Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Apakah Indonesia Aman dari Resesi?

Kompas.com - 06/08/2020, 14:48 WIB
Mela Arnani,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan produk domestik bruto (PDB) Indonesia pada kuartal II-2020 minus mencapai angka 5,32 persen.

Secara kuartalan, ekonomi terkontraksi 4,19 persen dan secara kumulatif terkontraksi 1,26 persen.

Sementara, kontraksi lebih dalam dari konsensus pasar maupun ekspektasi pemerintah dan Bank Indonesia yang berada di kisaran 4,3 persen-4,8 persen.

Pandemi corona virus telah memukul telak sektor perekonomian, hingga menyebabkan minusnya pertumbuhan ekonomi.

Bahkan, beberapa negara lain telah melaporkan bahwa mengalami resesi.

Bagaimana dengan Indonesia?

Pakar Ekonomi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi menjelaskan, secara teoritis suatu negara dikatakan resesi, salah satunya karena pertumbuhan ekonomi yang minus selama dua kuartal berturut-turut.

"Kalau sekarang (Indonesia) minus, sebelumnya itu kan masih positif. Kalau menggunakan indikator itu (pertumbuhan ekonomi), maka sesungguhnya Indonesia belum dikategorikan dalam resesi," kata Fahmy saat dihubungi Kompas.com, Kamis (6/8/2020).

Baca juga: INFOGRAFIK: Mengenal Apa Itu Resesi

Sementara itu, aman tidaknya Indonesia terhadap resesi, ditentukan oleh pertumbuhan ekonomi pada kuartal-III mendatang.

Jika pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal III-2020 masih minus, maka secara teoritis mengalami resesi.

Namun, lanjut Fahmy, terdapat indikator lainnya seperti inflasi dan nilai kurs rupiah.

"Tapi ada indikator yang lain, dibarengi dengan inflasi misalnya, yang menyebabkan harga-harga barang, harga kebutuhan pokok itu membumbung tinggi, itu akan memperparah resesi tadi," ujar Fahmy.

Menurut dia, inflasi di Indonesia masih terkontrol. Bahkan, di bulan Juli sempat mengalami deflasi.

Adapun, kurs rupiah Indonesia juga masih terkendali, berada di bawah Rp 15.000 per dollar AS.

"Tidak seperti pada tahun tahun 2008, pada waktu krisis itu, itu kan pertumbuhan minus, inflasinya tinggi, kursnya sampai Rp 20.000, itulah resesi tadi," jelas Fahmy.

Meski resesi belum terjadi di Indonesia, hal ini bergantung pada pertumbuhan ekonomi kuartal III mendatang.

Baca juga: Filipina Alami Resesi di Tengah Lockdown Kedua Virus Corona

Tanda negara mengalami resesi

Apa indikator negara mengalami resesi?

Beberapa indikator makro yang mengarah pada resesi seperti pertumbuhan ekonomi minus, inflasi, defisit perdagangan, hingga nilai kurs mata uang.

"Itu terjadi di beberapa negara selama pandemi ini, seperti Korea Selatan, Jerman. Itu (pertumbuhan ekonomi minus) terjadi berturut-turut tadi," kata dia.

Fahmy mengatakan, pemulihan pertumbuhan ekonomi pada kuartal selanjutnya menjadi tantangan yang harus dihadapi pemerintah.

"Jangan sampai triwulan ketiga itu pertumbuhan ekonomi kembali minus. Kalau sudah masuk resesi akan lebih berat," kata Fahmy.

Apa yang bisa dilakukan?

Fahmy mengungkapkan,ada tiga variabel utama dalam menentukan pertumbuhan ekonomi.

Tiga variabel itu adalah konsumsi masyarakat, investasi dan dunia usaha, serta pengelolaan pemerintah.

"Kalau konsumsi dan ivestasi tampaknya agak sulit digenjot karena situasi pandemi ini, maka satu-satunya yang bisa diharapkan adalah bagaimana belanja pemerintah. Satu-satunya yang dapat diharapkan adalah pengeluaran pemerintah," ujar dia.

Adapun, pemerintah diharapkan dapat menstimulus pertumbuhan ekonomi yang meningkatkan daya beli, hingga mengatur peredaran uang di masyarakat.

Sebenarnya, saat ini pemerintah telah melakukan stimulus ekonomi, dengan memberikan bantuan kepada UMKM, bantuan langsung tunai kapada masyarakat, dan program-program lainnya yang masuk melalui penyelamatan ekonomi nasional (PEN).

Meskipun, Fahmy menilai, pelaksanaannya belum lancar karena realisasi anggaran, dan daya serap masih rendah sehingga tidak bisa menggerakkan daya beli masyarakat.

"Kalau mampu pertumbuhannya (kuartal III-2020) tidak minus, maka akan selamatlah tadi (dari resesi)," ujar dia.

"Pemerintah harus fokus mempercepat dan memperlancar pengeluaran dana PEN (penyelamatan ekonomi nasional). Sebab kalau daya serap masih kecil, maka pertumbuhan minus akan terjadi lagi," lanjut Fahmy.

Baca juga: Tentang Resesi Ekonomi dan yang Harus Dipersiapkan

Bagaimana jika resesi terjadi?

Jika Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi yang kembali minus dan masuk resesi, ini akan berdampak besar terutama kepada masyarakat.

Fahmy menyebutkan, rakyat akan kesulitan dalam bekerja dan dunia usaha karena lapangan pekerjaan semakin sulit.

Bahkan, resesi yang terjadi berpotensi menaikkan jumlah kemiskinan.

"Angka pengangguran dan kemiskinan semakin membengkak," kata Fahmy.

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Infografik: Menengal Apa itu Resesi

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com