yang Benar?

Tren
Orang yang Berkurban Dianjurkan Tidak Potong Kuku dan Rambut, Mulai Kapan?

Orang yang Berkurban Dianjurkan Tidak Potong Kuku dan Rambut, Mulai Kapan?

Tren
Klaim Sengaja Gagalkan Penalti Kedua Saat Lawan Indonesia, Berikut Profil Striker Irak Ayman Hussein

Klaim Sengaja Gagalkan Penalti Kedua Saat Lawan Indonesia, Berikut Profil Striker Irak Ayman Hussein

Tren
Ketika Dua Keluarga Jokowi Kini Duduki Jabatan Strategis di Pertamina...

Ketika Dua Keluarga Jokowi Kini Duduki Jabatan Strategis di Pertamina...

Tren
Siapa Saja Orang yang Tak Disarankan Minum Kopi?

Siapa Saja Orang yang Tak Disarankan Minum Kopi?

Tren
Sosok Rita Widyasari, Eks Bupati Kutai Kartanegara Terpidana Korupsi dengan Kekayaan Fantastis

Sosok Rita Widyasari, Eks Bupati Kutai Kartanegara Terpidana Korupsi dengan Kekayaan Fantastis

Tren
4 Teh untuk Menurunkan Tekanan Darah Tinggi, Direkomendasikan Ahli Diet

4 Teh untuk Menurunkan Tekanan Darah Tinggi, Direkomendasikan Ahli Diet

Tren
5 Fakta Kasus Pengeroyokan Bos Rental hingga Meninggal di Sukolilo Pati

5 Fakta Kasus Pengeroyokan Bos Rental hingga Meninggal di Sukolilo Pati

Tren
Benarkah Tidak Makan Nasi Bisa Bantu Menurunkan Kadar Gula Darah Penderita Diabetes?

Benarkah Tidak Makan Nasi Bisa Bantu Menurunkan Kadar Gula Darah Penderita Diabetes?

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com