Tugas keduanya sebagai Kepala Reskrim di Sumatera Utara yang menjadi batu ujian bagi seorang polisi karena daerah itu terkenal dengan penyelundupan.
Hoegeng disambut secara unik. Rumah pribadi dan mobil telah disediakan beberapa cukong judi. Tetapi, ia menolaknya dan memilih tinggal di hotel sebelum mendapatkan rumah dinas.
Tak berhenti di situ, rumah dinas itu lalu dipenuhi dengan perabot".
Perabot itu dikeluarkan secara paksa oleh Hoegeng dari rumahnya dan ditaruh di pinggir jalan.
Sikap Hoegeng ini pun membuat gempar Kota Medan.
Selepas dari Medan, Hoegeng kembali ke Jakarta dan ditugaskan Presiden Soekarno untuk menjadi Direktur Jenderal (Dirjen) Imigrasi.
Chris Siner Key Timu dalam artikel "Pak Hoegeng dalam Kenangan" yang dimuat di Harian Kompas, 15 Juli 2004, menceritakan, Hoegeng meminta istrinya, Merry untuk menutup toko kembang.
Ketika istrinya menanyakan hubungan antara jabatan Dirjen Imigrasi dan toko kembang, Hoegeng menjawab singkat.
"Nanti semua yang berurusan dengan imigrasi akan memesan kembang pada toko kembang Ibu Merry dan ini tidak adil untuk toko-toko kembang lainnya," tulis Chris.
Merry pun memahami dan menutup toko kembangnya.
Hoegeng juga menolak pemberian mobil dinas dari Sekretariat Negara. Alasannya, ia telah memiliki mobil jip dinas dari kepolisian.
Baca juga: Bripka Seladi, Pewaris Semangat Jenderal Hoegeng
Pada 1968, Presiden Soeharto mengangkat Hoegeng sebagai Kepala Polri menggantikan Soetjipto Yudodihardjo.
Dalam artikel yang ditulis Rosihan Anwar, "In Memorian Hoegeng Imam Santoso" yang dimuat di Harian Kompas, 15 Juli 2004, menyebutkan, pada masa itu kasus penyelundupan merajalela.
Di antara yang terkenal adalah kasus penyelundupan mobil mewah yang didalangi oleh Robby Tjahyadi atau Sie Tjie It.
Pada 1971, Hoegeng mengumumkan keberhasilannya dalam membekuk penyelundupan mobil mewah melalui Pelabuhan Tanjung Priok.