Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pencabutan Larangan Berkumpul dan Ancaman Klaster Baru Covid-19

Kompas.com - 02/07/2020, 09:10 WIB
Ahmad Naufal Dzulfaroh,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Empat bulan sejak pertama kali virus corona dilaporkan di Indonesia, awal Maret 2020, angka kasus Covid-19 belum juga menunjukkan tanda-tanda akan melandai.

Bahkan, dalam beberapa minggu terakhir, laporan infeksi harian menembus angka 1.000 dan menjadikan Indonesia sebagai negara dengan kasus tertinggi di Asia Tenggara dan Asia Timur di luar China.

Sementara itu, aktivitas warga kini mulai bergeliat kembali seiring pelonggaran pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di sejumlah daerah.

Pada 26 Juni 2020, Kapolri Jenderal Idham Aziz juga mencabut maklumat nomor MAK/2/III/2020 tentang Kepatuhan Terhadap Kebijakan Pemerintah dalam Penanganan Penyebaran Virus Corona ( Covid-19) yang dikeluarkan pada Maret 2020.

Maklumat itu berisi larangan kepada masyarakat untuk berkumpul atau mengadakan kegiatan yang berpotensi mengundang kerumunan massa.

Ada beberapa bentuk tindakan pengumpulan massa yang dimaksud dalam maklumat itu, yaitu pertemuan sosial, budaya, keagamaan, seminar, kegiatan konser, festival, resepsi keluarga, kegiatan olahraga dan kesenian, unjuk rasa, pawai, dan jasa hiburan.

Baca juga: Adaptasi New Normal, Kapolri Cabut Maklumat

Ancaman klaster baru

Dengan pencabutan itu, kegiatan-kegiatan yang berpotensi mengundang kerumunan massa kini tak lagi dilarang.

Pihak kepolisian berkomitmen untuk mendisiplinkan masyarakat agar menerapkan protokol kesehatan.

Beberapa hari sebelum pencabutan larangan itu, terjadi lonjakan kasus di Kota Semarang yang berawal dari pesta pernikahan.

Acara bahagia itu berakhir duka karena satu per satu kerabat terinfeksi virus corona dan beberapa di antaranya meninggal dunia.

Dikutip dari pemberitaan Kompas.com, 21 Juni 2020, pesta pernikahan itu berlangsung pada pertengahan Juni dengan melibatkan lebih dari 30 orang.

"Kejadian empat hari yang lalu ada pernikahan yang tidak sesuai dengan protokol kesehatan karena lebih dari 30 orang," kata Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi atau yang akrab disapa Hendi.

"Kejadian empat hari yang lalu ada pernikahan yang tidak sesuai dengan protokol kesehatan karena lebih dari 30 orang," kata Hendi.

"Tersiar kabar ibu salah seorang pengantin meninggal dunia. Kemudian menyusul ayahnya sakit kritis positif Covid-19," lanjut dia.

Menurut Hendrar Prihadi, kasus itu menjadi menyumbang lonjakan kasus positif di Semarang.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com