Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Di Ambang Resesi, Bagaimana Tips Mengatur Keuangan yang Baik?

Kompas.com - 22/09/2020, 20:45 WIB
Mela Arnani,
Jihad Akbar

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Menteri Keuangan Sri Mulyani memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III tahun 2020 minus antara 1,1 persen hingga 2,9 persen.

Bahkan, diberitakan Kompas.com pada Selasa (22/9/2020), pertumbuhan ekonomi Tanah Air di tengah pandemi virus corona hingga akhir tahun akan berada di kisaran minus 1,7 persen hingga minus 0,6 persen.

Meski demikian, pemerintah masih mengupayakan pertumbuhan ekonomi pada kuartal IV mendatang bisa mendekati 0.

Sebelumnya, Kompas.com memberitakan pada 5 Agustus 2020, pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal II 2020 minus 5,32 persen.

Sehingga, apabila pada kuartal III 2020 kembali minus, perekonomian Indonesia masuk dalam kategori resesi teknis karena 2 kuartal berturut minus.

Dilansir Forbes, resesi merupakan kondisi terjadi penurunan signifikan dalam kegiatan ekonomi yang berlangsung berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun.

Baca juga: Indonesia di Ambang Resesi, Apa Dampaknya pada Masyarakat?

Dampak resesi

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Bhima Yudhistira Adhinegara, mengatakan resesi akan berdampak secara langsung terhadap daya beli masyarakat yang menurun.

Hal ini mengartikan kebutuhan masyarakat dan pendapatan tidak sebanding.

"Sementara untuk mendapatkan pinjaman atau utang tidak mudah," kata Bhima saat dihubungi Kompas.com, Selasa (22/9/2020).

Selain itu, resesi juga akan menyebabkan pemutusan hubungan kerja (PHK) massal di berbagai sektor.

Meski begitu, menurut Bhima, harga pangan akan berbeda dari krisis 1998, di mana pada saat itu terjadi inflasi hingga 70 persen.

"Sementara di 2020 ini yang terjadi adalah deflasi, di mana harga pangan justru menurun," ujar dia.

Baca juga: Indonesia di Tengah Ancaman Resesi, Ini Peluang Bisnis yang Bisa Dilakukan

Mengelola keuangan

Bhima pun membagikan tips mengelola keuangan di tengah resesi.

Ia mengatakan dalam pengelolaan keuangan di masa resesi wajib memprioritaskan dana ke kebutuhan pokok.

Di antaranya adalah untuk bahan pangan, obat-obatan, tagihan listrik, air, hingga kuota internet.

"Baru setelah itu kebutuhan yang sifatnya sekunder, seperti beli baju atau kendaraan baru," ujar Bhima.

Selain itu, pada kondisi resesi, menurutnya masih penting bagi setiap orang untuk mengalokasikan dana darurat.

Baca juga: Mengenal Apa Itu Resesi dan Bedanya dengan Depresi Ekonomi

Minimum dalam kondisi pandemi dan risiko kehilangan pekerjaan seperti saat ini, lanjut Bhima, dana darurat setidaknya sebesar 20-40 persen dari pendapatan.

"Jika mendadak sakit atau diputus kontrak dari perusahaan, masih ada cadangan cash untuk bertahan hidup," paparnya.

Sementara itu, masih diperlukan dana untuk melakukan investasi ke aset yang aman seperti emas atau logam mulia.

"(Serta) surat utang pemerintah dan deposito bank tenor jangka pendek, kurang dari 2 tahun," ujar Bhima.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com