Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berkaca dari Kasus Mumtaz Rais, Bagaimana Larangan Penggunaan Ponsel di Pesawat?

Kompas.com - 14/08/2020, 17:31 WIB
Ahmad Naufal Dzulfaroh,
Jihad Akbar

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nawawi Pomolango melaporkan Ahmad Mumtaz Rais, putra dari Amien Rais, ke Polres Bandara Soekarno-Hatta usai terlibat cekcok di pesawat.

Insiden cekceok terjadi saat keduanya berada dalam pesawat Garuda Indonesia rute Gorontalo-Makassar-Jakarta, Rabu (12/8/2020).

Pihak maskapai membenarkan adanya cekcok antara keduanya.

Disebutkan, Mumtaz yang merupakan penumpang kelas bisnis menggunakan ponsel ketika pesawat sedang boarding dan melakukan pengisian bahan bakar.

Meski telah ditegur tiga kali oleh awak kabin, Mumtaz tidak mengindahkannya. Akhirnya, penumpang lain, Nawawi, pun ikut menegur dan sempat terjadi adu argumen.

Baca juga: Mumtaz Rais Tiga Kali Ditegur Awak Garuda karena Pakai Handphone di Pesawat

Lantas, bagaimana larangan penggunaan ponsel di pesawat?

Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, dijelaskan sejumlah larangan yang tak boleh dilakukan oleh semua orang yang ada di dalam pesawat.

Ada enam larangan yang termaktub dalam Pasal 54 tersebut, yaitu:

Pertama, setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang dapat membahayakan keamanan dan keselamatan penerbangan.

Kedua, dilarang melakukan pelanggaran tata tertib penerbangan.

Ketiga, dilarang mengambil atau merusak peralatan pesawat yang dapat membahayakan keselamatan.

Keempat, dilarang melakukan perbuatan asusila.

Kelima, dilarang melakukan perbuatan yang mengganggu ketenteraman.

Keenam, dilarang mengoperasikan peralatan elektronika yang mengganggu navigasi penerbangan.

Baca juga: Akibat Layang-layang, Garuda Indonesia Keluarkan 4.000 Dollar AS untuk Perbaiki Kerusakan Pesawat

Sementara itu, Pasal 412 UU No 1 Tahun 2009 menyebutkan mengenai sejumlah sanksi bagi pelanggar Pasal 54.

Untuk pelanggar larangan pertama, seseorang dapat dipidana penjara paling lama dua tahun atau denda paling banyak Rp 500 juta.

Bagi seseorang yang melanggar tata tertib penerbangan (larangan kedua), maka pidana berupa penjara paling lama satu tahun atau denda paling banyak Rp 100 juta telah menanti.

Jika seseorang mengambil atau merusak peralatan pesawat selama penerbangan (larangan ketiga), maka dapat dipenjara maksimal dua tahun dan denda paling banyak Rp 200 juta.

Untuk pelanggar larangan kelima, seseorang bisa dipenjara paling lama satu tahun dengan denda maksimal Rp 100 juta.

Bagi setiap orang yang mengoperasikan peralatan elektronika yang mengganggu navigasi penerbangan (larangan keenam), maka akan didenda paling lama dua tahun dan denda maksimal Rp 200 juta.

Baca juga: Cekcok di Pesawat, Pimpinan KPK Nawawi Pomolango Laporkan Putra Amien Rais ke Polisi

Tak hanya diatur dalam undang-undang, larangan menggunakan ponsel pun juga sesuai dengan Instruksi Direktur Keselamatan Penerbangan Ditjen Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan melalui surat No. AU/4357/DKP.0975/2003 tentang larangan penggunaan ponsel di dalam pesawat udara.

Instruksi tersebut merupakan lanjutan dari larangan yang diterbitkan oleh FAA (Badan Penerbangan Federal AS) sejak 1991.

Artinya, semua penerbangan di seluruh dunia menerapkan aturan tersebut, tanpa kecuali.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Kisah Pemuda China, Rela Hidup Hemat demi Pacar tapi Berakhir Tragis

Kisah Pemuda China, Rela Hidup Hemat demi Pacar tapi Berakhir Tragis

Tren
6 Alasan Mengapa Anjing Peliharaan Menatap Pemiliknya, Apa Saja?

6 Alasan Mengapa Anjing Peliharaan Menatap Pemiliknya, Apa Saja?

Tren
Pacitan Diguncang Gempa M 5,0 Selasa Pagi, Ini Wilayah yang Merasakannya

Pacitan Diguncang Gempa M 5,0 Selasa Pagi, Ini Wilayah yang Merasakannya

Tren
Analisis Gempa Pacitan M 5,0 Selasa Pagi, Disebabkan Deformasi Batuan di Lempeng Indo-Australia

Analisis Gempa Pacitan M 5,0 Selasa Pagi, Disebabkan Deformasi Batuan di Lempeng Indo-Australia

Tren
Peneliti Ungkap Suara Makhluk Hidup Terbesar di Dunia yang Sudah Berumur 12.000 Tahun

Peneliti Ungkap Suara Makhluk Hidup Terbesar di Dunia yang Sudah Berumur 12.000 Tahun

Tren
Gempa M 5,0 Guncang Pacitan, Tidak Berpotensi Tsunami

Gempa M 5,0 Guncang Pacitan, Tidak Berpotensi Tsunami

Tren
6 Cara Intermittent Fasting, Metode Diet Isa Bajaj yang Berhasil Turun Berat Badan 12 Kg

6 Cara Intermittent Fasting, Metode Diet Isa Bajaj yang Berhasil Turun Berat Badan 12 Kg

Tren
Sidang SYL: Beli Kado dan Renovasi Rumah Pribadi dari Uang Kementan

Sidang SYL: Beli Kado dan Renovasi Rumah Pribadi dari Uang Kementan

Tren
Rincian Formasi CPNS Sekolah Kedinasan 2024, STAN Terbanyak

Rincian Formasi CPNS Sekolah Kedinasan 2024, STAN Terbanyak

Tren
Pertandingan Indonesia Vs Guinea Disiarkan di RCTI, Kick Off 20.00 WIB

Pertandingan Indonesia Vs Guinea Disiarkan di RCTI, Kick Off 20.00 WIB

Tren
Berawal dari Cabut Gigi, Perempuan Ini Alami Infeksi Mulut hingga Meninggal Dunia

Berawal dari Cabut Gigi, Perempuan Ini Alami Infeksi Mulut hingga Meninggal Dunia

Tren
Ramai soal Kepribadian Kucing Ditentukan oleh Warna Bulunya, Pakar: Tidak Selalu Kucing 'Oren' Barbar

Ramai soal Kepribadian Kucing Ditentukan oleh Warna Bulunya, Pakar: Tidak Selalu Kucing "Oren" Barbar

Tren
8 Suplemen untuk Meningkatkan Kekebalan Tubuh

8 Suplemen untuk Meningkatkan Kekebalan Tubuh

Tren
Profil Sadiq Khan, Anak Imigran Pakistan yang Sukses Jadi Wali Kota London Tiga Periode

Profil Sadiq Khan, Anak Imigran Pakistan yang Sukses Jadi Wali Kota London Tiga Periode

Tren
Bukan Cuma Olahraga, Lakukan 3 Gerakan Ini untuk Jaga Kesehatan

Bukan Cuma Olahraga, Lakukan 3 Gerakan Ini untuk Jaga Kesehatan

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com