Selain itu, Toto juga mengharapkan, Pertamina memperbaiki tingkat demand domestik di semester II dengan berbagai stimulus ekonomi yang sudah dijalankan.
Menurutnya, stimulus ekonomi ini dapat berwujud dengan bantuan tunai dan ke korporasi BUMN dengan skema pinjaman, Penyertaan Modal Negara (PMN), serta insentif ke industri secara umum (fiskal dan non-fiskal) ke masyarakat.
Tindakan-tindakan ini diharapkan memacu perbaikan ekonomi lebih cepat di 2021.
"Apalagi forecasting banyak lembaga international optimistis dengan kecepatan pemulihan ekonomi Indonesia yang lebih banyak didorong tingkat konsumsi domestik dibandingkan hasil eksport," katanya lagi.
Baca juga: Daftar BUMN yang Punya Bisnis Hotel
Sementara dari sisi pengelolaan cost ke depan, ia berharap Pertamina dapat melakukan perbaikan lebih tajam dengan upaya regenosiasi beberapa kontrak proyek berjalan.
Selain itu, juga terkait dengan renegosiasi utang jatuh tempo, sekaligus penundaan beberapa project dengan capex (belanja modal) besar.
"Dengan kombinasi ini diharapkan kinerja 2020 bisa menjadi lebih baik," imbuh dia.
Baca juga: Soal Tabung Gas Meledak Saat Lampu Dinyalakan, Ini Penjelasan Pertamina
Sementara itu, VP Corporate COmmunication Pertamina Fajriyah Usman mengaku penurunan pendapatan Pertamina yang signifikan terjadi pada Maret-Mei 2020.
Ia mengungkapkan, saat itu laba mengalami penekanan, dan Pertamina berangsur mengalami kerugian bersih rata-rata 500 juta dollar AS per bulannya.
"Untuk mengatasi kondisi ini, Pertamina telah berhasil menjalankan strategi dari berbagai aspek baik operasional maupun finansial, sehingga laba bersih pun beranjak naik sejak Mei sampai Juli 2020 dengan rata-rata sebesar 350 juta dollar AS setiap bulannya," ujar Fajriyah saat dihubungi terpisah oleh Kompas.com, Kamis (27/8/2020).
"Pencapaian positif ini akan terus mengurangi kerugian yang sebelumnya telah tercatat," lanjut dia.
Baca juga: 5 BUMN yang Dominasi Pasar, dari Pertamina hingga Semen Indonesia