Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Simak, Ini 8 Hoaks dan Fakta yang Banyak Beredar soal Omnibus Law Cipta Kerja

Kompas.com - 09/10/2020, 19:45 WIB
Nur Fitriatus Shalihah,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

"Di mana upah per jam yang dihitung per jam ini pernah disampaikan oleh Menteri Ketenagakerjaan, sebagaimana bisa kita telusuri kembali dari berbagai pemberitaan di media dengan mengetik 'pemerintah akan terapkan upah per jam' di google untuk melihat beritanya," katanya.

Adapun permintaan buruh adalah menegaskan di dalam Ommibus Law UU Cipta kerja, bahwa upah per jam tidak dibuka ruang untuk diberlakukan.

4. Benarkah hak cuti hilang dan tidak ada kompensasi?

Informasi yang beredar terkait pasal yang menghilangkan hak cuti pekerja dinyatakan sebagai informasi bohong oleh Kominfo.

Pemerintah memastikan perusahaan wajib memberikan waktu istirahat dan cuti bagi pekerja. Soal cuti kerja itu menurut Johnny ada di Pasal 89, ayat 1.

Namun menurut Said, cuti panjang bukan lagi kewajiban yang harus diberikan pengusaha atau perusahaan, sehingga berpotensi hilang.

Baca juga: Jokowi: Hak Cuti Tetap Ada dan Dijamin

Said mengatakan dalam UU 13 tahun 2003 Pasal 79 Ayat (2) huruf d diatur secara tegas, bahwa pengusaha harus memberikan hak cuti panjang selama 2 bulan kepada buruh yang sudah bekerja selama 6 (enam) tahun.

"Sedangkan dalam omnibus law, pasal yang mengatur mengenai cuti panjang diubah, sehingga cuti panjang bukan lagi kewajiban pengusaha," kata Said.

Buruh juga meminta agar cuti haid dan melahirkan tidak dipotong upahnya. Sebab kalau upahnya dipotong, maka buruh akan cenderung untuk tidak mengambil cuti.

"Karena meskipun cuti haid dan melahirkan tetap ada di undang-undang, tetapi dalam pelaksanaan di lapangan tidak akan bisa berjalan jika upahnya dipotong, karena pengusaha akan memaksa secara halus buruh perempuan tidak mengambil cuti haid dengan menakut-nakuti upahnya akan dipotong," ungkapnya.

Adapun permintaan buruh adalah, semua hak cuti buruh dikembalikan sebagaimana yang diatur dalam UU 13 tahun 2003.

5. Benarkah outsourcing di semua jenis industri dan dengan kontrak seumur hidup?

Informasi soal outsourcing yang diterapkan untuk semua pekerjaan juga dipastikan Kemenkominfo adalah berita bohong.

Menurut Kemenkominfo faktanya UU Cipta Kerja mengharuskan perjanjian kerja outsourcing mencantumkan perlindungan hak-hak pekerja dengan tetap memperoleh jaminan sosial pekerja.

Mengenai pekerja outsourcing yang memperoleh hak sama diatur di Pasal 66, ayat 2.

Sedangkan menurut Said, faktanya adalah outsourcing (pemborongan pekerjaan) bisa diterapkan di semua jenis pekerjaan tanpa terkecuali.

Baca juga: UU Cipta Kerja dan Potensi Pekerja Kontrak Abadi

Dia mengungkapkan, dalam Pasal 65 UU No 13 Tahun 2003 outsourcing harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

  • dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama
  • dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung dari pemberi pekerjaan
  • merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara keseluruhan
  • tidak menghambat proses produksi secara langsung.

"Tetapi di dalam omnibus law justru menghapus pasal 65 UU 13 tahun 2003 yang memberikan batasan terhadap outsourcing. Sehingga outsourcing bisa bebas di semua jenis pekerjaan," tutur Said.

Fakta yang lain menurutnya, dalam UU 13 Tahun 2003, outsouring hanya dibatasi di 5 jenis pekerjaan.

Sesuai dengan Pasal 66 Ayat (1) dijelaskan bahwa pekerja/buruh dari perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh tidak boleh digunakan oleh pemberi kerja untuk melaksanakan kegiatan pokok atau kegiatan yang berhubungan langsung dengan proses produksi.

Hal itu dikecualikan untuk kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi.

"Tetapi dalam omnibus law, Pasal 66 Ayat (1) yang memberikan batasan mengenai pekerjaan yang boleh menggunakan pekerja outsourcing dihapus. Artinya, semua jenis pekerjaan bisa di outsourcing. Di sini akan terjadi perbudakan modern," katanya.

Baca juga: Bahas Omnibus Law, Ernest Prakasa Singgung soal Ketidakadilan

Said menjelaskan, di seluruh dunia penggunaan outsourcing lazim dibatasi jenis pekerjaannya agar tidak terjadi modern slavery.

Misalnya di Perancis, hanya boleh untuk 13 jenis pekerjaan yang menggunakan karyawan outsourcing dan tidak boleh seumur hidup. Begitu pula di banyak negara industri lainnya.

Di Indonesia berdasarkan UU 13 Tahun 2003 karyawan outsourcing hanya boleh digunakan untuk 5 jenis pekerjaan.

"Negara harus hadir melindungi rakyatnya agar tidak terjadi perdagangan tenaga manusia melalui agen outsourcing," kata Said.

Menurutnya, ketika outsourcing dibebaskan berarti tidak ada job security atau tidak ada kepastian kerja bagi buruh Indonesia.

Hal itu menyebabkan hilangnya peran negara untuk melindungi buruh Indonesia, termasuk melindungi rakyat yang masuk pasar kerja tanpa kepastian masa depannya dengan dikontrak dan outsourcing seumur hidup.

Tahun 2020 jumlah karyawan kontrak dan outsourcing berkisar 70 persen sampai 80 persen dari total buruh yang bekerja di sektor formal.

Adapun permintaan KSPI adalah meminta outsourcing dibatasi untuk jenis pekerjaan tertentu dan tidak boleh seumur hidup atau kembali sesuai UU 13 Tahun 2003.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com