Konsumen sering ditenggarai lebih senang menggunakan produk negara lain dibanding "bangga" menggunakan produksi hasil putra bangsa. Padahal, "katanya" produk dalam negeri harganya jauh "lebih murah" dan lain sebagainya.
Di samping itu, kerap muncul keluhan dari konsumen tentang kualitas dan pelayanan purna-jual dari produk dalam negeri. Pesawat terbang buatan dalam negeri yang sebenarnya sangat membanggakan itu, ternyata di samping dinilai lebih rendah mutunya, juga sulit sekali untuk memperoleh suku cadang yang dibutuhkan.
Belum lagi jadwal produksi yang tidak tepat waktu, sering molor, yang pada akhirnya menggangu segi operasional dan berujung menjadi “lebih mahal” dibanding bila menggunakan produk negara lain.
Selama kontroversi dari persepsi dalam menggunakan produk dalam negeri antara pihak produsen dan konsumen tidak dapat dipertemukan untuk diselesaikan terlebih dahulu, maka dipastikan pihak pemerintah berada dalam posisi sulit untuk dapat memutuskan sebuah kebijakan yang berorientasi kepada mengutamakan produksi dalam negeri serta atas nama “kepentingan nasonal”.
Secara sederhana, idealnya, sebelum pesawat terbang dirancang bangun untuk dibuat, sudah ada pembicaraan terlebih dahulu dengan pihak pengguna atau konsumen tentang pesawat terbang macam apa dengan spesifikasi bagaimana yang memang sedang dibutuhkan.
Demikian pula dalam perjalanan sejak awal rancangan dalam proses yang berjalan pihak konsumen sudah harus terlibat di dalamnya. Sejalan dengan itu, pihak pemerintah dengan kebijakan strategis di tingkat nasional sudah dengan jelas merinci kebutuhan dari postur institusi di bawahnya yang berkait dengan tugas pokok yang dapat dijabarkan sampai kepada peralatan yang dibutuhkan dalam hal ini jenis pesawat terbang.
Dengan demikian, tidak akan mungkin terjadi lagi saling komplain antara produsen dan konsumen serta kontroversi munculnya perubahan kebijakan pemerintah di tengah jalan.
Sementara ini, kesannya, para pihak memang berjalan sendiri-sendiri. Harus dihindari tentang produsen yang berimajinasi sendiri membuat pesawat terbang, konsumen yang merasa di “fait accompli” dan pemerintah yang merasa “ditodong” untuk mendukung anggarannya.
Indonesia sudah berhasil memiliki sebuah pabrik pesawat terbang berkelas dunia dan sudah pula mampu memproduksi beberapa pesawat terbang. Sayangnya, belum ada satupun produknya yang dapat dinilai bertahan dan sukses dikancah pasar domestik apalagi global.
CN-235 sampai dengan saat ini banyak dikeluhkan sulit untuk memperoleh suku cadangnya. N-219 masih belum pula mampu merampungkan proses sertifikasinya. Terakhir N245 dan R80 dicoret dari daftar Proyek Strategis Nasional.
Sekadar ilustrasi saja tentang bagaimana kesuksesan produksi pesawat terbang jenis C-130 Hercules. Segera setelah selesai melakukan kaji ulang tentang perang dunia ke-2, salah satu kesimpulannya adalah, Angkatan Udara memerlukan pesawat angkut serba guna yang sangat dibutuhkan dan berukuran lebih besar dari pesawat C-47 Dakota, yang telah sukses dalam banyak misi memenangkan perang dunia ke 2 antara lain dalam penyerangan Normandia yang terkenal itu.
Maka dibuatlah “sayembara” bagi pabrik-pabrik pesawat terbang yang ada ketika itu, untuk merancang bangun pesawat angkut militer serbaguna untuk mengangkut pasukan dan peralatan perang lainnya pengganti Dakota.
Sayembara ini yang kemudian dimenangkan oleh Lockheed dengan jenis pesawat terbang yang dikenal dengan C-130 Hercules.
Dalam proses rancang bangun dan pembuatannya, dari sejak awal para personil Angkatan Udara telah terlibat turut serta di dalamnya. Demikian pula dalam proses menyusun prosedur mekanisme dukungan pengadaan suku cadang dalam menunjang operasi penerbangan pasca produksi.
Intinya adalah keterpaduan pihak produsen dengan konsumen dari titik yang paling awal dari sebuah perencanaan sebuah pesawat terbang. Sementara inisiasi ide muncul dari sebuah kajian komprehensif di tataran pemerintahan.
Sebuah model yang sangat masuk akal untuk mewujudkan kesuksesan dalam proses sebuah produksi pesawat terbang buatan dalam negeri. Sebuah moda dari sistem produksi yang dapat mencegah munculnya pertentangan ditengah jalan dari berbagai pihak. Sebuah jawaban terhadap kontroversi pesawat terbang “made in Indonesia”.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.