Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasus Terus Naik, Sudah Optimalkah Usaha Indonesia Kendalikan Virus Corona?

Kompas.com - 22/09/2020, 10:39 WIB
Jawahir Gustav Rizal,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

Masalah lain yang dihadapi juga terkait distribusi tenaga medis dan tenaga kesehatan yang hanya terkonsentrasi di Jawa dan kota-kota besar.

Menurut data yang disampaikan PB IDI, kematian dokter selama pandemi Covid-19 tersebar di sejumlah wilayah di Indonesia.

Baca juga: Kisah Pasien Covid-19 di Depok Sulit Cari Rumah Sakit dan Terbelit Administrasi karena Swab Mandiri

Kapasitas testing

Indikator keempat adalah tentang kapasitas testing. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan standar testing per minggu adalah 1 per 1.000 penduduk.

Dicky menyebut Indonesia serta banyak daerah di dalamnya, terutama provinsi-provinsi besar, seperti Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, masih jauh dari target WHO.

"Artinya belum optimal responsnya. Karena kalau tanpa tes, sekali lagi sangat mustahil kita bisa tahu siapa yang bawa virus dan siapa yang harus diisolasi. Kita masih jauh dari itu," kata Dicky.

Diberitakan Kompas.com, 3 September 2020, meskipun Covid-19 telah mewabah selama enam bulan sejak kasus pertama diumumkan 2 Maret 2020, namun kapasitas tes PCR masih di bawah standar WHO.

Juru Bicara Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengatakan, dengan populasi 267 juta, setidaknya harus ada 267.000 orang yang dites per minggu. Namun, saat ini Indonesia baru mampu mengetes 95.000 orang per minggu.

Mengutip data dari KawalCOVID19, sampai dengan 21 September, jumlah orang yang dites adalah 1.743.000 dengan positive rate sebesar 16,82 persen. Sedangkan jumlah spesimen yang telah diperiksa yaitu 2.950.173.

Baca juga: 6 Bulan Pandemi, Kapasitas Tes Usap Masih Jauh di Bawah Standar WHO

Acuan strategi penanganan

Dicky mengatakan, indikator kelima untuk melihat respons penanganan Covid-19 di Indonesia adalah dengan mencermati acuan strategi penanganan.

Apakah tetap tidak konsisten dengan strategi eliminasi Covid-19 atau justru berfokus pada aspek ekonomi.

"Ini akan mengakibatkan ketidakoptimalan respons. Hal ini juga masih kita lihat, belum ada strategi yang komprehensif, yang firm, yang konsisten, yang juga memperkuat sistem kesehatan," kata Dicky.

Pada awal September lalu, Presiden Joko Widodo mengingatkan seluruh jajarannya untuk mengutamakan aspek kesehatan terlebih dahulu, daripada aspek pemulihan ekonomi dalam penanganan pandemi Covid-19.

Jokowi menegaskan, jika aspek pemulihan ekonomi didahulukan, maka akan timbul situasi yang berbahaya.

Namun, seperti diberitakan Kompas.com, 8 September 2020, Epidemiolog Universitas Indonesia Pandu Riono mengatakan, pernyataan tersebut masih perlu dibuktikan

Menurut dia, selama 6 bulan penanganan pandemi virus corona di Indonesia, kebijakan pemerintah lebih berorientasi ke ekonomi daripada kesehatan, sehingga kontradiktif dengan pernyataan yang disampaikan Presiden.

Hal ini terlihat dari dibentuknya Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional, yang sebagian besar digawangi oleh menteri-menteri bidang ekonomi.

Baca juga: Imbauan Presiden Itu Ditujukan ke Siapa?

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Infografik: Rapid Test Covid-19

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

5 Kasus Pembunuhan Mutilasi yang Jadi Sorotan Dunia

5 Kasus Pembunuhan Mutilasi yang Jadi Sorotan Dunia

Tren
Daftar Terbaru Kereta Ekonomi New Generation dan Stainless Steel New Generation, Terbaru KA Lodaya

Daftar Terbaru Kereta Ekonomi New Generation dan Stainless Steel New Generation, Terbaru KA Lodaya

Tren
Daftar Sekolah Kedinasan yang Buka Pendaftaran pada Mei 2024, Lulus Bisa Jadi PNS

Daftar Sekolah Kedinasan yang Buka Pendaftaran pada Mei 2024, Lulus Bisa Jadi PNS

Tren
Sering Dikira Sama, Apa Perbedaan Psikolog dan Psikiater?

Sering Dikira Sama, Apa Perbedaan Psikolog dan Psikiater?

Tren
Benarkah Kucing Lebih Menyukai Manusia yang Tidak Menyukai Mereka?

Benarkah Kucing Lebih Menyukai Manusia yang Tidak Menyukai Mereka?

Tren
Banjir di Sulawesi Selatan, 14 Orang Meninggal dan Ribuan Korban Mengungsi

Banjir di Sulawesi Selatan, 14 Orang Meninggal dan Ribuan Korban Mengungsi

Tren
Buah-buahan yang Aman Dikonsumsi Anjing Peliharaan, Apa Saja?

Buah-buahan yang Aman Dikonsumsi Anjing Peliharaan, Apa Saja?

Tren
BPOM Rilis Daftar Suplemen dan Obat Tradisional Mengandung Bahan Berbahaya, Ini Rinciannya

BPOM Rilis Daftar Suplemen dan Obat Tradisional Mengandung Bahan Berbahaya, Ini Rinciannya

Tren
Arkeolog Temukan Vila Kaisar Pertama Romawi, Terkubur di Bawah Abu Vulkanik Vesuvius

Arkeolog Temukan Vila Kaisar Pertama Romawi, Terkubur di Bawah Abu Vulkanik Vesuvius

Tren
Kapan Seseorang Perlu ke Psikiater? Kenali Tanda-tandanya Berikut Ini

Kapan Seseorang Perlu ke Psikiater? Kenali Tanda-tandanya Berikut Ini

Tren
Suhu Panas Melanda Indonesia, 20 Wilayah Ini Masih Berpotensi Diguyur Hujan Sedang-Lebat

Suhu Panas Melanda Indonesia, 20 Wilayah Ini Masih Berpotensi Diguyur Hujan Sedang-Lebat

Tren
Apa Beda KIP Kuliah dengan Beasiswa pada Umumnya?

Apa Beda KIP Kuliah dengan Beasiswa pada Umumnya?

Tren
Kisah Bocah 6 Tahun Meninggal Usai Dipaksa Ayahnya Berlari di Treadmill karena Terlalu Gemuk

Kisah Bocah 6 Tahun Meninggal Usai Dipaksa Ayahnya Berlari di Treadmill karena Terlalu Gemuk

Tren
ASN Bisa Ikut Pelatihan Prakerja untuk Tingkatkan Kemampuan, Ini Caranya

ASN Bisa Ikut Pelatihan Prakerja untuk Tingkatkan Kemampuan, Ini Caranya

Tren
Arkeolog Temukan Kota Hilang Berusia 8.000 Tahun, Terendam di Dasar Selat Inggris

Arkeolog Temukan Kota Hilang Berusia 8.000 Tahun, Terendam di Dasar Selat Inggris

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com